Cegah Gergasi Lakukan Ekspansi

Kementerian Kehutanan secara resmi membatasi luas konsesi pengusahaan hutan. Langkah ini memastikan kelompok usaha besar tidak bisa lagi memperluas konsesinya.

Kementerian Kehutanan secara resmi membatasi luas areal pengusahaan hutan oleh satu unit manajemen. Awalnya, kebijakan tersebut bakal dituangkan dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 6 tahun tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.

Namun, akhirnya, kebijakan pembatasan ditentukan dalam produk hukum yang lebih teknis, yakni peraturan menteri kehutanan (permenhut), tepatnya Permenhut No.P.8/Menhut-II/2014 tentang Pembatasan Luasan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman Industri atau IUPHHK Restorasi Ekosistem pada Hutan Produksi. Ketentuan tersebut dilansir 13 Januari 2014.

Berdasarkan permenhut tersebut, luas tiap unit HPH, HTI atau HPH RE dibatasi maksimum 50.000 hektare (ha), di mana setiap perusahaan atau induk perusahaan hanya bisa mengelola paling banyak banyak dua izin. Untuk di Papua dan Papua Barat, luas maksimum setiap perusahaan atau induk perusahaan adalah 100.000 ha.

Dengan pembatasan tersebut, maka dipastikan kelompok usaha besar yang saat ini mengelola hutan dalam skala luas tak bisa lagi mengajukan izin baru. Dengan demikian, kelompok seperti Sinar Mas Forestry yang mengelola hingga 2,6 juta ha HTI atau Asia Pasific Resources International Limited (APRIL) yang bersama mitra-mitranya mengoperasikan hingga 800.000 ha konsesi hutan tanaman industri dipastikan tidak akan bertambah luas.

“Ini respon Kemenhut untuk mencegah adanya monopoli lahan oleh kelompok tertentu,” ujar Staf Ahli Menhut bidang Revitalisasi Industri, Bedjo Santoso di Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Bedjo menuturkan, langkah pembatasan luas IUPHHK didasari pada komitmen Kemenhut untuk memberi akses yang lebih adil kepada setiap warga negara Indonesia untuk mengelola hutan negara, termasuk masyarakat di sekitar hutan. Menurut dia, jika satu unit IUPHHK mengelola kawasan hutan yang terlalu luas, sama artinya dengan menutup kesempatan bagi pihak lain. “Jadi, luasnya dibatasi supaya adil,” katanya.

Dia menegaskan, pembatasan luas IUPHHK merupakan perwujudan dari kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan yang berkeadilan atau growth with equity. “Jadi, ketimbang satu orang mengelola areal yang luas, kita dorong agar areal yang luas itu bisa dikelola bersama untuk saling mendukung pertumbuhan,” katanya.

Soal keadilan dalam akses pengelolaan kawasan hutan adalah amanat dari Pasal 2 Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan, “Penyelenggaraan kehutanan berasaskan kerakyatan dan keadilan, dimaksudkan agar setiap penyelenggaraan kehutanan harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat. Oleh karena itu, dalam pemberian wewenang pengelolaan atau izin pemanfaatan hutan harus dicegah terjadinya praktek monopoli, monopsoni, oligopoli, dan oligopsoni”.

Bedjo menepis jika kebijakan tersebut malah menjadi tameng bagi raksasa pengusahaan yang sudah terlanjur berkuasa dari kemungkinan munculnya pesaing baru. Dia menegaskan, kebijakan tersebut justru diambil untuk mencegah agar kelompok usaha besar tak lagi melakukan ekspansi perluasan lahan. Sebab dengan permenhut tersebut, otomatis kelompok usaha besar tak bisa lagi mengajukan izin baru.

“Jadi jelas, tujuan pembatasan luas IUPHHK ini untuk keadilan dan mencegah persaingan yang tidak sehat,” kata Bedjo.

Kemenhut merasa cukup punya alasan soal keadilan dalam pembatasan luas IUPHHK. Ramainya konflik lahan yang mencuat belakangan termasuk salah satu alasannya. Hadi menuturkan, pada konflik lahan, masyarakat umumnya menuntut lahan yang diklaim sebagai haknya dan berada di dalam areal konsesi IUPHHK. Tuntutan tersebut tidak bisa serta merta dikabulkan, untuk menghormati ketentuan hukum dan perundang-undangan yang telah memberikan izin pengelolaan kepada pemegang IUPHHK.

“Untuk mencegah hal itu, maka areal IUPHHK dibatasi sesuai kemampuan pengelolaannya. Sisanya bisa diberikan akses pengelolaan kepada masyarakat,” ujarnya.

Pastinya, penerbitan permenhut pembatasan luas IUPHHK membuat kelompok usaha yang saat ini sudah menggenggam izin dalam skala luas tak bakal punya pesaing. Pasalnya, pembatasan tersebut hanya berlaku bagi penerbitan izin baru.

