PT Pupuk Indonesia (Persero) tahun ini kembali menargetkan ekspor pupuk ke sejumlah negara. Alokasi ekspor pupuk tersebut merupakan sisa dari penyaluran pupuk bersubsidi yang dilakukan dalam setahun.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Aas Asikin Idat mengatakan, target ekspor pupuk tahun ini sama seperti tahun lalu. Tahun 2018, Pupuk Indonesia mengekspor lima jenis pupuk sebanyak 1,9 juta ton.
Pupuk yang diekspor itu terdiri dari pupuk urea 1,14 juta ton, NPK 143.000 ton, amoniak 659,8 ribu ton, serta ZA sebanyak 12.000 ton.
“Ekspor akan kita lakukan dan mengambil dari pasokan komersial, bukan pupuk bersubsidi. Jumlahnya (ekspor) hampir sama seperti tahun lalu,” kata Aas di Karawang, Jawa Barat, Kamis (21/3/2019).
Aas mengaku akan berhitung secara cermat agar ekspor yang dijajaki tahun ini tidak mengurangi penyaluran pupuk bersubsidi untuk para petani lokal. Tahun ini, Pupuk Indonesia mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 8,8 juta ton dari total volume produksi tahunan sekitar 13,5 juta ton.
Rincian pupuk subsidi tersebut adalah urea sebanyak 3,8 juta ton pupuk, SP-36 sebanyak 779.000 ton, pupuk ZA sekitar 996.000 ton, NPK 2,33 juta ton, dan 948.000 ton pupuk organik.
Sisa dari penyaluran pupuk bersubsidi itu yang akan dijual secara komersial atau diekspor ke sejumlah negara. “Kita utamakan dulu kepentingan dalam negeri. Jadi, kita berhitung mana untuk domestik dan ekspor,” ujar dia.
Minta persetujuan
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Achmad Tossin Sutawikara menegaskan, sebelum ekspor dilakukan, pihaknya terlebih dahulu meminta persetujuan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan selaku regulator.
Persetujuan penjualan pupuk dengan harga nonsubsidi dan ekspor akan diberikan ketika penugasan penyaluran per kuartal atau per musim tanam sudah dirampungkan.
Melihat tren dari tahun-tahun sebelumnya, pasar ekspor pupuk Indonesia adalah China, Vietnam, Bangladesh, Selandia Baru, Rusia, dan Amerika Serikat.
Tossin mengatakan, perseroan fokus pada target penyaluran di kuartal pertama 2019. Tahun ini, Pupuk Indonesia diberi tugas menyalurkan 8,8 juta ton, maka penyaluran per kuartal sekitar 2,2 juta ton.
“Intinya, ekspor bisa dilakukan kalau penyaluran dalam negeri sudah terpenuhi, dan setelah itu baru nanti akan ada potensi ekspor. (Tapi itu pun) Dengan catatan, tidak ada penambahan alokasi penyaluran pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Tossin mengatakan, tahun lalu pemerintah menugaskan Pupuk Indonesia untuk menyalurkan pupuk bersubsidi sebanyak 9,5 juta ton. Dengan kata lain, ada penurunan jumlah penugasan penyaluran untuk tahun ini.
Namun, Tossin tidak dapat menjelaskan alasan penurunan tersebut karena sepenuhnya diatur pemerintah. Oleh sebab itu, perseroan masih mengantisipasi tambahan penyaluran tahun ini.
Di sisi lain, pihaknya juga menugaskan seluruh anak usaha untuk menyediakan pupuk non subsidi di setiap daerah dengan kemasan di bawah 50 kilogram. Tujuannya, agar harga dapat lebih murah dan dijangkau oleh petani.
Instruksi tersebut dikeluarkan karena kerap terjadi pupuk subsidi sulit didapatkan. “Sebenarnya pupuk itu bukan langka, tapi penugasan yang membatasi penyaluran. Kan tidak boleh disalurkan lebih dari yang ditugaskan,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengancam akan mencabut izin distributor pupuk apabila terbukti bermain curang. “Kalau distributornya tidak benar, izinnya akan dicabut,” ujarnya saat kunjungannya ke Kabupaten Wulu, Sulawesi Selatan, belum lama ini.
Tidak hanya distributor pupuk, Amran juga akan menindak perusahaan distributor bibit yang menyalurkan bibit kualitas rendah kepada para petani kakao. “Kita akan blacklist distributor bibit yang curang, ini merugikan para petani kita,” tegasnya.
Salah seorang petani sawah di Luwu, Andi Syaifullah mengaku curiga adanya mafia pupuk sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan. Menurut Andi, kelangkaan sudah sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Dia mengklaim, ada kelompok-kelompok tertentu yang mempermainkan alur distribusi pupuk. “Bantuan pemerintah selama ini berupa subsidi, tapi kami kan juga mau beli. Kalau nonton di TV pasokannya selalu ada, tapi saat beli kami sering dibatasi,” ujar Andi.
Andi mengatakan, kelangkaan pupuk cukup berdampak terhadap hasil panennya. Kelangkaan ini mengakibatkan penurunan jumlah produksi setiap kali panen. “Dulu biasanya bisa menghasilkan 70 karung, sekarang kita hanya 40 karung,” tuturnya.
Tidak ganggu dalam negeri
Direktur Pupuk dan Pestisida, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP), Muhrizal Sarwani mengatakan, ekspor pupuk yang akan dilakukan Pupuk Indonesia tidak mengganggu pengadaan pupuk subsidi dalam negeri.
“Izin impor diberikan dengan catatan jika pupuk buat petani nasional dianggap aman dan cukup. Tahun lalu juga ekspor, dan pengadaan pupuk buat petani aman-aman saja,” katanya di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Dia mengakui, dampak dari ekspor pupuk urea adalah berimbas ke produsen pupuk NPK lokal, karena urea akan menjadi mahal. Dulu, pada saat urea murah, produsen NPK impor dari Tiongkok, namun rugi karena NPK yang mereka suplai ke kebun-kebun ditolak.
Data Agro Indonesia mencatat Januari-Agustus 2018, Pupuk Indonesia telah ekspor pupuk sebesar 1.081.425 ton yang terdiri dari 616.294 ton Urea, amoniak sebanyak 371.841 ton dan NPK sekitar 93.290 ton dengan total devisa Rp4,55 triliun.
Pupuk Indonesia sebagai produsen pupuk terbesar di Asia Tenggara menguasai pasar pupuk di Filipina, Vietnam, Thailand, Myanmar, Malaysia, Timor Leste dan Singapura dengan total ekspor urea sebanyak 507.694 ton, 126.170 ton Amoniak, dan 21.301 ton NPK atau senilai Rp2,67 triliun.
Selain Asia Tenggara, wilayah Asia Timur seperti China, Jepang dan Korea Selatan masih menjadi tujuan ekspor tertinggi untuk produk-produk tersebut. Tidak hanya wilayah Asia, produk Pupuk Indonesia pun sudah masuk ke pasar Yordania, Amerika Serikat, Afrika Selatan, Chile, Puerto Rico, dan Peru. PSP