Realisasi AUTP Sulteng Capai 20.959 Ha

* Berkat Premi Masuk APBD

Sulawesi Tengah (Sulteng) merealisasikan program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) seluas 20.959 hektare (ha). Sebagian besar areal yang diasuransikan berada di Kabupaten Parigi Moutong, yakni mencapai 18.126,25 ha.

Tingginya realisasi areal padi yang ikut program asuransi ini tidak terlepas dari peran serta Pemerintah Daerah (Pemda) dan anggota DPRD setempat, yang mengalokasikan dana premi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) Sulteng, Sarianto mengatakan, minat masyarakat terhadap program AUTP sangat tinggi.

“Petani di Sulteng sudah mulai sadar bahwa risiko tanam padi cukup tinggi. Apalagi, iklim di Sulteng termasuk ekstrem. Petani tidak mau ambil risiko, sehingga mereka ikut asuransi,” katanya.

Menurut Sarianto, faktor pendung suksesnya program asuransi di Sulteng memang karena ekstremnya cuaca, sehingga petani tidak mau ambil risiko. Petani, mengasuransikan lahan sawahnya,

“Data riil ada pada PT Jasindo. Namun, berkat sosialisasi yang secara terus-menerus, program ini mampu menarik minat petani ikut asuransi. Sekarang ini areal yang sudah diasuransikan sekitar 20.959,65 ha,” tegasnya.

Dia mengatakan, perhatian Pemda dan DPRD setempat terhadap pertanian cukup tinggi. Hal ini terbukti dengan masuknya biaya premi dalam APBD  tahun 2020. “Ini salah satu bukti Pemda dan DPRD mempunyai keberpihakan terhadap petani dan pertanian,” katanya.

Seperti diketahui, risiko yang dijamin dalam AUTP meliputi banjir, kekeringan, serangan hama dan OPT. Hama pada tanaman padi antara lain, wereng coklat, penggerek batang, walang sangit, keong mas, tikus dan ulat grayak.

Sedangkan penyakit pada tanaman padi antara lain tungro, penyakit blas, busuk batang, kerdil rumput, dan kerdil hampa. Serangan hama dan penyakit ini akan mengakibatkan kerusakan yang dapat mengakibatkan gagal panen sehingga petani akan mengalami kerugian.

“Petani cukup mendaftarkan sawahnya saja sebelum masa tanam. Tapi asuransi ini khusus untuk petani yang menanam padi,” tegasnya. Tanaman yang dinyatakan puso akan mendapat ganti rugi dari asuransi sebesar Rp6 juta/ha.

Premi Disubsidi

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, banyak pencapaian sejak penerapan asuransi pertanian. Dengan ikut asuransi pertanian ini petani merasa aman untuk berproduksi.

“Kita tidak ingin kalau kena bencana alam seperti banjir, kekeringan, atau sapi yang mati itu menyebabkan petani yang rugi,” katanya.

Setelah bergabung dalam sebuah kelompok tani dan memahami manfaat jaminan kerugian yang didapat dari program asuransi pertanian, maka petani bisa segera mendaftarkan diri.

Waktu pendaftaran paling lambat berlangsung 30 hari sebelum musim tanam dimulai. “Untuk mendaftarkan diri, petani akan mendapat pendampingan khusus dari petugas UPTD Kecamatan serta Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL),” katanya.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, program AUTP ini hanya mewajibkan petani membayar Rp36.000/ha/musim tanam. Sedangkan sisanya sebesar Rp144.000 ditanggung oleh pemerintah (subsidi). Bila terjadi gagal panen akibat hama, kekeringan, dan banjir, maka petani bisa mendapatkan ganti rugi sebesar Rp6 juta/ha.

“Sebenarnya premi asuransi itu sebesar Rp180.000/ha/musim panen. Namun, karena disubsidi pemerintah, petani cukup membayar Rp36.000/ha/musim tanam,” katanya.

Sarwo Edhy menambahkan, sayang jika petani tidak ikut peluang tersebut, karena program ini sangat bermanfaat dan membantu petani jika terjadi gagal panen.

Dia juga mengatakan, untuk membantu petani, beberapa Pemda mengalokasikan APBD untuk premi asuransi. Jika premi sudah dijamin oleh APBD, sudah dipastikan realisasi capaian luas di daerah tersebut tinggi, seperti yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong.

Memang diakui, ada tren positif peserta AUTP, karena pelaksanaan asuransi pertanian memberikan berbagai keuntungan bagi petani/peternak.

Premi yang dibayarkan petani cukup murah, tapi memberikan ketenangan dalam berusaha. “Petani dan peternak semakin mengerti manfaat dan peluang dari asuransi ini. Dengan harga yang sangat murah, petani dan peternak bisa tidur tenang. Petani tidak takut lahannya rusak terkena banjir, kekeringan atau terserang hama penyakit,” katanya.

Ada KUR, Rentenir Pergi

Selain asuransi, Kementan juga meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian untuk mengusir rentenir yang sering memberikan pinjaman modal kepada petani.

Bupati Jeneponto, Sulawesi Selatan, Iksan Iskandar, mengaku daerahnya merupakan sentra produksi beras dan jagung. Sedikitnya ada 26.000 ha sawah dengan produktivitas 5-6 ton/ha GKP  dan areal jagung seluas 36.000 ha dengan produktivitas 7,8 ton/ha.

“Tapi kendalanya, sebagian petani jagung menjual hasilnya ke daerah lain dikarenakan ada selisih harga. Kadar air jagung petani di sini mencapai 30% dengan harga Rp1.700/kg. Sementara di tempat lain Rp 1.800/kg,” katanya.

Iksan mengemukakan hal itu saat panen padi di Desa Kalumpangloe, Dusun Palippri, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto belum lama ini. Acara tersebut di hadiri Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Dia mengatakan, petani terjebak dalam praktik ijon. Selain itu, kadar air jagung yang diinginkan para pengepul adalah 7%. Petani tidak melakukan pengeringan, sehingga menjual jagung dengan kadar air mencapai 30%.

Menanggapi hal tersebut, Mentan Syahrul memberikan saran agar petani memanfaatkan KUR pertanian. “Ada KUR pertanian sebesar Rp50 triliun. Manfaatkan itu. Kalau ada ijon atau tengkulak, saya minta Dinas Pertanian koordinasi dengan Dirjen PSP. Kucurkan KUR di sini,” tegasnya.

Menurut Syahrul, kehadiran KUR salah satunya adalah upaya negara untuk memastikan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia dan membangun pertanian yang maju, mandiri, dan modern.

“Jangan perantara (makelar) untungnya lebih besar dari petani. Tidak ada itu ongkos menginjak rem, ingat itu. Jangan beli jagung dari petani Rp1.700/kg. Beli sesuai HPP, yaitu  Rp3.150/kg. Jangan beli dibawah HPP,” tegasnya,

Untuk itu, Mentan mengimbau petani agar melakukan proses pengolahan, seperti pengeringan (jemur), sehingga kualitas jagung menjadi baik. Kalau kualitas baik, maka harga pasti tinggi.

Sementara Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, KUR dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal, KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat. “Plafon Rp500 juta ke atas pun bisa diakses. Soalnya, ada agunannya berupa alat pertanian yang dibeli,” katanya. PSP