Industri mebel dan kerajinan sulit memenuhi target ekspornya tahun 2017 ini. Pasalnya, untuk semester I tahun 2017, nilai ekspor komoditas tersebut hanya mencapai 696 juta dolar AS atau turun sebesar 12 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
“Jika tak ada kemauan keras dari pemerintah, ekspor mebel dan kerajinan sulit mencapai target 2.7 miliar dolar pada tahun ini,” kata Waketum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur di Jakarta, Rabu (19/07/2017).
Menurutnya, penurunan nilai ekspor terbesar terjadi pada pasar Eropa. Namun angka pastinya belum dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
“Berdasarkan data yang masuk di kami, penurunan ekspor yang paling besar terjadi di Eropa,” paparnya.
Kondisi yang terjadi dalam kegiatan eskpor mebel dan kerajinan Indonesia ke Eropa ittu, ungkapnya, menunjukkan kalau kebijakan SVLK tidak berdampak positif terhadap ekspor komoditas iunkw kawasan Eropa.
” Yang terjadi justru daya saing produk Indonesia menjadi melemah terhadap produk serupa dari negara lain seperti Vietnam, China dan Malaysia,” kata Sobur.
Dia merujuk kepada biaya yang harus dikeluarkan eksportir mebel dan kerajinan Indonesia untuk proses V-Legal dan perizinan lainnya yang totalnya mencapai Rp 400 miliar per tahun.
“Biaya yang dikeluarkan eksportir mebel dan kerajinan ini tentunya membuat biaya produksi meningkat sehingga melemahkan daya saing,” jelasnya.
Karena itu HIMKI tetap menolak penerapan SVLK di industri hilir. Jika memang pemerintah memaksakan, maka HIMKI meminta sistem SVLK diterapkan dengan prosedur yang mudah dan tanpa biaya.
Dia menjelaskan, negara-negara pesaing Indonesia seperti China, Vietnam dan Malaysia menunjukkan tren kenaikan ekspor mereka ke Eropa dan pasar lainnya. Padahal mereka tidak menggunakan sistem SVLK.
Lihat saja Vietnam yang ekspornya telah mencapai 7,2 miliar dolar AS dri sebelumnya yang hanya sekitar 6 miliar dolar AS. Begitu juga dengan Malaysia yang tahun lalu nilai ekspor produk mebel dan kersjinannya mencapai 2,. 5 miliar dolar AS atau meningkat tajam dibandingkan nilai ekspornya tahun sebelumnya yang sekitar 2 miliar dolar AS.
Sementara Indonesia dalam duabtajun belakangan ini menunjukkan tren penurunan .
Di tahun 2016, nilaii ekspor produk mebel dan kerajinan Indonesia hanya mencapai 1,63 miliar dolar AS atau turun sekitar 300 juta dolar dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 1.9 miliar dolar AS.
“Jika tak ada langkah konkrit dari pemerintah dan pengusaha, kinerja ekspor di tahun ini sulit untuk meningkat,” papar Sobur.
Dijelaskan, untuk meningkatkan daya saing di pasar global, HIMKI sudah menyusun 10 langkah antara lain pengembangan desain dan inovasi, peremajaan alat dan teknologi produksi, pengembangan klaster industri modern, pelatihan peningkatan kompetensi SDM, promosi dan pameran.
HIMKI juga akan meminta pengurangan tarif pajak, penegakan hukum, penurunan suku bunga, kecukupan suplai bahan utana dan bahan baku pendukung. Buyung