Blunder Kadin di Hutan Batam

Kalangan pengusaha Batam, bahkan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dulu dikenal sebagai Otorita Batam, dinilai telah berbuat blunder. Akibat gugatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kepastian lahan di Batam malah terbengkalai. Tidak jelas. Apalagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian Kehutanan memutuskan banding atas vonis PTUN Tanjungpinang yang mengabulkan gugatan Kadin.

Malapetaka. Komentar singkat itu meluncur tegas dari Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Bambang Soepijanto. Dia menanggapi keputusan majelis hakim PTUN Tanjungpinang, 30 April 2014, yang mengabulkan gugatan Kadin Batam terhadap Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kota Batam (tergugat I) dan Menteri Kehutanan (tergugat II) terkait SK Menhut No.463/Menhut-II/2013 tentang perubahan peruntukan, perubahan fungsi, dan penunjukan hutan di Kepulauan Riau.

Pasalnya, Kementerian Kehutanan tidak menerima dan menempuh banding vonis tersebut ke Pengadilan Tinggi TUN. Hal yang sama juga dilakukan BPN Batam. “Kita mengajukan banding sama seperti pihak Kehutanan,” ujar bagian hukum Kantor Pertanahan Kota Batam, Novinda. Dengan kata lain, pihak BPN tidak akan memproses permintaan terkait status hukum lahan yang diajukan pengusaha sampai ada kepastian hukum (inkracht).

Inilah yang disebut malapetaka oleh Bambang. Padahal, jika saja Kadin Batam berpikir panjang, sengketa ini malah sudah tuntas. Tidak berlarut-larut. Maklum, usulan perubahan kawasan hutan seluas 6.734 hektare (ha) — yang masuk dalam review tata ruang Kepulauan Riau (Kepri) — masuk kategori perubahan yang berdampak penting dan cakupan luas serta bernilai strategis (DPCLS). Disebut DPCLS karena di atas areal yang berstatus hutan lindung dan kawasan konservasi tersebut sudah berdiri berbagai obyek bisnis, bahkan kantor pemerintahan.

Nah, untuk mengubah jadi kawasan bukan hutan, dibutuhkan persetujuan DPR. Ini merupakan jalan keluar yang ditawarkan Kemenhut untuk menyelesaikan keterlanjuran penggunaan kawasan hutan dengan memperjuangkannya ke DPR. Namun, akibat putusan penundaan PTUN Tanjungpinang atas berlakunya SK 463/2013, usulan DPCLS Provinsi Kepri pun ditunda. Yang menyesakkan, DPCLS empat provinsi lainnya — yang semula juga menyertakan DPCLS Kepri — malah disetujui oleh DPR.

Itu sebabnya, Menhut Zulkifli Hasan menyayangkan kasus hukum ini karena membuat review tata ruang Batam dan Kepri jadi berlarut. Dia juga tak mau dipersalahkan. “Kalau persoalan hutan Batam nggak selesai-selesai, salahkan mereka (Kadin Batam). Mungkin (sampai proses kasasi) baru akan selesai setahun lagi,” sergah Zulkifli.

Masrur Amin, pengacara Kadin Batam yang dihubungi per telepon hanya bisa berkomentar singkat. “Ya kita ikuti saja proses hukumnya,” katanya. Jika begini, plus tak ada proses pelayanan dari BPN, ini memang malapetaka. AI