Program Pemangkasan Produksi Ayam Broiler Gagal  

Anak ayam dan telur

Kementerian Pertanian (Kementan) bulan September 2020 lalu mengeluarkan surat edaran yang  mewajibkan perusahaan pembibitan melakukan pengurangan produksi bibit ayam broiler melalui penundaan penetasan telur (setting hatching egg/HE) hingga 50%.

Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk stabilisasi harga ayam broiler di pasar yang tak kunjung membaik. Namun hasilnya gagal karena tidak mencapai target.

Direktur Perbibitan dan Produksi, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan Sugiono, mengakui hal itu.

Bahkan pihak Ditjen sudah mengirim surat peringatan kepada perusahaan yang tidak menjalankan komitmen tersebut. “Sedikitnya ada tiga perusahaan pembibitan yang besar yang kepatuhan terhadap komitmen itu rendah,” kata Sugiono kepada Agro Indonesia, Sabtu (17/10/2020).

Ketiga perusahaan tersebut adalah PT Malindo, Wonokoyo dan Suja. Selain itu, PT KMS dan PIA Group. Dia menyebutkan, dari evaluasi pemerintah, terlihat pihak integrator yang patuh dan tidak patuh kepada aturan pemerintah.

Salah satu upaya Kementan untuk menstabilkan harga ayam broiler dengan melakukan pemangkasan ayam melalui afkir dini indukan usia lebih dari 50 minggu, tunda setting telur tetas untuk kegiatan sosial, pemusnahan telur fertil, serta penyerapan ayam hidup.

Pada upaya afkir dini ternyata gagal. Buktinya, di Pulau Jawa, pada September,  dari target 4,05 juta ekor ayam betina, hanya mencapai 2,6 juta atau 65%. Sementara untuk ayam jantan ditargetkan 344,8 ribu ekor dan hanya terealisasi 246,2 ribu atau sekitar 71,4%.

Adapun untuk afkir di luar Jawa ditargetkan 1 juta ekor ayam betina dengan realisasi sebesar 729 ribu ekor atau 72,95%. Untuk ayam jantan ditargetkan 66.165 ekor dan tercapai 3.956 ekor atau 75,1%.

Sedangkan upaya tunda setting telur periode 19 September-10 Oktober hanya mencapai 6,6 juta butir atau 88% dari target 7,5 juta butir. Sebanyak 23 perusahaan sudah mencapai 100% dari target sedangkan 15 perusahaan belum mencapai.

Untuk upaya pemusnahan telur fertil, pada Agustus 2020 hanya mencapai 12,4 juta butir atau 89,1% dari target 14 juta butir. Sementara pada September dari target 65,9 juta butir hanya mencapai 44,8 juta butir atau sekitar 67,97%.

Langkah terakhir dalam penyerapan ayam hidup juga belum sesuai yang diharapkan. Sepanjang Agustus 2020, realisasi penyerapan mencapai 41,6 juta ekor atau 60,17% dari target sebanyak 25,06 juta ekor. Bulan September 2020, serapan mencapai 45,1 juta ekor atau 46,4% dari target 97,3 juta ekor.

Libatkan Organisasi Peternak

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra menilai pengawasan yang dilakukan pemerintah belum efektif dan tidak menimbulkan efek jera karena sanksi yang tidak tegas.

“Terhadap kelompok perusahaan yang realisasinya rendah, pemerintah dan Kepala Satgas Pangan dapat bertindak lebih tegas,” kata Yeka dalam diskusi Webinar, Selasa (13/10/2020).

Kementerian telah berupaya untuk menurunkan populasi livebird sehingga pada akhirnya harga ayam potong di level peternak tidak tertekan. Namun demikian, harga livebird terus tertekan dan sangat merugikan peternak.

Yeka menilai pemerintah telah serius dengan mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi pasokan ayam livebird. “Kami meminta pemerintah dan Satgas Pangan segera melibatkan organisasi peternak dan membentuk mekanisme pengawasan pengurangan pasokan FS, untuk menjaga kewibawaan pemerintah,” kata Yeka.

Ketua Perhimpunan Insan Peternakan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR) Broiler wilayah Jawa Timur Kholik mengatakan peternak mengapresiasi upaya Kementan melindungi peternakan mandiri.

Tetapi, dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan peternakan terintegrasi yang mengabaikan surat edaran untuk memangkas populasi ayam broiler

“Kita sudah teriak-teriak. Tapi, kenapa integrator terus mengabaikan Surat Edaran Ditjen Peternakan. Ini artinya industri pembibitan tidak patuh pada  pemerintah,” tegasnya.

Dia mengatakan organisasi peternak bersedia turut turun ke lapangan mendampingi jika  pemerintah membutuhkan.  PINSAR berharap pemerintah bersikap tegas dengan memberikan sanksi berupa mengurangi jatah impor grand parent stock (GPS) terhadap  18 perusahaan yang tidak mengikuti aturan pemerintah.

Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN), Alvino Antonio mengatakan, pemangkasan produksi ayam melalui penundaan setting telur tetas hingga 50% tidak berjalan optimal lantaran lemahnya pengawasan institusi terkait. Bahkan dirinya masih ditawarkan bibit ayam yang semestinya tidak lagi bebas diperjualbelikan

Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Jawa Tengah, Pardjuni mengatakan, saat ini harga mengalami tren kenaikan. Namun, dipastikan saat harga menyentuh maksimal Rp18 ribu akan kembali turun.

“Kenaikan harga live bird dipermainkan oknum perusahaan pembibitan. Pemangkasan produksi livebird dapat saja dilakukan, namun tidak seperti yang dilaporkan ke Kementan. Justru kebijakan pemangkasan produksi dijadikan legitimasi bagi perusahaan menaikkan harga,” katanya.

Kepala Subdirektorat II Satgas Pangan Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan perlu kesadaran dan kepentingan bersama pemerintah dalam memperbaiki nasib para peternak.

Dia menilai, kerap kali dalam sistem pengawasam pengurangan pasokan terjadi miss komunikasi. Hal itu membuat laporan yang masuk tidak diperbarui.

Dia mengusulkan agar kebijakan ini dipatuhi, klausul pengurangan produksi diatur dalam perundang-undangan dengan begitu dapat memaksa pengusaha menjalankan kewajiban.

“Di undang-undang-kan supaya bisa dipidana, supaya bisa kami tangani. Kalau masuk ranah pidana bisa masuk ke penyidikan kepolisian atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementan juga bisa melaksanakan,” katanya.

Jamalzen