Singapura Permalukan Indonesia

Kasus kebakaran lahan dan hutan yang terjadi 2015 berbuntut panjang. Singapura mempermalukan Indonesia dan mengancam menangkap seorang WNI jika masuk ke negara pulau tersebut. Sayangnya, Indonesia sekadar protes keras, sementara otoritas lingkungan hidup Singapura tanpa takut masih menunggu sejumlah WNI untuk diperiksa. Cukupkah sekadar protes keras?

Singapura benar-benar arogan dan tanpa sungkan mengeluarkan surat panggilan kepada enam perusahaan Indonesia terkait dengan kasus kebakaran lahan dan hutan tahun 2015. Bahkan, berdasarkan Undang-undang Pencemaran Asap Lintas Batas (THPA) 2014, seorang direktur perusahaan kehutanan Indonesia, yang menginap di sebuah apartemen, dicegat aparat Singapura dan diberi surat panggilan penyelidikan oleh Badan Lingkungan Hidup Singapura (NEA).

Direksi salah satu anak usaha grup raksasa kehutanan Indonesia ini dipaksa menerima surat panggilan tersebut. Bahkan, aparat menghalangi upayanya untuk berkonsultasi dengan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura. Namun, pada saat tanggal panggilan yang ditentukan surat itu, “dia tidak hadir,” ungkap sumber Agro Indonesia di internal perusahaan.

Mangkirnya sang direksi membuat berang Singapura. Bukannya mawas diri, negeri pulau itu malah mengungkap kasus tersebut di pers. “NEA sudah dapat surat perintah pengadilan untuk memastikan kehadirannya saat dia masuk Singapura, yang sesuai dengan aturan hukum THPA. Ini berarti jika sang direktur masuk ke Singapura, dia bisa ditahan oleh petugas NEA untuk tujuan penyelidikan,” demikian pernyataan jubir NEA yang dikutip media massa Singapura, Rabu (11/5/2016).

Implementasi THPA ini dinilai Hikmahanto Juwana, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, sebagai sikap arogan Singapura, yang seolah menjadi negara besar dan bisa menindas negara kecil. THPA disebutnya melangakahi batas-batas kedaulatan negara. “Langkah itu menyalahi isi Piagam ASEAN tentang menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh negara anggota ASEAN,” katanya.

Bahkan, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Saldi Isra menilai Singapura telah mengancam kedaulatan hukum pidana yang berlaku di Indonesia serta menyalahi prinsip-prinsip hukum pidana internasional. “Sebuah negara berdaulat tidak bisa menerapkan hukum mereka untuk menindak pelaku kejahatan yang dilakukan oleh warga negara lain di luar wilayah negara tersebut,” ujar Saldi.

Sejauh ini, pihak Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, hanya memprotes keras melalui dubes RI di Singapura. Hanya itu? Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Agus Justianto mengaku, pemerintah sedang mengevaluasi beberapa kerjasama sektor kehutanan dengan Singapura. Bahkan, Kementerian LHK juga sedang menyisir perusahaan Singapura yang punya konsesi di negeri ini, terutama dikaitkan dengan moratorium perkebunan sawit. Apa bentuk sanksinya? Kita tunggu saja. AI