Kalangan ilmuwan waspada dengan perubahan yang terjadi pada virus H5N1 atau flu burung. Pasalnya, virus ini dikhawatirkan makin mampu beradaptasi untuk menyebarluas di manusia.
Apalagi, virus flu burung bisa menyebabkan sakit serius, terkadang mematikan, di kalangan orang yang terinfeksi. H5N1 juga sudah lama masuk dalam daftar virus yang berpotensi memicu pandemi. Itu sebabnya, setiap penambahan spesies baru yang terinfeksi H5N1 memicu kekhawatiran besar.
Kasus flu burung yang menyerang sapi perah di Amerika Serikat (AS) menjadi contohnya.
Untuk pertama kalinya diketahui wabah flu burung di peternakan sapi perah di AS memicu kasus pertama penularan (transmisi) flu burung dari sapi ke manusia. Hal itu terjadi pada seorang pekerja peternakan di Texas. Sebelumnya, virus H5N1 bisa melompat atau menular ke manusia akibat adanya kontak dekat antara manusia dengan burung liar atau unggas yang terinfeksi.
Makin banyaknya penyebaran flu burung ke sejumlah spesies dan makin luasnya jangkauan geografis penularan makin memicu kekhawatiran naiknya risiko penularan ke manusia, demikian dikemukakan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH).
Infeksi virus pada sapi berasal dari subtipe flu burung yang sama yang menginfeksi kawanan burung liar dan unggas secara global, yang juga membunuh beberapa spesies mamalia yang kemungkinan terinfeksi virus tersebut akibat mengkonsumsi burung yang sakit atau mati.
Pada Februari, tipe flu burung mematikan dikonfirmasi untuk pertama kalinya terjadi di daratan Antartika. Kalangan ilmuwan menyatakan, kejadian itu berpotensi besar menular ke kawasan selatan Antartika yang penuh dengan koloni burung penguin.
Sejak virus H5N1 muncul di Amerika Selatan pada tahun 2022, flu burung sudah membunuh lumba-lumba, sekitar 50.000 anjing laut dan singa laut di sepanjang pantai — dan sedikitnya 500.0000 kawanan burung — di Chile dan Peru.
Meski infeksi flu burung pada manusia jarang terjadi, namun ketika tertular virus ini potensinya sangat besar bisa mematikan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya ada 889 kasus H5N1 yang menginfeksi manusia dari tahun 2003 sampai 2024. Dari jumlah itu, sebanyak 463 orang atau 52% meninggal dunia.
Para pejabat AS juga terus memperkuat berbagai tindakan untuk menahan laju penyebarluasan wabah H5N1 pada populasi ternak sapi perah, yang kini menyebar di 9 negara bagian dan dari sana masuk ke jaringan pasok susu AS.
Sejauh ini, bukti yang ada adalah penularan dari burung liar ke sapi, sapi ke sapi, sapi ke unggas, dan satu kasus sapi perah ke manusia. Namun belum ada bukti penularan dari manusia ke manusia.
Karena tingginya kandungan virus yang ada di dalam susu dan kelenjar susu, ilmuwan curiga virus H5N1 ini bisa menyebarluas di populasi sapi perah saat proses pemerahan susu, ataupun melalui kontak dengan alat-alat yang terinfeksi atau dengan virus yang menjadi aerosol selama proses pembersihan.
Melalui sebuah survey nasional diperoleh hasil, satu dari lima sampel susu yang dijual di pasar diketahui mengandung partikel virus H5N1, kata FDA. Meski demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS ini menyatakan tidak cukup alasan untuk meyakini virus yang ditemukan di susu itu berisiko terhadap kesehatan manusia dan proses pasteurisasi secara efektif mampu membunuh virus tersebut.
“Saya tidak khawatir dengan susu itu sendiri,” papar Samuel Alcaine, guru besar ilmu pangan di Cornell University. “Hal itu menunjukkan bahwa virus tersebut lebih menyebarluas di kalangan peternakan sapi perah ketimbang yang kita duga sebelumnya,” ujarnya seperti dikutip Reuters.
Seorang pejabat WHO mengatakan, ada risiko virus flu burung H5N1 menyebarluas pada ternak sapi di negara-negara lainnya di luar AS melalui burung-burung yang bermigrasi.
Empat bulan
Flu burung yang terjadi pada sapi perah di AS sendiri diduga terjadi sekitar empat bulan sebelum pejabat federal AS mengkonfirmasi penyakit itu dan kini sudah menyebar di 9 negara bagian.
Departemen Pertanian AS (USDA) melaporkan pertama kali terjadinya infeksi H5N1 di peternakan sapi perah di Texas pada 25 Maret 2024, menyusul adanya laporan terjadinya penurunan produktivitas susu di sejumlah negara bagian.
Deptan AS menyakini burung liar, yang membawa virus H5N1, menularkan virus tersebut ke sapi. Wabah flu burung kemudian meluas ketika sapi-sapi dikirim ke negara bagian lain, demikian menurut paper riset yang dibiayai Deptan AS, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) serta Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional.
“Data yang ada mendukung satu peristiwa masuknya virus H5N1 ke ternak sapi yang berasal dari burung liar, yang kemungkinan diikuti oleh sirkulasi setempat secara terbatas selama sekitar empat bulan sebelum adanya konfirmasi dari Deptan AS,” tulis paper tersebut.
Sebuah tim ilmuwan akademik yang dipimpin oleh pakar biologi evolusi University of Arizona, Michael Worobey, telah mengumpulkan bahan mentah perunutan genetik yang dirilis oleh Deptan AS pada 21 April tanpa adanya tanggal atau lokasi kejadian, dan dalam kesimpulan sepekan lalu disebutkan bahwa terjadi satu penularan pada akhir 2023.
Kalangan ilmuwan sendiri mengritik Deptan AS karena tidak merilis rincian data yang akan memudahkan para peneliti akademik di seluruh dunia untuk melacak evolusi virus tersebut.
Satu orang pekerja peternakan yang dites positif H5N1 selama terjadi outbreak — meski gejala sakit yang dialami hanyalah konjungtivitis atau mata merah akibat perdagangan — diyakini tertular karena kontak erat dengan sapi perah. CDC menyatakan masyarakat menghadapi risiko penularan yang rendah.
Carol Cardona, pakar flu burung University of Minnesota mengatakan, virus H5N1 bisa menyebar luas selama empat bulan yang tidak terdeteksi itu. “Pada saat infeksi itu diakui, kita sudah di luar kemampuan kita untuk membendung wabah tersebut.”
Kalangan dokter hewan telah mengawasi terjadinya penurunan produksi susu dari sapi perah yang tak diketahui dan kualitas susunya pun berubah. Selain itu, nafsu makan sapi perah berkurang, yang dimulai pada Januari, demikian tulis paper. Makalah itu dimuat di jurnal biologi yang disebut bioRxivon.
Laboratorium yang jadi anggota jaringan Deptan AS untuk memantau penyakit telah mengidentifikasi virus influenza A, yang termasuk juga di dalamnya flu burung, ada di dalam susu dan usapan nasal dari sapi-sapi di peternakan sapi perah Texas, tanpa menyebutkan tanggalnya secara spesifik. AI