Oleh: Pramono DS (Pensiunan Rimbawan)
Mungkinkah manusia dapat bertahan hidup tanpa adanya pohon-pohonan? Rasanya tidak mungkin. Pabrik oksigen yang kita butuhkan sehari hari dihasilkan dan diproduksi secara besar besaran oleh hutan (kumpulan pohon-pohon). Dalam proses anabolisme, tanaman atau pepohonan membutuhkan karbondioksida yang dikeluarkan oleh manusia atau hewan/binatang. Sedangkan dalam proses katabolisme sebaliknya tanaman atau pohon-pohonan memproduksi oksigen yang dibutuhkan oleh manusia atau hewan/binatang. Oleh karena itu keberadaan pepohonan sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya.
Berdasarkan tinjauan berbagai pustaka yang ada, manfaat pohon bagi manusia, antara lain adalah a) membersihkan udara dari partikel yang mencemari udara; b) menciptakan lapangan kerja. Menurut organisasi buruh sedunia (ILO) (2011), terdapat 13,2 juta pekerja formal di sektor kehutanan secara langsung dan belum termasuk pekerjaan terkait secara tidak langsung dengan hutan seperti wisata alam dan furniture; c) pohon memiliki peran dalam menyediakan air bersih; d) pohon berfungsi untuk menurunkan pencemaran udara; e) pohon mempunyai fungsi menurunkan tingkat kriminalitas. Hal ini disebabkan ruang terbuka hijau memiliki efek menenangkan sehingga mendorong orang untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan komunitas mereka di taman. Pada akhirnya, akan memperkuat tingkat kepercayaan dan modal sosial dalam komunitas; f) meningkatkan nilai properti. Menurut penelitian CS Monitor, nilai properti yang dekat dengan taman terbuka hijau atau memiliki banyak pohon akan lebih tinggi sebesar tujuh hingga 25% dibandingkan dengan areal tandus atau tanpa pepohonan; g) pohon bermanfaat untuk kesehatan mental manusia. Menurut studi dari Universitas Illinois, terhubung dengan alam yang banyak pepohonan dapat meningkatkan aspek kognitif manusia. Bahkan sebuah studi menemukan bahwa pasien rumah sakit yang dapat melihat pohon di luar jendela akan dirawat 8% lebih cepat sembuh dibanding dengan pasien yang total terkurung diruangan; h) pohon berfungsi untuk mengendalikan suhu dan kelembapan; i) pengendalian banjir dan bencana alam seperti tsunami dan abrasi; j) pohon berfungsi juga sebagai tempat tinggal, bersarang, kawin, mencari makan bagi satwa liar
Menanam Pohon Ala Kadarnya
Dalam suatu kesempatan Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), sesungguhnya telah ditingkatkan besaran luasnya. Sebelum tahun 2019 biasanya luas kegiatan RHL hanya sekitar 23-25 ribu hektare (ha), maka pada tahun 2019, kegiatan RHL sudah mencapai 207 ribu ha. Untuk tahun 2020 ini, kegiatan RHL diprediksi bisa lebih dari 403 ribu ha yang bisa ditanami setiap tahun. Melihat angka luasan RHL yang selalu meningkat setiap tahun, memberikan harapan untuk mempercepat penurunan angka lahan kritis dan laju deforestasi di Indonesia. Namun tunggu dulu, kita perlu pemahaman yang sama tentang proses hidup dan keberhasilan menanam sampai dengan mencapai pohon dewasa.
Menurut, ilmu ekologi hutan untuk menjadi pohon dewasa, pohon mengalami proses metaformosis pertumbuhan dari mulai bibit/anakan/semai (seedling), sapihan (sapling), tiang/pohon muda (pole) dan pohon yang sesungguhnya (trees). John Wyatt-Smith seorang ahli ekologi hutan dari Inggris (1963), mengklasifikasikan proses terjadinya pohon menjadi 4 tahapan yaitu a) seedling (semai) permudaan mulai kecambah sampai setinggi 1,5 m; b) sapling (sapihan, pancang) permudaan yang tinggi 1,5 m dan lebih sampai pohon muda yang berdiameter kurang dari 10 cm; c) pole (tiang) yaitu pohon pohon muda yang berdiameter 10-35 cm; d) Trees (pohon dewasa), yang berdiameter diatas 35 cm. Untuk menjadi pohon dewasa dari bibit mulai ditanam membutuhkan waktu 15-20 tahun.
