Pola Tanam Tumpang Sari Untungkan Petani

Ilustrasi tumpang sari

Pola tanam tumpang sari menguntungkan petani. Selain itu dapat mengurangi risiko serangan orgamisme pengganggu tanaman (OPT). Sebagai contoh, tumpang sari cabe dengan tanaman jagung yang dapat bersifat repelen (penolak) terhadap hama kutukebul sebagai vektor virus kuning.

Peneliti fungsional Direktorat Pelindungan Hortikultura, Retno Wikan, tahun 2018 melakukan tanaman tumpeng sari. Hasilnya menunjukkan tanaman jagung dapat menghasilkan senyawa tertentu untuk menolak kutu kebul.

Dirjen, Prihasto Setyanto mengatakan  salah satu kunci keberhasilan produksi cabe rawit yaitu dengan penerapan budidaya tumpang sari dengan tanaman jagung.

“Biaya produksi menjadi lebih rendah dan dapat meningkatkan ketahanan cabe terhadap penyakit, sehingga petani tidak harus membeli pestisida kimia yang mahal harganya,” katanya, di Jakarta, Jumat (10/7/2020)

Selain itu, kata Anton, panggilan akrab Dirjen, produk cabe yang dihasilkan juga lebih sehat.”Lebih lama daya simpannya dan aman dikonsumsi,” jelasnya.

Petani cabe rawit di Desa Karanggambas, Kecamatan  Kutasari, Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah menggunakan pola tanam padi-jagung-cabe.

Praktik tumpangsari tersebut telah lama dilakukan petani setempat. Selain bermanfaat mengurangi biaya produksi, ternyata juga dapat mengurangi serangan OPT cabe. 

Hal ini dapat dilihat dari pengalaman petani yang menanam dengan sistem monokultur cabe rawit, banyak tanaman yang terserang penyakit virus kuning, trips dan antraknosa.  Namun dengan sistem tumpangsari jagung-cabe rawit, tidak ada serangan OPT tersebut.

Hal yang sama juga dilakukan petani di Desa Kibang, Kecamatan Metro Kibang, Kabupaten Lampung Timur. Kelompok tani Harapan Jaya dan kelompok tani Jaya Abadi yang diketuai Tukiran mencoba pola tanam tumpangsari cabe – jagung.

“Tanaman jagung ditanam terlebih dahulu, kemudian setelah dua bulan baru ditanam cabe di sela-sela tanaman jagung,” jelas dia.

Kepala UPTD BPTPH Provinsi Jawa Tengah, Herawati Prarastyani mengatakan dengan tumpangsari cabe-jagung, biaya pengolahan tanah yang relatif dapat ditekan karena sudah dilakukan di awal penanaman jagung dan masih dapat digunakan untuk pertanaman cabe.

“Petani tidak perlu membeli mulsa plastik karena jerami dan daun serta sisa bagian tanaman jagung yang dipanen dapat digunakan sebagai mulsa dan pupuk untuk pertanaman cabe. Selain itu, biaya untuk pembelian air juga tidak ada, karena sudah memakai batang tanaman jagung,” ujarnya. Jamalzen