Perum Bulog meminta pemerintah segera menetapkan alokasi volume jagung yang harus diserap, mengingat panen raya jagung segera dimulai. Apalagi, Kementerian Pertanian menegaskan tahun 2017 ini tidak ada lagi impor jagung untuk pakan ternak. Mampukah?
Perlahan tapi pasti, pemerintah mampu menekan impor jagung. Selama ini, tiap tahun ijin impor jagung masih jutaan ton, bahkan tahun 2013 sempat mengimpor 3,1 juta ton. Namun, tahun lalu impor anjlok di bawah satu juta ton dan tahun ini Menteri Pertanian optimis produksi jagung melimpah dan berlebih. “Kita minta Bulog menyerap produksi jagung karena produksi melimpah dan tidak bisa diserap pabrik pakan karena kapasitas penyimpanan tidak cukup,” ujar Mentan usai rapat dengan Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), pekan lalu.
Kenaikan ini produksi terjadi terutama di sentra-sentra produksi jagung, yang ditaksir mencapai 40% sampai 50%. Setidaknya, selama Maret-Mei, petani bakal memanen 10-15 juta ton jagung. Jumlah itu jelas oversupply karena daya serap pabrik pakan skala besar, peternak ayam mandiri (self-mixing) dan pabrik pakan skala menengah-kecil secara rerata sekitar 1,1 juta ton/bulan atau sekitar 3,3 juta ton selama periode itu. “Perkiraan kebutuhan jagung untuk pakan ternak tahun ini sekitar 12,85 juta ton atau rata-rata 1,1 juta ton/bulan,” kata Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, I Ketut Diarmita.
Kondisi ini jelas bakal memukul petani karena hukum pasar berlaku: pasok melimpah, harga melorot. Itu sebabnya, GPMT meminta pemerintah segera mengantisipasi dan tak mau disalahkan jika harga jagung merosot. “Kami tidak mau disalahkan jika pada panen raya produksi tidak terserap. Jika pemerintah tidak mengantisipasi, harga jagung di tingkat petani berpotensi anjlok. Ini di luar wewenang pabrik pakan,” tegas Sekjen GPMT, Desianto Budi Utomo.
Dirut Perum Bulog, Djarot Kusumayakti menyatakan siap menyerap jagung petani. Apalagi, tugas itu sudah diatur dalam Perpres No. 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Caranya, Bulog akan membeli jagung petani jika harga sudah di bawah harga dasar. Sesuai dengan Permendag No.63/M-DAG/PER/9/2016, harga acuan pembelian jagung di tingkat petani berkisar antara Rp3.100-Rp2.500/kg mengikuti kadar air yang ada (15%-35%).
Namun, Djarot mengaku belum tahu berapa jagung yang harus diserap, padahal besaran itu penting karena terkait dengan ongkos dan biaya yang harus disediakan Bulog. “Kita minta pemerintah segera menentukan alokasi volume stok yang harus kami sediakan,” ujarnya. Ya, volume serapan ini memang penting, karena Bulog juga harus menampung beras petani. AI