Dampak Negatif Brexit

Lewat referendum bersejarah, warga Inggris akhir pekan lalu memutuskan untuk menanggalkan keanggotaan mereka dari Uni Eropa setelah 43 tahun. Hal itu terjadi setelah data teranyar yang dihimpun BBC menunjukkan, kubu Brexit (British exit), yang mendukung keluarnya Inggris dari Uni Eropa, berhasil mendapat dukungan suara sebesar 52%. Sedangkan kubu Bremain (British remain) mendapatkan dukungan 48%.

Hasil yang cukup mengagetkan itu langsung memberikan dampak terhadap perekonomian global. Nilai tukar Euro langsung tertekan. Begitu juga dengan harga sejumlah komoditas dan indeks harga saham di pasar saham berbagai negara.

Kemenangan Brexit menyebabkan mata uang poundsterling anjlok hingga 10%-11%, terendah sejak 30 tahun lalu. Sementara mata uang euro mengalami penurunan 1%-2%. Dana-dana keluar yang menyebabkan dua mata uang tersebut anjlok lantaran keluar dan mencari negara-negara yang aman, seoerti Amerika Serikat dan Jepang.

Besarnya dampak yang dimunculkan oleh keluarnya Inggris dari Uni Eropa memang bisa dimaklumi. Sebagai negara dengan kekuatan ekonomi yang cukup berpengaruh, setiap peristiwa yang terjadi pada sektor ekonomi dan politik di Inggris pasti akan berdampak pada dunia internasional.

Pengaruh dari hasil referendum di Inggris itu tentu saja juga berpengaruh terhadap sektor perekonomian Indonesia. Pada hari Jumat lalu, Kondisi rupiah melemah 1% pada hari ini ke kisaran Rp 13.400 per dollar AS. Padahal sehari sebelumnya  rupiah masih berada di kisaran Rp 13.260 pe dollar AS, menguat 4% sejak awal bulan.

Walaupun begitu, Bank Indonesia yakin kalau kondisi ekonomi Indonesia cukup kuat mampu menahan dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Bak Indonesia  memperkirakan dampak Brexit hanya bersifat sementara.

BI mengakui  fenomena Brexit pastinya akan berdampak terhadap aliran dana yang masuk ke pasar Indonesia. Namun lembaga ini  melihat bahwa aliran dana asing sejak awal bulan hingga pekan lalu masih mencatatkan nett inflow sebesar Rp 70 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp 30 triliun.

Begitu juga dengan inflasi Indonesia yang  masih terjaga dan diperkirakan akan berada di titik tengah kisaran inflasi BI sebesar 4%-5%. Tak hanya itu, BI melihat defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) juga masih lebih baik dan diperkirakan sepanjang tahun ini akan mencapai 2,2% dari produk domestik bruto (PDB).

Bank Indonesia menilai masih ada proses yang perlu dijalani Inggirs selepasnya dari Uni Eropa, yang juga membutuhkan waktu. Misalnya adanya perjanjian (treaty) Inggris dengan Uni Eropa, Inggris juga harus membuat permintaan keluar kepada Uni Eropa, dan negosiasi terkait tarif barier dan migrasi.

Walaupun optimis, ada baiknya pemerintah dan pelaku usaha di negeri ini tetap mewaspadai perkembangan yang terjadi dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Kita perlu menyiapkan sejumlah rencana untuk mengantisipasi dampak negatif yang bisa dimunculkan dari hasil referendum di Inggris itu terhadap perekonomian Indonesia.