Tataniaga Baru plus HET Beras

Setelah berhasil menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas gula pasir, daging beku dan minyak goreng melalui penerapan harga eceran tertinggi (HET), pemerintah kembali akan menerapkan pola yang sama dalam menjaga stabilitas harga dan pasokan komoditas beras.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan menambah jenis komoditas pangan yang diatur dalam kebijakan HET. Dengan kebijakan ini, diharapkan pemerintah mampu mengendalikan harga pangan agar tidak melonjak signifikan, khususnya pada momen-momen tertentu.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan, setelah gula, daging dan minyak goreng, kini Kementerian Perdagangan akan mengatur HET untuk komoditas beras. Pengaturan HET ini penting mengingat beras merupakan bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.

“Kita jaga pasokan dan kemudian akan ada harga batas. HET akan kami terapkan betul. Setelah gula, daging dan minyak goreng, sekarang beras,” kata Enggar, pekan lalu.

Menurutnya, keputusan menerapkan HET terhadap beras tidak dapat dilakukan secara sepihak, tetapi juga harus berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan produksi beras, yakni Kementerian Pertanian (Kementan) — yang merupakan regulator di sektor hulu. “Bersama-sama dengan Mentan, tentu karena beliau di sana (hulu) dan saya di ujungnya (hilir),” papar Mendag.

Selama ini, untuk menjaga stabilitas dan pasokan beras di dalam negeri, pemerintah telah menetapkan harga acuan terhadap harga beras dan gabah. “Harga acuan itu nantinya akan ditingkatkan menjadi HET,” papar Enggar.

Sebelumnya, dalam menghadapi puasa dan lebaran, Kemendag telah menerapkan kebijakan HET terhadap tiga komoditas pangan, yakni gula pasir, daging beku dan minyak goreng kemasan.

Melalui kebijakan HET itu, harga tertinggi untuk gula pasir adalah Rp12.500/kg, harga tertinggi daging sapi beku Rp80.000/kg. Sedangkan untuk minyak goreng kemasan sederhana, harga teringginya ditetapkan sebesar Rp11.000/kg. Kebijakan tersebut berlaku untuk di pasar-pasar swalayan atau toko ritel.

Walaupun hanya diterapkan di pasar swalayan dan toko ritel, kebijakan HET tersebut terbukti ampuh dalam menjaga stabilisasi harga dan pasokan ketiga komoditas tersebut selama bulan puasa hingga menjelang hari raya Idul Fitri.

Memang ada kenaikan harga pada komoditas tersebut, namun kenaikannya masih dalam tingkat yang wajar sehingga tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Tak ayal, penerapan HET dinilai telah mampu meredam besaran inflasi pada bulan Juni.

Menurut Mendag, tahun ini pemerintahan Presiden Joko Widodo berhasil mengendalikan harga dan menjaga ketersediaan stok hingga H+3 Lebaran. Pemerintah bahkan berhasil mewujudkan inflasi terendah dalam beberapa bulan terakhir ini.

“Prestasi yang dicapai Pemerintah ini tentunya juga atas sinergi yang baik dengan Kementerian Pertanian, Kepolisian RI, Satuan Petugas (Satgas) Pangan, KPPU, Bulog, serta asosiasi/dunia usaha,” tegas Mendag.

Terkait dengan terkendalinya harga komoditas pangan itu, Mendag memberikan apresiasi dan menyampaikan terima kasih kepada asosiasi dan para pengusaha yang telah aktif berpartisipasi. Tidak hanya itu, apresiasi juga disampaikan bagi asosiasi dan para pengusaha yang terlibat dalam aksi sosial Pasar Murah Ramadan 1438 H.

“Saya sampaikan apresiasi dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada asosiasi-asosiasi dan para pengusaha yang telah membuat ibu-ibu tersenyum dan khusyuk beribadah selama Ramadan dan Lebaran,”  papar Enggar.

Tataniaga baru

Agar stabilitas harga dan pasokan komoditas pangan tetap terjaga, Mendag menyatakan bahwa komoditas pangan lainnya juga akan dikenakan HET, yakni beras dan bawang putih.

