Reforma agraria, yang jadi janji kampanye Presiden Joko Widodo, ternyata memicu gejolak di lapangan. Strategi besar perhutanan sosial di Jawa, yang semula tidak masuk dalam rencana, mendapat penolakan. Tak hanya Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang protes, manajemen Perum Perhutani di tingkat tapak juga menentang. Isu politik pun dibawa-bawa.
Niat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mewujudkan reforma agraria Presiden Jokowi dengan membuka akses kawasan hutan ternyata tidak mudah. Apalagi, pembukaan akses itu juga dilakukan di Jawa — kawasan hutan yang selama ini dikelola Perum Perhutani. Alih-alih mendapat dukungan, Kementerian LHK malah dituding bakal memicu konflik sosial antar-masyarakat. Loh?
Semua itu bermuara di Permen LHK No P.39 tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani, yang terbit Juni 2017. Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK — atas nama Menteri LHK – bisa menerbitkan Izin Pemanfatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) di areal Perhutani, baik di hutan produksi maupun hutan lindung.
IPHPS diberikan berdasarkan permohonan yang diajukan masyarakat atau bisa berdasarkan penunjukan. Yang menggiurkan, masyarakat bisa mengelola lahan hingga 2 hektare (ha) selama 35 tahun dan bisa diwariskan.
Tawaran luar biasa ini yang kontan ditolak Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), selaku binaan Perhutani dalam kerangka Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Pasalnya, Permen LHK P.39/2017 mengesampingkan keberadaan LMDH, meski selama ini mereka telah berperan menjaga kelestarian hutan. “Ada kesan sepihak dalam penerbitan P.39/2017,” tegas Muhammad Adib ketika dihubungi, Senin (21/8/2017). Adib adalah ketua LMDH Agrowilis yang terletak di hutan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur, Jawa Tengah.
Bahkan, Adib mengingatkan, tanpa melibatkan LMDH, Permen LHK P.39/2017 bisa memicu konflik sosial di tingkat tapak, mengingat tawaran empuk IPHPS. “Konflik bisa terjadi antar-masyarakat.” Apalagi dia menilai ada intervensi yayasan yang pemiliknya memiliki orientasi ke parpol tertentu dalam menentukan lokasi IPHPS di seluruh Jawa.
Yang menarik, manajemen Perhutani di tingkat tapak juga buka suara mendesak penundaan atau revisi Permen LHK P.39/2017. “Permen LHK P.39/2017 menimbulkan masalah besar,” kata Administratur (Adm) Perhutani KPH Bojonegoro, Daniel Budi Cahyono saat Jagongan Rimbawan di Joglo Graha Inovasi Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta, Senin (21/8/2017).
Namun, Kementerian LHK juga tidak mau ditekan. Apalagi, dalam praktiknya LMDH juga tidak berkinerja bagus. Bahkan ada jual-beli lahan garapan. Ketua Dewan Pengawas Perhutani, yang juga Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono memperingatkan pejabat Perhutani di pusat maupun di tingkat tapak untuk tidak menolak P.39/2017. “Saya ingatkan, kita bagian dari pemerintahan yang harus menyukseskan program perhutanan sosial. Jadi, jangan malah menghambat,” tegas Bambang di Jakarta, Selasa (22/8/2017). AI
Baca juga: