Gubernur Maluku Moratorium HPH-HTI

Perubahan iklim ternyata bisa jadi alasan mematikan buat Indonesia. Setelah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), kini Provinsi Maluku mendadak memberlakukan moratorium seluruh operasional pemanfaatan hutan alam, baik HPH maupun HTI. Kebijakan ilegal?

Baru dua bulan sejak dilantik menjadi Gubernur Maluku, Irjen Pol. (Purn) Murad Ismail membuat geger sektor kehutanan. Mantan Komandan Korps Brimob Polri ini mengeluarkan surat bernomor 552/1850 tanggal 10 Juni 2019 kepada 13 perusahaan pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam dan hutan tanaman (IUPHHK-HA dan HT atau dulu dikenal dengan sebutan HPH/HTI) di Provinsi Maluku. Isinya? Perintah penghentian sementara (moratorium) seluruh aktivitas atau kegiatan operasional di lapangan.

“Kelalaian Saudara dalam melaksanakan perintah sebagaimana tersebut… di atas, Pemerintah Daerah akan mengambil langkah-langkah tegas sampai dengan proses pencabutan izin secara permanen,” tulis Gubernur dalam surat yang salinannya diperoleh Agro Indonesia. Moratorium langsung berlaku sejak surat dikeluarkan sampai ada evaluasi lebih lanjut.

Apa latar belakang keputusan Murad, gubernur yang usai dilantik Presiden Jokowi pada 24 April 2019 berjanji melakukan moratorium sektor pertambangan, malah membidik sektor kehutanan? Perubahan iklim, ternyata.

Entah berdasarkan kajian ilmiah atau tidak, Murad dalam suratnya menyebut, “Secara global Provinsi Maluku sudah mengalami dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut pada pulau-pulau kecil, peningkatan suhu udara, dan dampak secara lokal” mulai dari banjir, longsor dan kemarau berkepanjangan. Nah, salah satu penyebabnya adalah rusaknya hutan akibat eksploitasi yang berlebihan.

Alasan ini dikritik keras. “Secara teoritis, moratorium mungkin saja. Tapi harus dilakukan secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Jangan hanya menggunakan pendekatan kekuasaan,” kata Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr Gusti Hardiansyah, Jumat (28/6/2019). Sebelum moratorium, katanya, perlu data yang terverifikasi. “Kebiasaan kita ini moratorium hanya di atas meja. Akhirnya, di lapangan malah tidak terkendali,” tegasnya.

Kritik yang sama disampaikan guru besar Fakultas Kehutanan IPB, yang juga wakil rektor, Prof. Dodik R. Nurrochmat. Dia mengingatkan jangan sampai Murad mengulang kasus Aceh. Kenapa? Provinsi ini menerapkan moratorium penebangan hutan sejak tahun 2007 dan malah berbuntut fatal: terjadi open access. “Kondisinya ternyata tidak lebih baik dengan daerah yang tidak memberlakukan moratorium. Kayu ilegal malah marak untuk memenuhi permintaan,” kata Dodik.

Sejauh ini, KLHK selaku kementerian yang bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan hutan belum memberi jawaban memuaskan. Direktur Usaha Hutan Produksi KLHK, Istanto mengaku sedang melakukan verifikasi kebijakan tersebut melalui institusi KLHK di tingkat tapak. Unit Pelaksana Tugas (UPT) KLHK yang berada di Maluku terus menjalin komunikasi dengan Dinas Kehutanan Maluku. “Kami sedang lakukan verifikasi. Kami juga intensifkan komunikasi dengan Pemerintah Maluku,” kata Istanto, Jumat (28/6/2019). AI