SNI Wajib Pelumas Perkuat Perlindungan Konsumen

Pemerintah dan produsen pelumas optimistis beleid soal penerapan SNI Wajib Pelumas  akan memicu iklim bisnis yang sehat serta meningkatkan volume produksi pelumas nasional dari sebelumnya 40% dari jumlah total kapasitas terpasang sebanyak 2 juta kiloliter/tahun menjadi 60 % dari total kapasitas. Selain itu, konsumen juga makin terlindungi dari produk bermutu rendah dan tak ramah lingkungan.

Demikian kesimpulan yang disampaikan Taufik Bawazier, Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Andria Nusa, Ketua Bidang Pengembangan Asosiasi Produsen Pelumas Dalam Negeri (Aspelindo), Ketua Umum Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi) Barman Tambunan, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi di acara Media Workshop bertajuk “Implementasi Peraturan SNI Wajib Pelumas Bagi Perlindungan Konsumen” yang digelar oleh Forum Wartawan Industri (Forwin) di Hotel Bidakara, Jakarta, pada Rabu (27/03/2019).

Pemerintah mewajibkan pelaku usaha pelumas baik produsen dalam negeri maupun importir memiliki SNI pada 10 September 2019, atau setahun setelah Permen Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 itu diundangkan pada 10 September 2018.

Taufik menyebutkan peraturan ini mencantumkan 57 pasal dalam 10 bab yang menunjukkan komitmen negara untuk melindungi konsumen. “Permen ini diterbitkan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan keinginan pemerintah. Jadi, yang pertama diprioritaskan di aturan ini adalah melindungi konsumen, kemudian menciptakan persaingan usaha yang sehat serta meningkatkan kapasitas produksi bagi industri pelumas nasional,” ujar Taufik.

Dia merincikan saat ini sebanyak 7 jenis pelumas telah dikenai aturan SNI Wajib, yaitu pelumas untuk motor bensin 4 langkah kendaraan bermotor, motor bensin 4 langkah sepeda motor, motor bensin 2 langkah dengan pendingin udara, motor bensin 2 langkah dengan pendingin air, motor diesel putaran tinggi, roda gigi transmisi manual dan gardan, serta untuk transmisi otomatis. Produk pelumas yang beredar di Tanah Air, baik itu yang diproduksi dalam negeri ataupun impor, diwajibkan  mengikuti pemeriksaan proses produksinya oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan uji fisika kimia di laboratorium pengujian untuk menguji mutu dan kualitas produk pelumas sebagai proses memperoleh sertifikat SNI.

Untuk mendukung penerapan SNI wajib pelumas itu, Kemenperin menunjuk 12 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) dan 10 Laboratorium Pengujian. LSPro merupakan lembaga independen yang menerbitkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI Pelumas yang diakreditasi oleh KAN (Komite Akreditasi Negara) atau ditunjuk oleh Kemenperin. Adapun, laboratorium penguji adalah laboratorium yang melakukan kegiatan pengujian kesesuaian mutu terhadap contoh pelumas, yang juga harus diakreditasi oleh KAN atau ditunjuk oleh Kemenperin.

Adapun, pasal 6 Permen Perindustrian ini menyebutkan pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan pelumas wajib memenuhi ketentuan SNI.

Oleh karena itu, Taufik menegaskan, pelumas yang beredar di Indonesia diwajibkan mencantumkan logo SNI. Jika melanggar ketentuan, pemerintah menerapkan sanksi pidana sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian.

“Semua produk pelumas yang beredar di Indonesia wajib memenuhi SNI mulai September 2019. Jika melanggar, perusahaan akan menerima sanksi pidana dan denda. Jika ada pelumas yang yang SNI-nya palsu, mereka melanggar peraturan yang terancam denda Rp 50 miliar sesuai UU tentang Standarisasi dan Penilaian Keseusaian,” ujar Taufik.

Lebih lanjut, Taufik menyebutkan tujuan diterbitkan peraturan SNI wajib pelumas ini bukan untuk menghambat importir pelumas. “Kami tidak melarang impor, tetapi pelumas impor harus bersaing sehat dengan pelumas yang diproduksi di Indonesia yang sesuai standar SNI,” tutur Taufik menegaskan. SNI, menurut Taufik adalah standar nasional yang sudah diakui secara internasional oleh WTO (World Trade Organization).

Pendapat senada dikemukakan oleh Andria Nusa dari Aspelindo yang mengapresiasi pemerintah menerapkan aturan tersebut. “Dampaknya adalah memperkuat perlindungan masyarakat karena kewajiban SNI menjamin mutu kualitas produk, sehingga konsumen terlindungi saat menggunakan pelumas,” Andria menjabarkan. SNI wajib pelumas ini juga membuat iklim persaingan usaha menjadi fair san sehat. Ini bisa membuat industri pelumas dalam negeri berkembang.

Andria juga mengemukakan biaya mendapatkan sertifikasi SNI pada pelumas murah. “Biaya uji SNI sekitar Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per SNI,” sebutnya. Dia mengilustrasikan apabila suatu perusahaan memproduksi pelumas 1.000 KL saja (dr total kebutuhan nasional 950.000 KL) maka biaya proses sertifikasi SNI berkisar hanya Rp 20 hingga Rp 30 per liter.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Masyarakat Pelumas Indonesia (Maspi), Barman Tambunan, menjelaskan pemberlakuan SNI wajib pelumas ini dipicu oleh maraknya pelumas berkualitas rendah dan tidak sesuai standar.

”Sangat tepat pemerintah mengeluarkan aturan ini untuk melindungi konsumen,” imbuh Barman. Maspi bersama Kemenperin dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berpartisipasi aktif dalam merumuskan peraturan ini.

Tulus Abadi dari YLKI menghimbau konsumen untuk membeli pelumas SNI seiring dengan diberlakukannya aturan tersebut. “SNI itu adalah instrumen untuk mengontrol free market yang memberikan perlindungan konsumen dan menciptakan persaingan sehat. YLKI menghimbau pemerintah harus melakukan kontrol pasca pasar dengan menginspeksi dan mengawasi pemberlakuan SNI wajib untuk pelumas,” kata Tulus. Buyung N