IPCC: Makin Tipis Peluang Menahan Laju Pemanasan Global

Ketua IPCC, Jim Skea. Foto: Nuran Erkul Kaya/Anadolu Agency/Getty Images

Peluang dunia untuk membatasi kenaikan suhu global 1,50 Celsius sejak pra-Revolusi Industri makin menyusut dan kini tinggal kurang dari sepertiga atau separuh saja dari prediksi yang dilaporkan oleh badan sains iklim PBB.

Perkiraan suram itu dikemukakan akademisi Inggris Jim Skea, yang baru saja menjadi ketua Panel Antarpemerintah PBB mengenai Perubahan Iklim (IPCC).

Menurut Skea, terus berlanjutnya kenaikan emisi gas rumah kaca sejak laporan IPPC terakhir pada 2021, telah mengurangi peluang untuk menahan laju pemanasan global.

Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, hampir 200 negara sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 20C, bahkan idealnya 1,50C.

Laporan IPCC dua tahun lalu itu menjabarkan skenario untuk membatasi pemanasan sampai 1,50C, dengan kemungkinan dicapainya target tersebut berkisar antara 33% sampai 50%.

Emisi karbon dioksida dari energi, sang penyumbang terbesar pemanasan global, masih terus naik ke level tertinggi sepanjang waktu pada 2022, demikian menurut Badan Energi Internasional (IEA), dan diperkirakan masih terus naik pada tahun ini.

“Kita masih belum melihat pengurangan emisi seperti yang diasumsikan oleh skenario ini (dari penelitian sebelumnya). Jadi, peluangnya pasti kurang dari 33% saat ini,” ujar Skea kepada Financial Times.

Skea, yang merupakan penulis bersama laporan definitif IPCC tahun 2018 (yang menjabarkan perbedaan kontras hasil pemanasan di posisi 1,50C dengan 20C) mengatakan, target pemanasan 1,50C tidak sepenuhnya di luar jangkauan. Hanya saja, peluang capaian target itu makin menyusut seiring naiknya emisi.

“Memang masih memungkinkan pemanasan akan tetap di bawah 1,50C. Tapi dengan tingkat kenaikan emisi yang sama seperti saat ini setiap tahunnya, maka kemungkinan itu semakin kecil.”

Emisi gas rumah kaca harus turun hamper separuhnya pada tahun 2030 untuk membatasi pemanadsan 1,50C. Suhu Bumi sendiri sudah meningkat sedikitnya 1,10C, demikian temuan IPCC.

Skea mengatakan, riset IPCC menemukan ada “gambaran yang lebih optimistis” mengenai kemampuan untuk membatasi kenaikan suhu sampai 20C, seraya menyebutkan bahwa “setiap pecahan derajat itu sangat penting.”

Laporan IPCC yang dia tulis bersama menemukan perbedaan yang besar antara konsekuensi pemanasan global 1,50C dengan 20C. Pada pemanasan yang lebih tinggi, maka hamper tidak ada lagi terumbu karang yang tersisa, produktivitas tanaman pangan akan mengalami penurunan yang jauh lebih besar, dan sebagian besar penduduk dunia akan mengalami panas ekstrem selama 5 tahun.

Skea juga menyuarakan kekhawatirannya tentang suhu ekstrem yang terjadi sejauh ini selama 2023, sehingga akan tercatat sebagai tahun terpanas sejak pencatatan dilakukan.

“Apa yang kita saksikan adalah hal-hal yang telah diproyeksikan oleh skenario IPCC, tapi mereka nampaknya terjadi jauh lebih cepat ketimbang yang diantisipasi siapapun,” paparnya.

Ketika siklus cuaca El Nino, yang mendorong naik suhu, terjadi tahun ini dan terdapat variabilitas alami antar tahun, dia mengatakan para ilmuwan telah mengungkapkan “keheranan” mereka dengan tingginya suhu yang terjadi sejauh ini.

“Sejumlah kenaikan suhu yang kita saksikan sebetulnya berada di luar peta,” katanya.

Skea akan memimpin IPCC untuk 5-7 tahun ke depan dan akan memproduksi sejumlah laporan sampai siklus saat ini berakhir pada tahun 2030. Fokus dari mayoritas laporan IPCC itu masih belum diputuskan, tapi akan ada satu laporan mengenai perkotaan.

Menurutnya, penelitian ini akan mengingatkan apa yang disebut dengan inventarisasi global berikutnya yang akan dilakukan dalam 5 tahun ke depan, ketika negara-negara di dunia menilai kemajuan yang mereka buat untuk memangkas emisi.

Inventarisasi tahun ini, yang pertama sejak lahirnya Perjanjian Paris, sudah menunjukkan bahwa dunia sedang keluar dari jalur capaian tujuannya untuk membatasi kenaikan suhu. AI