Di ujung jabatan sebagai menteri pertanian, Suswono mengakui secara terbuka telah salah hitung program swasembada daging. Padahal, data yang digunakan adalah hitungan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 2011, yang kebetulan kepalanya dijabat Rusman Heriawan, yang sekarang wakil menteri pertanian. Siapa salah? Peternak rakyat, ternyata!
Butuh dua tahun buat Menteri Pertanian Suswono mengakui secara terbuka telah terjadi kesalahan hitung program swasembada daging sapi, yang sudah disuarakan stakeholder peternakan sejak tahun 2012. Menurutnya, target swasembada meleset akibat perhitungan yang tidak valid. “Saya akui, kami salah hitung soal swasembada daging sapi. Ketika sensus 2011, total volume mencapai 14,8 juta ekor sapi. Dengan mengurangi impor, banyak sapi yang dipotong. Bahkan, yang betina juga dipotong,” ungkap Suswono di Subang awal Oktober.
Salah hitung yang berakibat buruk buat peternakan nasional saat ini bukan perkara ringan. Paling tidak, Badan Pusat Statistik (BPS) selaku institusi pemerintah yang menjalani program tersebut, lewat pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK) 2011, bertanggung jawab secara moril. Dan, tak butuh waktu lama untuk mencari tahu jawabannya.
Adalah Wakil Mentan Rusman Heriawan yang menepis BPS salah melakukan penghitungan. Hitungan BPS sudah sesuai kaidah. “Kita menggunakan model Cohort, diamati flow-nya sehingga ada potensi sapi yang bisa dipotong tingkat produksinya sekian mulai dari 2011-2015. Namun, apa yang diperhitungkan di dalam kalkulasi itu tidak seperti apa yang terjadi di lapangan,” ujar Rusman di kantornya, Jakarta, Senin (6/10/2014).
Penjelasan, kalau bukan bantahan, Rusman sangat wajar. Maklum, saat PSPK digelar dia adalah kepala BPS sebelum dilantik menjadi wamentan tahun 2012. Itu sebabnya, jika lembaga resmi sudah saling kelit, maka tuduhan paling mudah adalah: salahkan rakyat! Menurut Rusman, peternak sapi Indonesia tidak berlandaskan bisnis 100%, tapi sekadar hobi dan penjualan pun situasional. Butuh uang jual, tak butuh terus pelihara.
Yang menyakitkan, salah hitung yang berakibat kelirunya kebijakan pemerintah bisa menyeret peternak rakyat ke penjara. Pasalnya, kesalahan hitung itu berakibat mahalnya harga daging dan jadi insentif rakyat menjual sapinya, termasuk betina produktif. Nah, berdasarkan UU No.18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pemotongan sapi betina produktif bisa diganjar denda antara Rp1-25 juta plus ancaman pidana penjara 1-9 bulan.
Absurd, memang. Tidak aneh jika Ketua PPSKI Teguh Boediayana pun menyebut sektor pertanian adalah noktah hitam pemerintahan SBY. AI