Masalah yang dihadapi KLHK sekarang adalah proses penanaman pohon terjadi hanya terbatas pada tahapan pertumbuhan anakan/semai dengan pemeliharaan selama dua tahun (umur pohon tiga tahun dihitung sejak ditanam). Bila bibit pohon ditanam dengan tinggi rata rata 50-60 cm, maka pada usia tanaman umur tiga tahun, bibit masih dalam katagori seedling (tinggi belum mencapai 150 cm). Proses pertumbuhan selanjutnya dari seedling, sapihan dan sampai ke tahap pohon dewasa, diserahkan sepenuhnya kepada proses alam. Dalam kurun waktu yang demikian panjang mungkinkah anakan berhasil menjadi pohon dewasa apabila penanaman dilakukan ala kadarnya? KLHK masih saja berkutat dengan angka-angka target RHL yang seolah-olah angka target tersebut dapat mengurangi atau menekan data lahan kritis maupun angka laju deforestasi.
Kegiatan RHL khususnya rehabilitasi hutan, seharusnya dikawal dan dijaga tidak hanya sebatas umur tiga tahun tetapi juga dirawat dan dipelihara sampai mencapai pohon dewasa. Untuk apa KLHK membentuk Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) di daerah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kehutanan provinsi setempat kalau tidak mampu melakukan tugas itu. Evaluasi keberhasilan kegiatan RHL, unit organisasi yang bertanggung jawab, penganggaran yang dibutuhkan perlu dilakukan secara menyeluruh agar kegiatan RHL yang telah dilakukan puluhan tahun tidak sia sia.
Memindah Pohon
Kontroversi tentang revitalisasi Monas yang hangat, mengudang banyak komentar dan pendapat masyarakat tentang penebangan atau pemindahan pohon. Dilaporkan sudah 191 pohon ditebang selama pekerjaan fisik dalam revitalisasi kawasan Monas (Kompas, 29 Januari 2020). Sementara itu, Sekda pemerintah provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Saefullah menjelaskan, tidak ada penebangan pohon, yang ada adalah pemindahan pohon sebanyak 85 pohon yang dipindahkan ke sisi barat 55 batang dan sisi timur 30 batang (Merdeka.com 24 Januari 2020). Proses pemidahan pohon dilakukan pada bulan November 2019. Jenis pohon yang dipindah terdiri berbagai jenis termasuk didalamnya jenis pohon mahoni (Swietenia macrophylla).
Terlepas dari silang pendapat tentang penebangan dan pemindahan pohon, terdapat satu kegiatan yang perlu dikomentari yaitu proses pemindahan pohon ke tempat lain.
Secara normatif, pemindahan pohon dapat dilakukan dengan cara puteran, yaitu mengangkat tanah beserta akar akarnya kedalam wadah tanpa merusak akar dan tanah tersebut dengan proses diputar dan dilakukan pada musim penghujan untuk memudahkan proses puteran tersebut. Pohon yang dipindah dapat dilakukan pada tingkatkan seedling, sapling dan pole. Pole pun yang dapat diputar dan dipindahkan hanya sampai pada diameter 15 cm. Diameter diatas 15 cm, nampaknya sulit dilakakukan karena akarnya telah merambah dan masuk kedalamanan tanah. Apalagi pada pohon dewasa yang dengan diameter diatas 35 cm jelas tidak mungkin untuk dipindahkan ditempat lain. Dalam proses pemindahan ke tempat yang baru, akar pohon harus mendapat perlakuan khusus dengan pemupukan organik maupun anorganik dan dapat dibantu dengan pemberian hormon perangsang kesuburan akar semacam Roton F agar pohon cepat beradaptasi dan tumbuh subur ditempat yang baru.
