Beberapa Perguruan Tinggi (PT) menilai sektor pertanian terbukti menjadi penopang ekonomi nasional, terutama di masa pandemi seperti sekarang. Bahkan, sektor ini merupakan penyumbang PDB, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa negara.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM), Jamhari menyampaikan pentingnya peranan sektor pertanian terhadap perbaikan dan penguatan ekonomi nasional. Hal itu dikemukakannya dalam diskusi berjudul Menakar Kekuatan Sektor Pertanian Sebagai Penopang Ekonomi Nasional yang diselenggarakan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM PEB UI), Selasa (23/2/2021).
“Sektor pertanian itu tidak bisa dipisahkan dari penopang ekonomi nasional. Sebab pertanian adalah sumber utama pendapatan rumah tangga. Bahkan penyumbang PDB, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa negara,” katanya.
Menurut dia, peranan sektor pertanian juga sangat besar dalam penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri di seluruh dunia. Apalagi, pertanian terbukti mampu berperan terhadap penyediaan bahan pakan dan bahan baku bioenergi.
“Pertanian itu tidak bisa dilepaskan, baik dalam kondisi normal maupun tidak normal. Kita lihat saja sekarang tidak akan ada mie instan, restoran, atau indusru manufaktur lainya yang tanpa ada tanaman padi dan pertanian lainnya. Jadi, saya kira sangat penting sekali sektor pertanian ini,” katanya.
Jamhari mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk memulai gerakan tanam serta membentuk karakter konsumsi pangan lokal secara masif di tiap-tiap daerah.
“Artinya, saya mau bilang, kalau kita harus membentuk karakter konsumsi pangan lokal supaya pangan kita beragam dan mengkapitalisasinya dengan pangan lain,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Neraca dan Produksi pada Badan Pusat Statistik (BPS), Dody Herlando — yang diwakili Koordinator Fungsi Konsolidasi Neraca Produksi Nasional, Nur Indah Kristiani — mengapresiasi kontribusi sektor pertanian terhadap proses pemulihan ekonomi nasional selama krisis pandemi COVID-19, yakni sejak tahun 2019 hingga memasuki bulan kedua di tahun 2021.
Menurut Indah, data dan statistik sektor pertanian sejauh ini menunjukan pertumbuhan positif, yakni mencapai 2,59% dengan subsektor tanaman pangan sebagai penyumbang tertingginya, yaitu 10,47%. Angka tersebut didorong karena adanya peningkatan luas panen dan produksi padi, jagung, ubi kayu serta dukungan cuaca yang relatif bagus.
“Selain itu BPS juga mencatat bahwa sektor pertanian berkontribusi terhadap pertumbuhan 5 sektor lapangan kerja. Kemudian kalau kita lihat dari perdagangan produk pertanian ke luar negeri juga mengalami kenanaikan sebesar 14% dengan 3 komoditas utamanya, yakni kopi, tanaman obat dan rempah,” katanya
Indah mengatakan, berbagai perbaikan pada sektor pertanian juga berdampak besar pada kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP). NTP, kata Indah, mengalami kenaikan 0,74% jika dibandingkan 2019. Sedangkan NTP di bulan Desember (bulan ke bulan/m-o-m) naik sebesar 0,37%. Adapun untuk NTUP, angkanya mencapai 0,70% untuk periode bulan Desember 2020.
“Ke depan, sektor pertanian memiliki peluang besar untuk meningkatkan Ekonomi Nasional. Sebab sampai saat ini rata rata pendapatan petani mencapai 1,9 juta dan menumbuhkan lapangan usaha pertanian sebesar 13%,” katanya.
Untung Pangan Kita Aman
Sementara Dewan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Profesor Dorodjatun Kuntjoro Jakti meminta semua elemen bangsa untuk menjaga dan merawat ketersediaan pangan nasional, yang sejauh ini masih dalam kondisi baik.
Menurut dia, kebutuhan pangan mutlak dipenuhi secara berkelanjutan karena makanan adalah sumber utama dari berbagai kehidupan. “Beruntung, di tengah pandemi seperti saat ini, food tidak jadi soal. Kalau jadi soal, mati sudah kita,” kata Dorodjatun pada diskusi yang sama.
