Anjloknya harga ayam ras (broiler) di tingkat peternak masih tidak mampu diselesaikan pemerintah. Harga rendah di peternak, namun tetap tinggi di konsumen, menggerus peternak rakyat tinggal 15% dan terus menggemukkan perusahaan integrator yang menguasai usaha terintegrasi dari hulu ke hilir. Bahkan, kesanggupan integrator menyerap ayam peternak rakyat Rp2.000 di atas harga pasar dinilai tak menyelesaikan persoalan.
Kisruh harga daging ayam ras (broiler) di tingkat peternak tidak kunjung usai. Cengkraman pengusaha besar peternakan makin sulit dikendalikan dan makin dalam. Bayangkan, konsumen di Jakarta rata-rata masih membeli ayam ras Rp37.000/ekor atau Rp34.850/kg seperti termuat di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (HIPPS) per Jumat (23/9/2022). Sementara harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak hanya dihargai Rp15.000/kg atau selisih 132%! Harga itu juga jauh di bawah ongkos produksi yang mencapai Rp21.000/kg.
Inilah potret buram peternakan unggas dalam negeri. Pasar yang beragam dan tak imbang menghasilkan perang harga yang terus mengikis habis peternak rakyat. Menurut Ketua Umum Garda Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan, peternak rakyat proporsinya tinggal 15%. “Karena itu, GOPAN berharap pemerintah dapat melindungi dan mengurus peternak seperti kami,” katanya saat dihubungi, Jumat (23/9/2022).
Asal tahu, pelaku usaha peternakan unggas dalam negeri memang beragam. Puncak piramida dikuasai perusahaan integrator yang menguasai hulu ke hilir, dan lapis keduanya ada perusahaan yang memproduksi bibit hingga budidaya. Lapis ketiga adalah peternak plasma atau mitra dari perusahaan pertama dan kedua, yang memperoleh kemudahan akses pasar dan input produksi dengan harga berbeda dari pasar. Nah, lapis bawah baru peternak mandiri dengan skala kecil, dengan modal kecil, akses pasar rendah dan tidak berafiliasi langsung ke integrator.
Herry mengakui, terhitung mulai Jumat (23/9/2022), pihak integrator — yang difasilitasi Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Bapan Pangan Nasional — mulai menerapkan kesepakatan tak tertulis antara peternak rakyat dan produsen besar (B to B) untuk membeli ayam hidup dari peternak rakyat dengan harga Rp2.000/kg di atas harga pasar. Langkah tersebut diambil sampai harga ayam hidup di tingkat peternak kembali stabil atau di atas biaya produksi yang dikeluarkan peternak rakyat, yang saat ini sekitar Rp21.000/kg.
Namun, langkah itu dinilai GOPAN belum cukup mengamankan harga ayam ras hidup di tingkat peternak karena pemerintah harus tahu dulu permasalahannya dengan tepat, sehingga langkah-langkah yang diambil memang tepat. “Pemerintah mesti tahu penyebab jatuhnya harga ayam hidup di tingkat peternak rakyat, apakah murni karena kebanyakan pasokan, mulai dari bibit ayam ras (day old chick/DOC) hingga indukan ayam ras (grand parent stock/GPS) atau karena permintaan pasar yang menurun,” ujar Herry.
Yang jelas, sampai saat ini memang tak ada pemisahan pasar. Peternak besar ternyata masih bisa masuk ke pasar becek yang selama ini menjadi pasar utama peternak rakyat. Jadi, tidak usah heran ketika porsi rakyat yang pernah menguasai pangsa 80% kini menyusut drastis tinggal 15%. AI