Relawan Jaringan Rimbawan (RJR) menegaskan pentingnya Tata Ruang Kesepakatan yang bersifat komprehensif di setiap provinsi untuk mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis pelestarian hutan.
Hal itu dinyatakan RJR saat Rapat Dengar Pendapat dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), secara daring, Selasa, 29 Juni 2021.
“DPD menyambut sangat baik inisiatif kolaborasi dengan RJR untuk menciptakan kesepakatan tata ruang yang baru sebagai bagian dari upaya memperkuat pembangunan daerah berkelanjutan berbasis pelestarian hutan,” kata Ketua Umum RJR Suhariyanto.
Turut hadir pada kesempatan tersebut, Sekjen RJR Anung Setyadi, Ketua Divisi Kolaborasi, Hubungan Antar Lembaga dan Humas RJR Tjipta Purwita, Ketua Divisi Kebijakan dan Riset RJR Petrus Gunarso, Ketua Divisi Pemberdayaan Masyarakat RJF Prof. John, dan Dewan Pengawas RJR Hardjono Arisman dan Haryadi Himawan.
Hadir juga akademisi maupun praktisi yang juga pengurus RJR seperti Dr. Hendrik Segah (Universitas Palangkaraya), Dr. J.P. Gentur Sutapa (Fahutan UGM), dan Fajar Suryo Pratomo (Praktisi dari Pekanbaru).
RJR adalah lembaga independen yang resmi terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai organisasi berbadan-hukum perkumpulan yang menjadi mitra pemerintah maupun stakeholders yang lain.
Diantara misi yang diperjuangkan RJR adalah mewujudkan mantra “voicing the voiceless” atau menyuarakan mereka yang tak mampu bersuara maupun melakukan kajian tata kelola yang baik (good governance) di bidang kehutanan, lingkungan hidup, dan sosial-kemasyarakatan pada umumnya.
RJR sebagai wadah rimbawan profesional secara sukarela membantu memberikan solusi secara mandiri, terbuka, berkeadilan, inovatif, serta memberikan motivasi untuk maju bersama.
Salah satu kepentingan rakyat yang sedang diperjuangkan adalah mendorong implementasi Tata Ruang Kesepakatan. RJR telah melakukan serangkaian kegiatan, termasuk menyampaikan gagasan dan pemikiran kepada Presiden Joko Widodo terkait implementasi Tata Ruang Kesepakatan.
Suhariyanto menjelaskan, RJR memandang banyak kasus tata ruang di Indonesia yang prosesnya relatif belum memberi ruang secara memadai bagi tercapainya kesepakatan yang luas antar berbagai pihak yang berkepentingan. “RJR memandang perlunya diperkuat kolaborasi dan kegotong-royongan antar stakeholders,” katanya.
RDP RJR dan DPD diharapkan bisa menjadi wahana untuk bertukar-pikiran, saling memperkaya gagasan dan bersama mengatasi masalah dengan berkolaborasi.
Masukan para senator anggota DPD RI dari berbagai daerah sangat diperlukan untuk membangun jejaring guna terwujudnya akselerasi tata ruang kesepakatan provinsi di seluruh Indonesia.
Melalui ajang tukar pikiran dan pendapat bersama DPD RI ini, RJR mengharapkan terbangun solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tata ruang yang bersifat generik, hampir terjadi di semua propinsi. “Dengan mengusulkan untuk memberi makna baru Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Propinsi menjadi Tata Ruang Kesepakatan,” kata Suhariyanto.
Kesepakatan tata ruang yang disusun di tiap provinsi diharapkan bersifat komprehensif dengan memperhatikan seluruh aspek penting yang ada.
Antara lain memperhatikan dimensi humaniora, dimensi iptek, dimensi pemanfaatan, dimensi keanekaragamanhayati termasuk bio-region, sekaligus menciptakan model atau yurisprudency dalam menyelesaikan masalah tenurial, kepastian hak (property right), investasi, perizinan berusaha, serta penciptaan lapangan kerja yang luas.
Di samping itu, diharapkan pula kesepakatan tata ruang tersebut harus bisa terealisasi sampai di tingkat tapak dengan melibatkan sebanyak mungkin stakeholders guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020 semangatnya memungkinkan adanya kesepakatan, kolaborasi, dan sinergi antar sektor,” kata Suhariyanto.
Sugiharto