Khusus untuk beras, selain menerapkan HET, Kemendag juga akan menerapkan tataniaga beras yang baru. Salah satu bentuk tataniaga tersebut adalah kewajiban pengusaha beras mendaftarkan perusahaan dan gudang, serta melaporkan posisi stoknya.

“Dengan penataan dan pendataan yang lengkap, maka diharapkan asumsi konsumsi akan lebih akurat. Selain itu juga mencegah adanya  daerah kekurangan stok beras akibat rantai distribusi yang belum tertata,” lanjut Enggar.

Dia menyebutkan, masalah yang dihadapi di sektor perberasan adalah keuntungan di tingkat produsen (petani) yang relatif kecil dibandingkan dengan di rantai distribusi, sementara yang harus dibayar oleh konsumen cukup besar.

“Dengan tataniaga yang semakin baik, diharapkan distribusi keuntungan yang lebih adil dapat terwujud,” tegasnya.

Analisis

Kebijakan pemerintah menerapkan HET terhadap beras secara umum didukung pengusaha penggilingan padi dan pedagang. “Kami mendukung kebijakan itu asalkan telah melalui analisis yang baik,” ujar  Ketua Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (DPD Perpadi), Nellys Soekidi kepada Agro Indonesia, Jumat (14/7/2017).

Dia meminta pemerintah menghitung dengan cermat penerapan HET beras. “Indonesia itu sangat luas ya. Karena tidak mungkin harga di Jawa ini sama dengan yang di Sumatera, atau Papua. Itu kan butuh distribusi. Kalau HET-nya sama, saya pikir perlu dikalkulasi lagi,” ucapnya.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar penerapan HET itu tidak hanya dilakukan terhadap beras medium saja tetapi juga terhadap beras premium. Hal ini diperlukan karena beras premium asalnya juga dari beras medium yang diolah kembali.

“Kalau beras premium tidak dikenakan HET, maka beras medium bisa diborong untuk dijadikan beras premium yang bisa dijual dengan harga lebih tinggi,” paparnya.

Menurut Nellys, pengusaha penggilingan padi dan pedagang hanyalah media dalam mata rantai distribusi beras dari petani hingga ke masyarakat konsumen. Sebagai media, tentunya mereka akan mengikuti aturan yang diberlakukan pihak regulator.

Dia juga menambahkan, pemerintah perlu melakukan sosialisasi sebelum peraturan tersebut ditetapkan. “Saya berharap sosialisasinya dilakukan sebelum peraturannya ditetapkan. Jadi, dari sosialisasi, kita bisa tahun efek-efek positifnya seperti apa,” kata Nellys.

Dia mengaku, kebijakan HET belum dibahas dalam pertemuan antara Pepadi dengan Mendag awal pekan lalu. “Dalam pertemuan itu yang dibahas adalah soal kewajiban pelaporan stok beras yang ada di gudang,” jelasnya.

Menurut Nellys, berdasarkan nantinya laporan mengenai stok beras yang ada di gudang akan dikenakan produsen beras hingga agen beras. “Namun mengenai klasifikasi agen beras yang harus melaporkan stoknya, masih sedang ditentukan,” ujarnya.

Stok Beras Aman

Pada 2017, harga beras lebih rendah dibandingkan pada 2016. Hal ini dikarenakan pasokan beras  ke pasar cukup, sehingga harga beras relatif stabil. Rata-rata nasional harga beras per 3 Juli 2017 sebesar Rp10.582/kg, masih di atas harga acuan penjualan di konsumen Rp9.500/kg. Adapun stok beras di PIBC pada 2 Juli 2017 sebesar 38.280 ton, di atas batas aman sebanyak 30.000 ton. Sedangkan stok beras di Perum  Bulog per 22 Juni 2017 sebesar 1,7 juta ton (ketahanan 7,35  bulan).

