Metode Tree Length Logging Tingkatkan Pemanfaatan Tebangan

Aktivitas di IUPHHK Hutan Alam

Metode pemanenan tree length logging bisa mengoptimalkan potensi kayu hingga 2,1 juta m3 per tahun yang selama ini dianggap limbah dan ditinggal di lokasi tebangan. Pemanfaatan itu bisa berdampak pada naiknya penerimaan negara bukan pajak (PNBP)  sekitar Rp500 miliar setiap tahun.

Peneliti Utama Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ir Soenarno, MSi menjelaskan teknik pemanenan kayu saat ini menimbulkan potensi adanya limbah kayu yang diperkirakan hingga 2,9 juta m3 per tahun. “Untuk itu perlu dilakukan pengenalan metode baru pemanen kayu yang efektif dan murah yang bisa mengeluarkan kayu produksi dan limbah pemanenan sekaligus, yaitu tree length logging,” katanya saat peluncurkan saat peluncuran Forpro, sebuah strategi penjenamaan (branding) untuk memasarkan produk iptek hasil hutan di Jakarta, Senin (24/2/2020).

Dia menjelaskan, pada teknik pemanenan kayu konvensional, kayu bulat dipanen sampai batas batang bebas cabang (BBC). Batang atas cabang (BAC) justru ditinggal di petak tebangan dan menjadi limbah. Padahal, batas atas cabang masih punya potensi pemanfaatan yang besar. Tak jarang dihasilkan log dengan panjang hingga lebih dari 1 meter  setelah batas BBC.

Pada tree length logging, yang dipanen dan dibawa keluar dari petak tebangan bukan hanya BBC tapi juga BAC. Cabang yang ada pada BAC, cukup di dilakukan pemangkasan (branching). “Selanjutnya dilakukan penyaradan keluar dari petak tebangan,” katanya.

Dari hasil riset dan ujicoba yang sudah dilakukan, pada areal datar-landai, metode tree length logging bisa meningkatkan efisiensi yang cukup signifikan. Jika dibandingkan dengan metode tebangan biasa, maka peningkatan efisiensi bisa mencapai 21%. Sementara jika dibandingkan dengan teknik penebangan reduce impact logging (RIL) konvensional, maka efisiensi bisa meningkat hingga 5%.

Kerusakan lahan yang terjadi pada tree length logging juga masih lebih baik jika dibandingkan dengan metode RIL konvensional.  Tree length logging berhasil menurunkan kerusakan lahan hingga 2% dibandingkan metode RIL konvensional.

Sementara pada areal dengan tropografi curam, tree length logging mampu meningkatkan efisiensi hingga  22% dibandingkan metode tebangan biasa dan hingga 9% dibandingkan metode RIL konvensional.

Soenarno menekankan dengan implementasi tree length logging maka ada akan meningkatkan potensi penerimaan Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sekitar Rp0,503 triliun/tahun, terdiri dari Rp0,396 triliun/tahun akibat meningkatnya efisiensi pemanfaatan kayu dan Rp0,077 triliun/tahun limbah BBC serta Rp0,029 triliun/tahun limbah BAC.

“Limbah pemanenan dapat segera dimanfaatkan menjadi produk bernilai tambah karena limbah telah berada di lokasi tempat penampungan,” katanya.

Meksi demikian, dia mengakui, kalau metode tree length logging masih menguntungkan jika jarak sarad kurang dari 400 meter.

“KemenLHK perlu memberikan insentif bagi para pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam yang menerapkan metode tree length logging dan pemanfaatan limbah sebagai salah satu upaya efisisensi pemanfaatakan kayu melalui peningkatan besaran bilang faktor eksploitasi (FE) sebesar 0,9 atau berdasarkan kajian sesuai lokasi,” kata dia.

Sugiharto