Belanja Pemerintah Yang Makin Irit

Belanja pemerintah tahun 2016 ini makin ramping saja setelah  pemerintah memangkas anggaran belanja dalam APBN-P 2016 sebesar Rp133,8 triliun. Pemangkasan ini mencakup anggaran belanja Rp 65 triliun di Kementerian/Lembaga (K/L) serta transfer ke daerah Rp68,8 triliun.

Sebelumnya, besaran APBN-P  Tahun Anggaran 2016 yang telah disetujui DPR pada akhir bulan Juni lalu adalah sebesar Rp2.082.948‚9 miliar. Anggaran ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.306.696‚0 miliar dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp776.252,9 miliar.

Adapun asumsi dasar yang disepakati dalam APBN P 2016 antara lain, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% inflasi 4%, nilai tukar rupiah Rp13.500 per dollar Amerika Serikat (AS), dan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan 5,5%.

Sedangkan harga minyak mentah 40 dolar AS/barel, lifting minyak bumi 820.000 barel per hari (bph) dan lifting gas bumi 1.150 ribu per barel setara minyak per hari.

Namun menurut Sri Mulyani Indrawati, yang baru diangkat Presiden Joko Widodo sebagai menteri keuangan, APBN P 2016 tidak kredibel jika dikaitkan dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Karena itu Menkeu meminta agar APBN-P 2016 dipangkas lagi agar tidak terjadi defisit di atas 3 %.

 Memang, jika dikaitkan dengan asumsi-asumsi dasar dalam APBN-P 2016, ada sejumlah asumsi yang sulit untuk dipenuhi. Misalnya saja soal pertumbuhan ekonomi. Dalam asumsi dasar APBN-P 2016, ditargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,2 %. Namun melihat perkembangan yang terjadi, banyak pihak yang pesimis kalau target itu akan tercapai. Bahkan lembaga internasional hanya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini paling tinggi hanya 5,1 %.

Begitu juga dengan target pendapatan  pajak. Menurut Sri Mulyani, realisasi penerimaan pajak hingga akhir tahun diperkirakan lebih rendah sekitar Rp 219 triliun dari target Rp 1.539,2 triliun.

Realisasi yang rendah dari target ini dipicu beberapa faktor.Pertama, perlambatan ekonomi nasional. Kedua, dilihat dari harga komoditas, yang mengalami penurunan cukup tajam, sampai dengan hari masih terjadi penurunan. Meskipun harga komoditas seperti CPO sudah mulai stabil.
Harga komoditas ini mengkontribusikan penerimaan negara sebesar Rp 108 triliun sendiriKetiga, Lingkungan perdagangan internasional, dimana pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali selalu direvisi turun. Salah satu penyebab dari lemahnya pertumbuhan ekonomi dunia adalah perdagangan internasional yang sangat lemah.

Keempat, dari sisi sektoral, konstruksi perdagangan dan industri manufaktur, ada 3 sektor yang paling penting di dalam penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah. Kalau dilihat sampai hari ini, sektor ini tumbuh tapi stagnan.

Kelima, kebijakan pemerintah yang menaikkan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP), dari Rp36 juta menjadi Rp 54 juta

Jika memang pemangkasan anggaran harus tetap dilakukan, tentunya masyarakat berharap agar pos-pos yang dipangkas anggarannya itu adalah pos yang tidak berkaitan erat dengan sektor rakyat banyak. Uapaya untuk mengurangi kemiskinan, memangkas jumlah pengangguran dan peningkatan taraf hidup rakyat tidak boleh dikurangi anggarannya.