Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah mengumpulkan bukti mengenai kegiatan persaingan usaha tidak sehat pada perdagangan daging sapi yang menyebabkan penurunan pasokan dan kecenderungan kenaikan harga di pasar.
“Dari bukti-bukti yang dikumpulkan, sudah lima feedloter terindikasi melakukan kegiatan kartel,” kata Munrokhim Misanam, komisioner KPPU kepada Agro Indonesia, akhir pekan lalu.
Menurutnya, dalam bulan Agustus ini juga pihaknya akan menaikkan proses investigasi menjadi perkara mengenai persekongkolan para pelaku usaha untuk menahan pasokan, sehingga harga daging sapi naik dan menguntungkan mereka.
“Kita harapkan pada bulan Agustus ini juga akan dilakukan gelar perkara,” ujarnya.
Dia juga menjelaskan, saat ini KPPU masih terus mengumpulkan bukti-bukti baru kemungkinan adanya pihak lain di luar lima feedloter yang terindikasi melakukan kartel di komoditas daging sapi. “Kita terus menambah bukti lagi, seperti hasil operasi terhadap feedloter di Tangerang beberapa hari lalu,” jelasnya,
Munrokhim menjelaskan, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan KPPU, diketahui adanya penahanan pasok sehingga pasokan daging sapi di pasar menjadi berkurang.
Menurutnya, dengan jumlah pasokan yang sebenarnya pas-pasan, kalau saja tidak ada penahanan pasokan, suplai daging sapi akan cukup hingga bulan Desember tahun ini. “Cuma karena ditahan, maka pasokan menjadi terganggu, sehingga harga mengalami kenaikan. Kondisi ini diinginkan terjadi hingga Idul Adha,” paparnya.
Menurut data KPPU, harga daging sapi tidak bergerak turun setelah Lebaran, masih bertengger di kisaran Rp120.000 sampai Rp130.000 per kg.
Berdasarkan analisis terhadap kebijakan tataniaga, menurut KPPU kejadian itu memperkuat fakta bahwa konsep tataniaga daging telah meningkatkan kekuatan pasar pelaku usaha yang berada di jejaring distribusi.
KPPU menilai pelaku usaha di jejaring distribusi tahu betul bahwa pasokan hanya ada pada mereka sehingga mereka akan bisa mendikte pasar atas nama mekanisme pasar. Dan kondisi yang demikian berpotensi besar memunculkan kartel.
Untuk mengatasi masalah ini, KPPU menyatakan, pemerintah harus konsisten menerapkan tataniaga secara utuh. Apabila sisi hulu diintervensi dengan pembatasan pasokan, maka di sisi hilir pemerintah harus melakukan intervensi antara lain melalui penetapan harga di tangan konsumen serta kewajiban menjaga ketersediaan produk di pasar.
Izin Bulog
Untuk menstabilkan kembali harga daging sapi di pasar di dalam negeri, pemerintah telah memberikan izin impor 50.000 ekor sapi siap potong kepada Perum Bulog.
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Karyanto Supri, menyatakan pihaknya telah memberikan surat izin realisasi impor sapi siap potong kepada Bulog agar lembaga itu bisa segera merealisasikannya.
“Kami telah memberikan surat izin impor itu kepada Bulog, kemarin, sesaat setelah ditandatangani Menteri Perdagangan,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (14/08).
Supri berharap Bulog segera merealisasikan impor sapi siap potong secepat mungkin sehingga lonjakan harga daging sapi di lapangan bisa segera diatasi dengan baik.
Adapun izin impor sapi siap potong yang diberikan kepada Bulog memiliki batas waktu selama tiga bulan, di mana izin itu akan habis masa berlakunya pada bulan Oktober.
“Kami berharap pada bulan September realisasi impor sapi siap potong oleh Bulog bisa mencapai angka 80%,” kata Karyanto Supri.
Bulog sendiri sebelumnya sudah mendapatkan izin impor daging sapi sebanyak 1.000 ton pada bulan Juni 2015. Kemudian pada bulan itu juga, Kemendag memberikan lagi izin impor sapi bakalan sebanyak 29.000 ekor kepada Bulog.
Data Kemenetrian Perdagangan menyebutkan, harga daging rata-rata nasional mulai mengalami pergerakan harga pada bulan Agustus 2014, di mana pada tangal 3 Agustus harga daging sapi rerata nasional mencapai Rp103.500/kg.
Harga sempat mengalami penurunan di bulan Nopember, di mana harganya mencapai Rp99.934/kg. Namun, harga kembali bergerak naik pada bulan Desember dan mencapai Rp102.212/kg.
Pada bulan Januari hingga April 2015, harga daging sapi rerata nasional sempat bertahan di posisi sekitar Rp101.000/kg dan naik lagi menjadi Rp102.730/kg di bulan Mei.
Memasuki bulan Juni, harga daging sapi mengalami lonjakan yang cukup besar, yakni menjadi Rp108.145/kg dan pada bulan Juli 2015 harga komoditas tersebut melonjak lagi menjadi Rp 116.101/kg,
Sementara pada bulan Agustus, tepatnya pada 5 Agustus 2015, harga daging sapi rerata nasional mengalami penurunan menjadi Rp114.000/kg. B Wibowo
TABEL
Impor Sapi Bakalan
Tahun Kuota Realisasi
2012 283.000 297.462
2013 409.137 312.687
2014 877.955 729.400
Triwulan I-II/2015 350.000 98.861*
* Realisasi sampai akhir Maret
Sumber: Kemendag, Diolah
Jatim Tak Terimbas Kenaikan Harga Daging di Jakarta
Fenomena kenaikan harga daging sapi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat yang tak terkendali, ditambah mogoknya para pedagang daging untuk berjualan, ternyata hingga kini masih belum terjadi di Jatim. Harga daging sapi di pasaran di Jatim masih normal di kisaran Rp99.800/kg dan stok daging juga masih aman.