Dorodjatun mengatakan, sektor pertanian sejauh ini menjadi sektor alternatif dalam memenuhi kebutuhan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yang terkena dampak langsung akibat situasi dan kondisi pandemi COVID-19 berkepanjangan.
Menurut dia, sangat terlihat jelas bahwa sektor pangan di tengah pandemi terus berjalan. Di Indonesia saja, kalau terjadi krisis ekonomi, masyarakat pasti pulang kampung dan bertanam.
“Jadi, saya kira di dunia ini perekonomiannya negatif semua. Namun, untuk pertanian masih positif. Sebab, kalau kita bicara perut, kita tidak bisa makan janji, makan visi, makan misi, makan strategi dan makan yang lain-lain. Yang kita makan hanya pangan,” katanya.
Di kesempatan itu, anggota Komisi IV DPR, Endang S Tohari menyayangkan kebijakan pemerintah yang memangkas anggaran lingkup Kementan hingga mencapai Rp6 triliun. Menurut Endang, kebijakan tersebut membuktikan bahwa political will negara tidak menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas.
“Ini menunjukan political will kita terhadap pertanian tidak menjadi prioritas. Ke depan, political will yang berpihak pada sektor pertanian akan kita perjuangkan. Sebab, bangsa yang kuat adalah bangsa yang berdaulat terhadap pangan. Pangan adalah soal mati hidupnya sebuah bangsa,” katanya.
Peneliti Senior pada Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Riyanto, menemukan adanya kekuatan besar sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasional melalui berbagai industri manufaktur.
Temuan tersebut, kata Riyanto, merujuk pada data, di mana setiap 1% pertumbuhan sektor pertanian secara tidak langsung berdampak besar terhadap tumbuh kembangnya 1,36% pertumbuhan industri.
“Ini hasil temuan penelitian kita, di mana setiap 1% pertumbuhan sektor pertanian, ada 1,36% industri yang tumbuh secara masif. Jadi, saya kira hubungan antara pertanian dan perekonomian lebih kuat dibanding hubunganya dengan sektor industri,” katanya.
Riyanto mengatakan, pertanian dan agroindustri memiliki potensi besar untuk menjadi mesin penggerak dalam mendorong transformasi struktural yang selama ini belum tuntas. Keduanya diperkirakan akan menjadi motor penggerak dalam perbaikan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Sektor pertanian itu selalu jadi bahan baku industri. Makanya, hulu ke hilir memiliki danpak positif. Jadi, menurut saya subsektor manufaktur yang musti didorong adalah sektor pertanian. Kenapa? karena bahan bakunya pasti menggunakan bahan pertanian, bahkan mencapai 24%,” tutupnya. PSP
Januari 2021 Nilai Tukar Petani Naik
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) pada Januari 2021 mencapai 103,26 atau naik 0,01% dibanding bulan sebelumnya. Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,45% atau lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang hanya sebesar 0,44%.
“Indeks yang diterima petani meningkat 0,45% sementara yang dibayarkan meningkat 0,44,” ujar Kepala BPS Suhariyanto belum lama ini.
Disebutkan, pada bulan Desember 2020, nilai NTP juga naik hingga mencapai 103,25, dengan subsektor tanaman hortikultura sebesar 1,01%. Kenaikan terjadi karena indeks yang diterima petani di sektor tersebut mencapai 1,34%, sedangkan indeks yang dibayarkan hanya 0,33%.
“Adapun komoditas yang mempengaruhi kenaikan indeks yang diterima petani hortikultura sebelumnya adalah cabai rawit, cabai merah, tomat, kol, kubis, wortel, kentang, jeruk dan cabai hijau,” katanya.
Sebagai informasi, NTP adalah perbandingan harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan indikator untuk melihat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Petani tergolong sejahtera jika NTP di atas 100.
Sementara itu, nilai tukar usaha pertanian (NTUP) yang merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal pada Januari 2021 juga mengalami kenaikan sebesar 0,01% atau sebesar 104,01 jika dibanding NTUP pada bulan sebelumnya. Jamalzen/PSP