Uni Eropa Akui Dokumen V-Legal

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya merevisi regulasi kontroversial yang mengeluarkan produk furnitur dan kerajinan dari penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Revisi itu memuluskan jalan disepakatinya pembebasan seluruh ekspor produk kayu Indonesia di pasar Uni Eropa tanpa pemeriksaan, karena sertifikat legalitas kayu (V-Legal) disamakan dengan lisensi FLEGT.

Sehari menjelang keberangkatan Presiden Joko Widodo ke sejumlah negara Eropa, Minggu (17/04/2016), Menteri Perdagangan Thomas Lembong merevisi Permendag No.89/M-DAG/PER/10/2015. Inilah regulasi kontroversi yang membuat upaya lama pemerintah membangun sistem legalitas kayu terganjal di pasar.

Gara-gara mengecualikan 15 golongan produk dalam kelompok furnitur dan kerajinan, yang dimotori oleh Asosiasi Mebel dan Kerajinan Republik Indonesia (AMKRI), Uni Eropa bisa mengulur-ulur kewajiban mereka mengakui dokumen V-Legal setara dengan lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade). Padahal, pengakuan itu sangat penting, karena seluruh ekspor produk kayu ke Uni Eropa bisa melenggang bebas tanpa pemeriksaan (due dilligence).

Setelah didesak banyak pihak, terutama memanfaatkan momentum lawatan Presiden Jokowi ke Eropa, Mendag Lembong akhirnya meneken Permendag No.25/M-DAG/Per/4/2016 tentang Perubahan Atas Permendag No.89/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan pada 15 April 2016. Inti revisi ini tak lain memasukkan kembali 15 golongan produk furnitur menjadi Kelompok A, sama dengan kayu pertukangan, kayu lapis, kayu serpih, bubur kayu, kertas. Artinya, eksportir wajib melampirkan dokumen V-Legal jika mengekspor.

Hasilnya? Uni Eropa pun setuju untuk mengakui dokumen V-Legal sebagai lisensi FLEGT. Persetujuan diumumkan setelah pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Komisi UE dan Jean-Claude Juncker, dan Ketua Dewan UE Donald Tusk, Kamis (21/4/2016) di markas UE Brussel, Belgia. Presiden Jokowi sendiri berharap lisensi FLEGT dapat segera diberlakukan. “Sebagai bentuk penghargaan bagi perdagangan kayu yang legal dan berkelanjutan,” kata dia dalam pernyatan pers, yang dikirim Tim Komunikasi Presiden.

Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Putera Parthama mengaku, masih butuh waktu minimal dua bulan, bahkan lebih, sebelum pengakuan V-Legal sebagai lisensi FLEGT bisa operasional. “Ada proses administrasi di Parlemen UE. Mungkin cukup berani (jika) diasumsikan akan memakan waktu 3 bulan,” katanya.

Namun, dia berjanji selama menunggu waktu sampai implementasi lisensi FLEGT benar-benar operasional, pihaknya akan berjuang melonggarkan due dilligence bagi produk kayu Indonesia. Maklum, proses uji tuntas tersebut tidak saja memakan waktu, namun juga sangat mahal sehingga menambah beban biaya. “Mungkin tidak bisa dihapus sama sekali. Tapi yang diperlukan adalah memperjuangkan agar selama periode menunggu, pemberlakuan due dilligence yang saat ini sangat rumit dan mahal itu, bisa dilonggarkan,” katanya. Semoga. AI