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo mengatakan, jika di Jatim nantinya terimbas dengan kenaikan harga daging seperti di Jakarta dan pedagang melakukan mogok jualan, Pemprov Jatim akan menyembelih sapi sendiri. Sebab, pemerintah harus tetap memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan daging kepada masyarakat.
“Kalau pedagang mau mogok, itu haknya untuk mogok. Tapi kita sebagai pemerintah harus tetap memberikan pelayanan pada masyarakat. Kalau perlu kita akan menyembelih sendiri sapinya untuk memenuhi kebutuhan,” tegas Gubernur Soekarwo, pekan lalu.
Berdasarkan rumus ekonomi, kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, jika ada kenaikan harga pasti pasok akan ditahan dengan harapan harga akan naik lagi. “Pedagang pasti menunggu waktu yang pas untuk mengeluarkan dagingnya. Makanya dagingnya langka,” katanya.
Mantan Sekdaprov Jatim ini memprediksi, imbas isu kenaikan harga daging di Jakarta bisa saja terjadi di Jatim dalam waktu dekat. Sebab, pedagang pasti ingin merasakan kenaikan harga seperti di Jakarta yang kini telah mencapai harga Rp140.000-Rp145.000/kg.
“Agar hal itu tidak terjadi, kita akan melakukan beberapa langkah strategi. Salah satunya ya tadi, kalau perlu kita menyembelih sapi sendiri. Namun, yang pasti, hingga kini stok sapi masih aman mencapai 4,1 juta ekor. Jatim juga masih surplus dan biasanya dikirim ke Jakarta dan Jawa Barat. Tapi pengiriman itu sekarang berhenti karena adanya kenaikan harga,” pungkasnya.
Sementara itu, berdasarkan data dari situs resmi Pemprov Jatim terkait update harga-harga kebutuhan pokok — http://www.siskaperbapo.com — menyebutkan, harga daging sapi murni per 10 Agustus sebesar Rp99.800/kg. Kemudian harga daging ayam broiler Rp33.300/kg dan daging ayam kampung Rp58.100/kg.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jatim Warno Harisasono memastikan, harga daging sapi di Jatim sangat stabil dan normal. Harga daging di luar Surabaya berkisar antara Rp90.000-Rp95.000, sedangkan di Surabaya berkisar Rp100.00/kg.
“Di Surabaya memang ada kenaikan harga daging, yaitu mencapai Rp100.000/kg. Itu pun hanya terjadi di Pasar Wonokromo dan Pasar Genteng. Sementara di pasar Tambakrejo masih stabil di bawah Rp100.000/kg. Kenaikan ini terjadi karena terbawa isu kenaikan harga di Jakarta, Banten dan Jawa Barat,” ungkapnya.
Masih normalnya harga daging di Jatim, kata Warno, karena kebutuhan daging di Jatim tidak tergantung pada impor. Sedangkan kota-kota besar seperti di Jakarta, Jawa Barat dan Banten stok daging sapi masih tergantung pada impor.
“Kita itu masih surplus daging sapi, makanya berdasarkan informasi Dinas Peternakan, sapi kita itu juga dibawa keluar Jatim seperti Jakarta dan Kalimantan. Kita berharap kenaikan harga di Jakarta tidak berimbas di Jatim,” pungkasnya.
Stok Aman
Sementara itu Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Ka’bil Mubarok meminta agar Pemprov Jatim segera melakukan antisipasi. Di antaranya dengan mendata pedagang sapi serta tidak menjual sapi Jatim keluar seperti yang terjadi sebelumnya.
Meski demikian pedagang daging di Jatim diminta tidak ikut bergejolak dan jangan memainkan harga daging dikarenakan stok sapi dan daging di Jatim sangat aman. Di mana stok sapi Jatim pada 2015 sebesar 4.125.000 ekor sapi dan pada Agustus ini mengalami kenaikan 100.000 jadi total stok saat ini sebanyak 4.250.000 ekor sapi. Sedangkan kebutuhan daging di Jatim 310.000 ton/tahun dan telah terpenuhi.
“Mendekati Idul Adha, kebutuhan daging meningkat. Itu yang menjadikan para pedagang atau importir memainkan harga dengan menahan stoknya. Dengan begitu harga akan mengalami kenaikan. Tapi yang terjadi di Jatim sebaliknya, stok sapi dan daging di Jatim sangat aman, bahkan berlebih, sehingga pedagang ataupun importir jangan sampai menahan stok hingga mengakibatkan gejolak harga,” tutur politisi dari Fraksi PKB ini, Senin (10/8).
Khabil menegaskan, permasalahan di tiga daerah di luar Jatim pasti akan berimbas ke Jatim dikarenakan stok Jatim yang aman. Mereka akan meminta Jatim menyuplai tiga daerah tersebut. “Jika ada pedagang ingin menjual sapinya ke luar Jatim harus ada aturan yang tegas. Jika itu dilakukan maka pedagang harus mengamankan stok di Jatim dulu, jangan sampai mempengaruhi stok dalam provinsi,”tambah politisi asal PKB ini.
Selain itu, Pemprov Jatim juga harus melakukan langkah antisipasi agar jangan sampai terjadi permainan harga. Pemprov harus mendata stok sapi di seluruh kabupaten/kota, jangan sampai ada yang ditutup-tutupi. “Dan Komisi B akan mengawal proses ini, jika ada pedagang atau importir yang memainkan stok, maka Komisi B tidak ragu memanggil pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi,” tuturnya. Elsa Fifajanti