Pembatasan juga tidak berlaku untuk perpanjangan izin IUPHHK. “Hal itu untuk memberi kepastian usaha, kepastian hukum dan kepastian kelestarian terhadap areal yang dikelola,” kata Bedjo.

Punya dasar ilmiah

Soal luas IUPHHK yang diperkenankan, Sekjen Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menjelaskan, pembatasan luas IUPHHK punya dasar ilmiah yang kuat. “Kami tidak asal membatasi luas IUPHHK, namun berdasarkan kajian yang tepat,” kata Hadi.

Kemenhut memang tidak ingin mengulangi pengalaman masa lalu saat pembatasan luas IUPHHK, dulu terkenal dengan istilah HPH, dibatasi seluas 100.000 ha setiap provinsi untuk setiap unit manajemen tanpa dasar pertimbangan ilmiah yang kuat.

Hadi menuturkan, luas IUPHHK dihitung dengan mempertimbangkan kemampuan pengawasan atau rentang kendali (span of control) terhadap areal yang dikelola.

Berdasarkan studi-studi kehutanan, span of control satu unit manajemen hutan sekitar 40.000-50.000 ha. Luas tersebut terdiri atas 4 bagian pengelolaan hutan, di mana setiap bagian terdapat tiga sampai empat resort pengelolaan hutan. “Jadi, satu unit manajemen hutan paling ideal mengelola sekitar 40.000-50.000 ha. Ini setara dengan satu unit kesatuan pengelolaan hutan (KPH),” katanya.

Hadi menuturkan, untuk di Papua dan Papua Barat luasan IUPHHK dibatasi hingga 100.000 ha/unit manajemen dengan mempertimbangkan beratnya medan kawasan hutan yang dimanfaatkan. Pertimbangan lainnya adalah produktivitas kayu merbau yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis kayu alam lain seperti meranti.  Sugiharto

Pasal Penting Permenhut No.P.8/Menhut-II/2014

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :

1. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

2. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

3. Pembatasan luas adalah pembatasan luas Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

4. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam hutan tanaman pada hutan produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

5. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HA adalah izin memanfaatkan hutan produksi yang kegiatannya terdiri dari pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran.

6. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan, dan pemuliaan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

7. Perusahaan Induk (parent company/holding company) adalah badan hukum/perusahaan yang mengkonsolidasikan satu atau lebih perusahaan anak dalam suatu kelompok usaha.

Pasal 2

(1) Peraturan ini dimaksudkan untuk mengatur pembatasan luasan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri, restorasi ekosistem dan hutan alam.

(2) Pembatasan luasan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman industri, restorasi ekosistem dan hutan alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertujuan untuk memberikan keadilan dan pemerataan yang pelaksanaannya dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian usaha.

Pasal 3

(1) Aspek kelestarian hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), meliputi:

a. kelestarian lingkungan;

b. kelestarian produksi; dan

c. terselenggaranya fungsi sosial dan budaya yang adil merata dan tranparan.

(2) Kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, mengacu pada prinsip-prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

(3) Kelestarian produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dengan mengusahakan berdasarkan pada prinsip-prinsip sistem silvikultur terpilih.

(4) Terselenggaranya fungsi sosial dan budaya yang adil merata dan tranparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan melalui kemitraan dengan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4

(1) Aspek kepastian usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), meliputi:

a. kepastian kawasan;

b. kepastian waktu usaha; dan

c. kepastian jaminan hukum berusaha.

(2) Kepastian kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dalam pemberian IUPHHK disesuaikan dengan fungsi ruang kawasannya.

(3) Kepastian waktu usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dalam pemberian IUPHHK dengan memperhatikan jangka waktu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Kepastian jaminan hukum berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dalam pemberian IUPHHK memberikan jaminan kepastian hukum berusaha sampai berakhirnya izin.

Pasal 5

(1) IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 50.000 (lima puluh ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan.

(2) Khusus untuk provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI dapat diberikan paling luas 100.000 (seratus ribu) hektar dan paling banyak 2 (dua) izin untuk 1 (satu) perusahaan atau untuk 1 (satu) induk perusahaan.

Pasal 6

Tata cara pemberian IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, berpedoman kepada Peraturan Menteri Kehutanan tentang Tata Cara Pemberian dan Perluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) Dalam Hutan Alam, IUPHHK Restorasi Ekosistem, atau IUPHHK Hutan Tanaman Industri Pada Hutan Produksi.

Pasal 7

Dalam hal luasan areal IUPHHK-HA, IUPHHK-RE atau IUPHHK-HTI berdasarkan hasil tata batas melebihi luasan 50.000 (lima puluh ribu) hektar, maka izin diberikan sesuai dengan hasil tata batas dengan toleransi paling tinggi 5% (lima perseratus).