Dari gambar yang diunggah oleh Merdeka.com, nampak bahwa pohon-pohon yang dipindah masih dalam katagori sapling dan pole dengan diameter yang kurang dari 15 cm dan memungkinkan untuk dipindahkan. Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta, Suzi Marsitawati, pohon-pohon yang dipindahkan dibawa ke kebun bibit milik Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI di Jagakarsa, Jakarta Selatan untuk disehatkan terlebih dahulu, sebelum nantinya ditanam ditempat yang baru di Monas. Proses untuk menyehatkan pohon yang akan direlokasi membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan.
Yang jadi pertanyaan kita adalah mungkinkah pohon-pohon yang disehatkan dengan waktu yang cukup lama akan tumbuh kembali seperti semula pada tempat yang baru nanti? Jawabannya, tergantung.
Tergantung kepada jenis pohonnya, besarnya pohon, perlakuan (treatment) di nursery, waktu menanam kembali maupun perlakukan setelah ditanam ditempat yang baru. Jenis pohon angsana akan lebih mudah dipindahkan dibandingkan dengan pohon mahoni misalnya. Makin besar ukuran pohon yang dipindahkan akan semakin sulit peluangnya untuk hidup kembali. Waktu menanam pohon pada musim hujan seperti sekarang akan lebih baik dibanding dengan pada saat musim kemarau.
Menanam pohon itu untuk masa depan, oleh karena itu pohon-pohon yang terlanjur besar sebaiknya jangan dipindahkan karena belum tentu akan mendapat pohon yang sama ditempat yang baru (kurang berhasil), apalagi ditebang untuk mendapatkan pohon yang sama membutuhkan waktu lama dan bertahun tahun. Kita doakan saja, semoga proses pemindahan pohon di Monas dapat berhasil.
Budaya Menanam Pohon
Pada musim hujan saat ini, apalagi bersifat ekstrem dimana-mana banyak terjadi bencana alam banjir, banjir bandang dan tanah longsor. Yang paling menyedot perhatian adalah banjir di Jabodetabek pada awal tahun 2020. Dampak dari bencana kali ini cukup parah dan sangat memprihatinkan. Wajar apabila Presiden Jokowi ikut turun tangan untuk menyelesaikannya. Salah satu instruksi presiden yang sangat tepat adalah kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan harus berlipat lipat untuk pemulihan lingkungan. Ini artinya, penanaman pohon harus dilakukan sebanyak mungkin dan ditempat manapun dalam lahan kosong didalam maupun diluar kawasan hutan.
Satu satunya, solusi jangka panjang untuk mengurangi besarnya dan kecepatannya aliran permukaan tanah adalah dengan menanam pohon. Makin banyak penutupan pohan maka kesempatan air berinfiltrasi kedalam tanah makin besar dibanding dengan air yang mengalir dipermukaan tanah. Besarnya jumlah dan jenis pohon yang ditanam tergantung dari agroklimat dan fungsi kawasannya. Dalam kawasan hutan yang mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) mutlak harus ditanam pohon berdaun lebar dengan perakaran dalam dengan jarak tanam yang rapat.
Di luar kawasan hutan, namun lahan tersebut berfungsi sebagai kawasan lindung wajib untuk menanam pohon MPTS (Multi Porpuse Trees Spesies) yang bermanfaat ganda secara hidrologis dan ekonomis. Biasanya pohon buah buahan. Untuk daerah yang topografi curam dan sangat curam penanaman pohon sebaiknya monokultur, sedangkan untuk yang landai dan datar, dapat dicampur dengan tanaman semusim dan tanaman pangan dalam bentuk budidaya agroforetry . Sedangkan pada kawasan budidaya dan pemukiman penanaman dan pemilihan jenis pohon dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Untuk daerah dengan kondisi kering dengan bulan basah yang sedikit seperti provinsi NTT, dapat dipilih jenis pohon dengan akar dalam dan berdaun jarum (fungsinya mengurangi penguapan pada musim kemarau). Budaya menanam pohon perlu digalakkan mengingat negara kita merupakan daerah rawan bencana banjir dan longsor pada musim hujan. Masalah bibit pohon, KLHK menyanggupi menyiapkan bibit gratis pada masing masing provinsi melalui Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) setempat. Manfaat penanaman pohon tidak dapat dirasakan langsung dalam waktu dekat namun apabila berhasil sangat efektif dalam mengendalikan banjir dan tanah longsor. Tanam dan tanam pohon untuk masa depan.