Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jendral Peternak dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) menyampaikan bahwa vaksinasi penyakit LSD (Lumpy Skin Disease) untuk hewan ternak sapi dan kerbau mengalami kendala keterbatasan anggaran.
“Vaksinasi pada unit usaha peternakan sapi keterbatasan anggaran, kami sudah melakukan pengajuan anggaran kepada Dirjen PKH, terkait dengan penanggulangan LSD ini. Anggaran dari sumber APBN, hingga saat ini kami belum memperoleh. Sehingga kami mencoba berbagai usaha alternatif mengkomunikasikan dengan Inspektorat Jenderal, Biro Umum,” ujar Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH Kementan Nuryani Zainuddin melalui webinar, Rabu (20/4/2022).
Nuryani menyampaikan, total hewan rentan yang ada di Pulau Sumatera sebanyak 4,15 juta ekor artinya harus melakukan vaksinasi untuk mengendalikan LSD sebesar 80% dari total populasi sekitar 3,21 juta ekor. Sedangkan stok vaksin sementara 476.75 dosis. Rencana kebutuhan vaksin untuk Pulau Sumatera 2,7 juta ekor. Dengan kebutuhan total anggaran Rp104 Miliar.
“Ini yang kita usahakan, siapa yang memberikan anggaran sebesar ini,” ujarnya.
Sebagai informasi, Lumpy Skin Disease (LSD) merupakan penyakit infeksius pada hewan ternak sapi dan kerbau, disebabkan oleh virus Lumpy Skin Disease Virus (LSDV) yang masuk dalam genus Capripoxvirus. Sejak awal 2022, kasus LSD muncul di beberapa kabupaten/kota Provinsi Riau di Indonesia dan hingga saat ini sudah merebak di wilayah lainnya di Pulau Sumatera.
Kemudian, Nuryani melanjutkan, dalam rangka pencegahan unit usaha peternakan sapi, pertama masyarakat bisa melaksanakan vaksinasi secara mandiri. Kedua vaksinasi bisa dilakukan asosiasi peternakan karena penggunaan khusus (vaksin dalam kondisi wabah) meskipun belum teregistrasi dan vaksin live attenuated. Tetapi prosedur alokasi vaksin ditentukan oleh pemerintah.
Realisasi vaksinasi dilakukan pengawasan oleh pemerintah daerah. Dan melakukan pelaporan vaksinasi kepada pemerintah melalui iSIKHNAS. “Hanya saja, boleh dilakukan asosiasi tetapi disarankan agar vaksin itu diregistrasi dan registrasinya harus hati-hati. Melalui serangkaian proses pengujian. Ini belum final, kami akan konsultasikan ke biro hukum kami. Ini kenapa kami lakukan karena akses anggaran yang kurang dari IHSP,” ujarnya.
Atiyyah Rahma