Sementara  itu, rata-rata harga gabah  kering giling  sampai dengan Mei 2017 sebesar Rp5.454/kg atau masih  di atas  harga  acuan  pembelian Rp4.600/kg. Selain itu, rata-rata harga  gabah  kering panen sampai dengan Mei 2017 sebesar Rp4.511/kg di atas harga acuan pembelian Rp3.700/kg. B Wibowo

 HET tak Jauh dari Harga Acuan

Stabilnya harga dan pasokan komoditas beras dalam beberapa bulan belakangan ini telah membuat pemerintah berniat menurunkan harga acuan komoditas yang menjadi bahan pangan utama masyarakat itu.

Dalam Permendag 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, harga acuan penjualan di konsumen untuk komoditi beras, yaitu Rp9.500/kg.

“Untuk mendukung upaya stabilisasi harga khususnya beras yang memiliki bobot yang terbesar terhadap volatile food inflasi, harga acuannya akan direvisi,” kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Cahya Wijayanti kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.

Menurutnya, saat ini sedang disusun Rancangan Perubahan Permendag 27/M-DAG/PER/5/2017 dengan merevisi harga acuan penjualan beras medium di konsumen menjadi Rp9.000/kg sesuai dengan usulan Kementerian  Pertanian (Kementan). Cahya belum bisa menyebutkan apakah harga acuan itu akan menjadi harga eceran tertinggi (HET) beras nantinya. Pasalnya, keputusan mengenai HET beras diambil dengan berbagai pertimbangan dan melibatkan masukan banyak pihak.

Namun, menurut kalangan pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, besaran HET beras tidak akan jauh dari harga acuan yang ditetapkan pemerintah. “Bahkan bisa jadi HET sama dengan harga acuan,” tutur salah satu pedagang beras yang tak mau disebutkan namanya.

Menurutnya, harga acuan yang ditetapkan Kemendag dan Kementan tentunya telah didasarkan pada harga yang berkembang di pasar dengan memperhatikan keuntungan petani dan konsumen. “ Dalam kondisi seperti sekarang ini, di mana tidak ada gejolak harga dan pasokan, harga acuan sebesar Rp9.000/kg memang sudah wajar dan itu bisa juga dijadikan HET,” katanya.

Seperti diketahui, selama ini pemerintah menerbitkan harga acuan suatu komodits pangan dengan tujuan meredam kenaikan harga komoditas itu secara tidak wajar. Dengan adanya harga acuan, maka jika harga suatu komoditas pangan sudah melebih harga acuan yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah akan turun tangan ke lapangan dengan membanjiri pasokan.

Sementara itu terkait rencana kebijakan pelaporan stok beras di gudang, Cahya menjelaskan, sesuai Pasal 2 Permendag 20/M-DAG/PER/3/2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Barang Kebutuhan Pokok, bahwa setiap pelaku usaha distribusi barang kebutuhan pokok mulai dari distributor, sub-distributor, sampai dengan agen yang mendistribusikan barang kebutuhan pokok wajib memiliki Tanda Daftar Pelaku Usaha Distribusi (TDPUD) Barang Kebutuhan Pokok.

Menurutnya, bagi pelaku usaha yang mendistribusikan barang kebutuhan pokok tetapi belum melakukan pendaftaran TDPUD akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 12 Permendag 20/M DAG/PER/3/2017, yaitu sanksi administrasi rekomendasi pencabutan izin usaha oleh pejabat penerbit.

Sedangkan bagi pelaku yang sudah memiliki TDPUD tetapi tidak melakukan pembaharuan setiap 5 tahun sekali, tidak melaporkan apabila terjadi perubahan data, dan tidak melaporkan stok awal, realisasi pengadaan dan penyaluran, serta stok akhir yang ada di gudang, sesuai     Pasal 13, akan diberikan surat peringatan tertulis, dan apabila tidak memberikan jawaban akan dilakukan pembekuan TDPUD selama 30 hari. Selanjutnya, apabila pelaku usaha masih tidak menyampaikan laporan, maka akan dilakukan pencabutan TDPUD. B Wibowo

Baca juga:

Pemerintah Siapkan HET Beras

Agro Indonesia Edisi No.646 18-24 Juli 2017

Menggugat Klaim Surplus Beras