
Realisasi penyaluran pupuk subsidi sudah mencapai 84,1% atau sekitar 8,0 juta ton dari alokasi setahun sebanyak 9,55 juta ton. Meski demikian, penyaluran pupuk subsidi tahun 2018 diperkirakan mencapai 98%.
“Kita lihat saja nanti. Jika di Pulau Jawa hujan merata, maka penyaluran pupuk subsidi bisa mencapai 98%,” kata Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Kementan, Muhrizal Sarwani kepada Agro Indonesia di Jakarta, Sabtu (1/12/2018).
Dia menyebutkan, untuk menjamin ketersediaan pupuk sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), pemerintah telah menerbitkan Permentan No. 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian TA. 2018.
Pelaksanaan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan melalui penugasan PT Pupuk Indonesia (Persero), sesuai dengan ketentuan Permendag No: 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
Muhrizal menyebutkan, pada tahun 2015 pemerintah telah menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 8.893.095,37 ton, kemudian tahun 2016 tersalur 9.197.764,55 ton, tahun 2017 tersalur 9.270.008,35 ton, dan tahun 2018 sampai 25 November sudah terserap sebanyak 8,03 juta ton. Jenis pupuk yang disalurkan berupa Urea, SP-36, NPK, ZA dan pupuk organik.
Data Ditjen PSP mencatat, realiasi penyaluran pupuk subsidi tahun 2018 hingga 25 November 2018 sudah mencapai 84,1%. Penyerapan pupuk yang paling besar adalah jenis organik sebesar 87% dari target setahun sebesar 1 juta ton. Kemudian pupuk SP-36 sudah terserap sebesar 85% dari target setahun sebesar 850.000 ton.
Untuk jenis NPK, sudah terserap sebanyak 82% dari alokasi setahun sebesar 2,55 juta ton. Pupuk urea sudah tersalurkan sekitar 3,1 juta ton atau sebesar 78% dan ZA terserap 78% dari alokasi 1,05 juta ton.
Muhrizal yakin, realisasi penyaluran pupuk subsidi mendekati 100%. Apalagi, beberapa daerah di Jawa sudah masuk musim hujan. “Pada saat musim pemupukan, permintaan tinggi, sehingga realiasi juga menjadi tinggi. Saya yakin realisasi pupuk subsidi tinggi karena pupuk dibutuhkan petani,” tegasnya.
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat menyatakan, selama empat tahun terakhir pihaknya memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sebanyak 34,77 juta ton. “Kami tetap memenuhi kebutuhan dalam negeri, walaupun perusahaan berusaha meningkatkan ekspor,” kata Aas Asikin Idat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (26/11/2018).
Dia menyebutkan, perusahaan hanya melakukan ekspor jika kebutuhan dan stok dalam negeri sudah benar-benar terpenuhi. Alokasi pupuk subsidi untuk pertanian tahun 2018 sebanyak 9,55 juta ton, yang terdiri dari urea sebanyak 4,1 juta ton, SP-36 sebasar 850.000 ton, ZA dialokasikan 1,05 juta ton, pupuk NPK sebesar 2,55 juta ton dan pupuk Organik sebesar 1 juta ton.
Tren Meningkat
Tidak hanya penyaluran pupuk ke sektor PSO (subsidi), penjualan pupuk non-subsidi dalam negeri juga meningkat dari tahun 2015 hingga 2018. Selama empat tahun terakhir, penjualan produk pupuk dalam negeri mencapai 7,34 juta ton dan amoniak sebesar 1,04 juta ton.
“Tren penjualan pupuk non subsidi dalam negeri juga semakin meningkat selama empat tahun terakhir. Pasar terbesar masih didominasi oleh industri perkebunan kelapa sawit, karet dan tebu,” kata Aas.
Berbagai langkah dilakukan oleh Pupuk Indonesia untuk memastikan pasokan pupuk dalam negeri selalu aman. Menurut Aas, Pupuk Indonesia sebagai induk atau “holding” selalu melakukan koordinasi dengan produsen pupuk yang merupakan anak usaha Pupuk Indonesia.
Upaya lainnya, seperti mengeluarkan kebijakan kepada seluruh produsen pupuk anggota holding pupuk untuk menyediakan pupuk non subsidi di kios resmi agar petani memiliki kemudahan akses untuk memperoleh pupuk.
Dia menyebutkan, PT Pupuk Indonesia terus mengembangkan diri untuk meningkatkan daya saing, khususnya di pasar global. Pupuk Indonesia juga telah menyiapkan sejumlah langkah untuk terus berkembang, antara lain melalui program pengembangan NPK.
Selain itu, dilakukan pengembangan produk baru, pengembangan bahan baku NPK, peningkatan daya saing produk, pengembangan bisnis non pupuk, penataan anak-anak perusahaan serta riset terintegrasi.
Menurut dia, ke depan, Pupuk Indonesia lebih memprioritaskan pada pengembangan produk selain urea, mengingat pasar urea dunia sudah mengalami over-supply. Meskipun demikian, prospek bisnis pupuk masih menjanjikan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya lahan pertanian.
“Dibutuhkan jenis pupuk yang lebih baik dalam meningkatkan produktivitas tanaman, salah satunya lewat pengembangan pupuk NPK. Karena itu, produksi NPK terus ditingkatkan.” katanya.
Beberapa waktu lalu, Pupuk Indonesia telah meluncurkan program proyek NPK 2,4 juta ton, yaitu peningkatan kapasitas produksi NPK dari 3,1 juta menjadi 5,5 juta ton hingga 2021 mendatang. PSP