PG Baru Didorong Perluas Areal Tebu

Pabrik gula rafinasi (ilustrasi)

Masalah gula selalu berulang dari tahun ke tahun: impor. Dan ritual itu selalu datang terlambat ketika harga sudah menjulang. Padahal, pelaku usaha sudah memperkirakan tahun 2020 Indonesia akan defisit gula, jika pemerintah tidak segera memberikan tambahan impor.

Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia, Budi Hidayat, sejak awal tahun ini sudah ‘wanti-wanti’ kepada pemerintah mengenai persediaan gula dalam negeri.

Berdasarkan stok awal sekitar 1,084 juta ton pada tahun 2020 dan diperkirakan produksi gula hanya 2,050 juta ton serta perkiraan konsumsi gula sebesar 3,163 juta ton, maka neraca pada akhir tahun 2020 — apabila tidak ada impor gula — akan mengalami defisit sebesar 29.000 ton.

Untuk pemenuhan gula tahun 2020 dan persiapan awal tahun 2021 diperkirakan awal tahun 2021 diperlukan impor gula untuk konsumsi langsung sebesar 1,33 juta ton. Impor ini setara dengan raw sugar 1,4 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan GKP, maka kalau izin impor diberikan pada PG BUMN, waktu datangnya harus tepat pada waktu akhir musim giling. Kalau di luar musim giling biaya pengolahannya akan besar sekali.

Tahun 2020 stok gula sedikit, sehingga harga gula di pasar naik. Mendapatkan gula ritel di minimarket, swalayan saat ini mulai agak susah. Harganya juga sudah jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp12.500/kg. Bayangkan, harga sudah mencapai Rp18.000/kg-Rp19.000/kg.

Ramadhan pun sudah menjelang dan akan diikuti Idul Fitri. Kalau impor terlambat, maka harga gula pada hari raya akan stabil tinggi. Izin impor tahun 2019 untuk GKP adalah 495.000 ton atau 500.000 ton lebih raw sugar. Izin impor yang sudah keluar 233.000 ton sedang yang sudah realisasi 116.000 ton.

Kalau tidak ada tambahan impor, maka gula semakin langka dan bisa terjadi rebutan GKP antara untuk konsumsi rumah tangga dan industri terutama hotel, restoran dan katering (Horeka). Impor diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akhir 2020 dan awal 2021 sebelum musim giling.

Kebutuhan GKP adalah 200.000 ton/bulan. Pada hari raya, tambahan kebutuhan 150.000/bulan dan kebutuhan Sumatera 100.000 ton, maka stok awal tahun 2021 harus 1,3 juta ton. Kalau stok hanya 900.000-1 juta ton, maka harga akan naik.

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo sudah menjamin stok gula kebutuhan masyarakat aman hingga Ramadhan dan Idul Fitri. Kelangkaan gula yang terjadi akhir-akhir ini diindikasikan karena adanya keterlambatan distribusi stok ke pasar.

Menurut dia, kelangkaan di tengah pandemi COVID-19 saat ini juga mengakibatkan panic buying masyarakat di sejumlah daerah. Untuk itu, Mentan meminta sejumlah pabrik gula di Indonesia untuk membantu ketersediaan gula konsumsi dan mempercepat pendistribusiannya hingga ke masyarakat.

“Kita lakukan berbagai cara termasuk salah satunya mengajak pabrik gula rafinasi ini untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan gula masyarakat. Kami minta untuk memproduksi gula pasir putih konsumsi dengan harga standar Rp12.500/kg,“ tegas Syahrul.

Dia mengaku akan terus memantau pendistribusian pangan. Meski ada tantangan terkait pandemi COVID-19 saat ini, dirinya berharap seluruh pihak, termasuk dari kepolisian dan TNI, untuk ikut mendukung dan memastikan agar tidak ada hambatan bagi pendistribusian pangan — termasuk gula — ke berbagai daerah.

Keyakinannya akan ketersediaan gula yang mencukupi hingga jelang Ramadhan dan Idul Fitri didukung dengan adanya prediksi panen petani tebu disejumlah wilayah. Panen ini diprediksi akan terjadi sepanjang bulan Mei dan Juni mendatang.

“Kami yakin stok aman. Kita punya persiapan 250.000 ton gula dari pabrik-pabrik yang ada, ditambah gula impor yang masuk hingga 150.000 ton dan nanti Juni dari petani kita akan ada panen jumlahnya sekitar 500.000 ton sampai dengan 600.000 ton,” katanya.

PG Baru

Sementara Dirjen Perkebunan Kasdi Subagyono mengatakan, Kementan berupaya terus meningkatkan produksi gula nasional, sehingga dapat mengurangi impor. Upaya yang dilakukan antara lain menambah luas areal tanaman tebu.

“Pabri Gula (PG) baru yang berbasis tebu kita dorong untuk memenuhi kapasitas produksi terpasang (TCD) dengan memperluar areal tanaman tebu,” katanya kepada Agro Indonesia di Jakarta, Sabtu (18/4/2020)

Dia menyebutkan, lahan untuk tanaman tebu masih tersedia cukup karena itu PG baru berbasis tebu harus segera melakukan perluasan tanaman tebu, sehingga kapasitas terpasang dapat dipenuhi.

“Sampai Maret 2020, ada delapan PG baru berbasis tebu yang sudah beroperasi. Tak lama lagi PG baru di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan juga segera operasi,” tegasnya.

Kasdi enggan memberikan komentar soal PG yang mengandalkan bahan baku impor (raw sugar). “Kalau kami concern pada PG baru berbasis tebu. Soal PG yang mengandalkan bahan baku impor, tolong tanya ke Kemenprin,” tegasnya.

