Luas Baku Sawah Jadi 7,46 Juta Ha

Lahan baku sawah nasional akhirnya bertambah luas menjadi 7,46 juta hektare (ha) setelah verifikasi lapangan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Penambahan ini memperkecil penyusutan luas lahan baku sawah saat pertama kali metode kerangka sampel area (KSA) diumumkan tahun 2018, yakni hanya 7,1 juta ha.

Penambahan luas lahan baku sawah ini sangat penting buat Indonesia. Pasalnya, penyusutan luas lahan sawah akibat konversi ke penggunaan lain makin marak. Berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) saat menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) pertama kali tahun 2018, luas baku sawah nasional hanya 7,1 juta ha. Padahal, berdasarkan hitungan tahun 2013 oleh BPN, luas baku sawah masih 7,75 juta ha atau susut 650.000 ha. Dengan kata lain, dalam kurun 5 tahun luas lahan baku sawah hilang 130.000 ha/tahun.

“Setelah dilakukan verifikasi di lapangan, semua kementerian/lembaga telah sepakat bahwa yang kita verifikasi ini betul-betul data lahan baku sawah yang sebenarnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati,” ujar Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil saat merilis resmi Luas Lahan Baku Sawah Nasional 2019 dan Produksi Padi 2019 di Kementerian Pertanian, Selasa (4/2/2020).

Menurut Sofyan, dari hasil verifikasi disepakati luas lahan baku sawah 2019 mencapai 7.463.948 ha. Penambahan itu terjadi karena terdapat lahan sawah di sejumlah daerah yang sebelumnya tidak tertangkap oleh citra satelit sebagai lahan sawah karena terdapat genangan. Lahan sawah dalam penghitungan luas sawah ini didefinisikan sebagai areal tanah pertanian yang digenangi air secara periodik dan atau terus-menerus. Lahan sawah ditanami padi, dan atau diselangi tanaman lain, seperti tebu, tembakau dan tanaman musim lainnya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyatakan, data luas baku lahan pertanian yang baru diluncurkan sangat akurat. Dengan demikian bisa melahirkan banyak program tepat guna dan tepat sasaran untuk para petani di seluruh Indonesia. Selain itu, pemerintah terus berusaha mencegah alih fungsi lahan pertanian dan memastikan penggunaan data tunggal lahan pertanian. “Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya sama. Termasuk masalah lahan dan produksi,” tegasnya di Makassar, Jumat (7/2/2020).

“Saya berharap tak ada lagi kekacauan data lahan, baik yang dipegang Kementan, BPS serta Kementerian dan lembaga lain,” tegasnya. Menurutnya, rujukan data adalah BPS. Jadi, datanya harus satu, tidak boleh tumpang tindih. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan. AI