Hadapi Tantangan, ISWA Minta Adanya Kolaborasi Inklusif

Asosiasi Pengusaha Kayu gergajian dan Kayu Olahan Indonesia atau Indonesian Sawmill and Woodworking Association (ISWA) meminta perlunya kolaborasi antar pihak untuk mengatasi tantangan yang muncul baik dari dalam negeri maupun luar negeri

“Sejak beberapa tahun ini keadaan perekonomian dunia semakin tinggi ketidakpastiannya. Ketidakpastian itu berarti sulit untuk memprediksi, dan tidak ada seorang pun yang dapat memastikan kapan keadaan yang tidak menguntungkan ini akan berakhir. Hal ini pasti berdampak negative terhadap usaha anggota-anggota ISWA yang sebagian besar produk industrinya berorientasi ekspor,” kata Wiradadi Soeprayogo, Ketua Umum ISWA periode 2023 -2028, usai Munas VII ISWA di Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Selain itu, ungkapnya, pasar produk industri pengolahan kayu di dalam negeri juga cukup berat, karena harus bersaing dengan produk-produk substitusi seperti logam, plastik, keramik dan lain-lain. Rantai pasok bahan baku kayu bulat (log) dari hulu (hutan negara dan hutan hak atau hutan tanaman rakyat) sampai dengan hilir atau industri pengolahannya juga menghadapi persoalan yang tidak ringan, antara lain dengan semakin meningkatnya biaya logistic/transportasi, biaya transaksi, dan biaya informasi.

“Kita semua merasakan dan mengetahui, terjadinya perubahan yang begitu cepat dari berbagai aspek dan dimensi. Hal ini pasti berdampak kepada ISWA sebagai suatu organisasi bisnis yang bertumpu pada hasil industri kayu gergajian dan kayu olahan,” papar Wiradadi.

Menurutnya, berbagai tantangan tersebut tidak mungkin diatasi oleh ISWA sendiri. Kerja sama saling sharing dari berbagai pihak atau kolaborasi inklusif antara ISWA (industri) dan pemerintah, peguruan tinggi, dan organisasi profesi (terutama yang ada dalam wadah Persatuan Insinyur Indonesia) merupakan suatu keniscayaan.

Untuk mengatasi tantangan yang muncul itu, Wiradadi meminta adanya peran serta dari pemerintah untuk lebih giat memberikan kemudahaan kepada pelaku usaha di industri kayu gergajian dan kayu olahan agar mereka dapat meningkatkan daya saingnya di pasar internasional maupun dalam negeri.

Wiradadi meminta pemerintah memperlonggar aturan-aturan yang menghambat kegiatan bisnis industri kayu gargajian dan kayu olahan serta memberikan bantuan lebih besar lagi bagi peningkatan kualitas dan produktivitas anggota ISWA.

Wiradadi mencontohkan, isu  tentang lingkungan hidup seperti perubahan iklim, efek gas rumah kaca, dan lain-lain semakin terasa dampaknya bagi kegiatan anggota ISWA. “Maka green economy, green industry, perdagangan karbon, program hilirisasi, dan lain-lain merupakan suatu keniscayaan dan itu semua memerlukan tambahan biaya investasi,” ucapnya.

Untuk mengtasi tantangan itu, kebutuhan bahan baku kayu bulat (log) tidak sekedar memenuhi kuantitasnya saja, tetapi terlebih penting adalah mengedepankan kualitasnya. Begitu pula di industrinya harus diupayakan untuk menghasilkan berbagai produk yang nir limbah (zero waste). *** Buyung N