Kasdi menyebutkan, stok gula dalam negeri masih mencukupi hingga April mendatang karena masih ada sisa tahun 2019 (carryover) sekitar 1 juta ton. Untuk memenuhi stok 2020, pemerintah bersiap mengimpor gula mentah sebelum musim produksi atau giling yang dimulai sekitar Mei mendatang.

“Produksinya memang belum cukup. Sekarang Kementan sedang berupaya meningkatkan produksi melalui perluasan areal tebu utamanya plasma di luar Jawa dan pengembangan komoditas penghasil gula lainnya (stevia, aren),” kata Kasdi.

Untuk tahun 2020, meskipun sulit dicapai, Kementan tetap pasang target produksi yang tinggi, yaitu 2,5 juta ton. Program swasembada gula 2024 tetap dilanjutkan.

Dia berharap, dalam 5 tahun ke depan areal tebu menjadi 500.000 hektare (ha), sehingga penambahan areal baru dapat berkontribusi signifikan. Saat ini, areal tebu nasional seluas 420.000 ha.

Pemerintah optimis dengan beroperasinya beberapa PG baru akan ada penambahan areal dan produksi. Karena PG baru cukup siap dengan areal tebunya. “Memang kita akui, PG-nya sudah berdiri, areal tebunya baru dikembangkan. Tapi perusahaan lainnya, PG berdiri sambil menyiapkan tanaman,” katanya.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Agus Wahyudi mengungkapkan, penambahan areal tebu baru berada di luar Jawa seiring dengan beroperasinya PG-PG baru berkisar 500-1.000 ha.

Untuk tahun 2019 lalu, penambahan areal di luar Jawa ada sekitar 6.000 ha berada dalam program. Sedangkan di luar program ada penambahan lahan lebih dari 20.000 ha. Atiyyah Rahma/Jamalzen

Mampukah Bulog Impor dari India?

Pemerintah telah menugaskan Perum Bulog dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) melakukan impor gula konsumsi atau gula kristal putih (GKP), masing-masing 50.000 ton, untuk menstabilkan harga gula di saat musim paceklik ini.

Namun, berbeda dengan RNI, penugasan kepada Bulog untuk melakukan importasi GKP sangat disesalkan petani. Ketua DPP Andalan APTRI, Soemitro Samadikun menilai pemerintah tidak adil menugaskan Bulog mengimpor GKP. “Seharusnya Perum Bulog melakukan pembelian gula milik petani tebu di dalam negeri,” kata katanya,

Dengan fungsinya sebagai stabilisator, Soemitro menilai Bulog seharusnya tidak takut mengalami kerugian akibat membeli gula petani di dalam negeri yang mungkin lebih mahal dari gula impor.

“Sesuai dengan fungsi dan tugasnya, Perum Bulog seharusnya mengutamakan produk dari petani di dalam negeri. Jangan takut merugi,” jelasnya.

Dia juga mengingatkan kalau importasi gula dari India akan mengalami kendala, terutama soal pengiriman karena hingga saat ini pemerintah New Delhi masih melakukan kebijakan lockdown sehingga berpengaruh terhadap kegiatan transportasi.

“Selain itu, industri atau pabrik gula di India jumlahnya sangat banyak, lebih dari 500 pabrik,” ucapnya. Dengan banyaknya pabrik gula itu, maka standar gula yang akan diimpor Bulog kemungkinan tidak seragam.

Impor gula Bulog dari India memang diragukan bisa dilakukan, mengingat negeri itu malah memperpanjang masa karantina wilayah (lockdown) sampai 3 Mei 2020. Berdasarkan laporan Global Agriculture Information Network (GAIN), Departemen Pertanian AS per 9 April, sebanyak delapan pelabuhan di India sedang bermasalah.

Pelabuhan Mumbai di negara bagian Maharasthra, episentrum penyebaran COVID-19 di India, memgalami penumpukan dokumen akibat kurangnya tenaga administratif, supir truk dan operator crane. Akibatnya, Jawaharlal Nehru Port Trust (JNPT) menurunkan konteiner ke terminal terdekat untuk mengurangi kemacetan. Tapi terminal peti kemas ini juga mulai kepayahan. Akibatnya, perusahaan-perusahaan pelayaran asing pun menghindari pelabuhan ini karena proses perizinan ekspor-impor lambat.

Pelabuhan Mundra, di Gujarat, juga mengalami kongesti karena importir dan agen-agen kepabeanan kesulitan mengurus dokumen. Perusahaan induk pengelola Mundra, Adani Ports, telah mengajukan kondisi kahar di Pelabuhan Mundra dan Dhamra.

Di Pelabuhan Tuticorin, kondisi yang sama terjadi, yakni kurangnya pegawai dan tumpukan dokumen membuat lambannya pergerakan truk. Sedangkan Pelabuhan Peti Kemas Internasional Kandla sudah menyatakan kondisi kahar sejak 22 Maret.

Di Pelabuhan Chennai, operasional pelabuhan juga dibatasi akibat kurangnya tenaga. Menurut laporan, kurangnya supir truk membuat tumpukan 50.000 peti kemas di pelabuhan Chennai, Kumajarar dan Kattupalli. Sementara di Pelabuhan Kolkata, pihak pengelolanya telah mengajukan kondisi kahar selama 22 Maret-15 April. Sedangkan di Pelabuhan Mangalore, kelancaran arus peti kemas terganggu oleh kurangnya tenaga kerja dan supir truk. Di Pelabuhan Chocin, laporan yang masuk mengatakan tak ada agen dan perusahaan angkutan yang tersedia. B Wibowo

Baca juga:

Gula Rafinasi Mengguyur Pasar

Banjir Gula Ancam Petani

Tabloid Agro Indonesia Edisi No. 763 (21-27 April 2020)