Di tengah sulit dan mahalnya dana untuk konservasi dan pemulihan lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) membuat keputusan “berani”. Kesepakatan kerjasama pengelolaan kolaboratif Taman Nasional Zamrud dengan kelompok Asia Pacific Resources International Holdings Ltd (APRIL) dibatalkan. Padahal, kerjasama ini bagian dari komitmen APRIL membantu dana 100 juta dolar AS untuk konservasi dan restorasi. Ada apa?
Raksasa pulp dan kertas APRIL menghadapi kenyataan pahit. Upaya membantu pemerintah dalam aktivitas konservasi dan restorasi tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan, komitmen kucuran dana 100 juta dolar AS (sekitar Rp1,3 triliun) — yang diumumkan di Paris di sela acara finalisasi traktat perubahan iklim, Desember 2015 — tidak membuat “silau”, kalau bukan tidak dianggap sama sekali, oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Hanya gara-gara membuat rilis bertepatan dengan peresmian Taman Nasional (TN) Zamrud, Riau oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat (22/7/16), empat hari berselang Kementerian LHK membatalkan kesepakatan kerjasama PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN) — anak usaha APRIL di bidang restorasi ekosistem — dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau untuk berkolaborasi dalam pengelolaan sejumlah kawasan konservasi di Riau, termasuk TN Zamrud. Padahal, kesepakatan ini sudah disusun sejak tahun 2015 dan perjanjian kerjasama pengelolaan kolaboratif TN Zamrud diteken 29 Juni 2016 di Kementerian LHK, disaksikan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Tachrir Fathoni.
Benarkah hanya gara-gara rilis Menteri LHK Siti Nurbaya sampai memutuskan kerjasama, yang bahkan bisa mengancam pelaksanaan komitmen terbesar yang pernah dilakukan oleh swasta nasional? Bukan itu, ternyata. “Perjanjian tersebut tidak konsisten dengan aspek-aspek legalitas tertentu dan mengandung banyak penyimpangan,” kata Sekjen Kementerian LHK, Bambang Hendroyono, Rabu (27/7/2016). Bahkan, dia menyebut salah satu prosedur yang dilanggar adalah “tidak dilibatkannya seluruh eselon I dalam proses pembahasan kerjasama tersebut.”
Luar biasa, memang. Padahal, info dari Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), kerjasama yang dilakukan sudah mengikuti seluruh tahapan dan prosedur yang ada. “Semua tahapan sudah dilewati sesuai prosedur. Tapi kalau kami tetap dianggap salah, ya kami akan minta maaf,” ujar Dirjen KSDAE, Tachrir Fatoni, Kamis (28/7/2016).
Yang menarik, tak cukup memutus kerjasama, Kementerian LHK juga mencopot Kepala BBKSDA Tandya Tjahjana (eselon IIb), yang baru menjabat empat bulan. Bahkan Dida Gardera, yang hanya Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi pada Biro Humas, juga terima nasib dipindah.
Namun, anggota Komisi IV DPR, Darori menyayangkan pemutusan kerjasama yang diambil Kementerian LHK. Apalagi, di tengah keterbatasan anggaran negara, kerjasama pemerintah dengan semua pihak justru harus didorong, bukan dimatikan. “Keputusan soal kerjasama ini mungkin dikarenakan masukan dari pembisik yang tidak tepat,” katanya, seraya menyebut akan berkomunikasi dengan Menteri Nurbaya. Ah, ada pembisik, ternyata. AI