Rencana pemerintah menstabilkan harga pangan strategis dengan menetapkan harga acuan, baik di tingkat konsumen (ceiling price) maupun produsen (floor price), dinilai positif. Sayangnya, rencana itu dinilai sulit terlaksana karena ada tiga syarat dasar yang belum terpenuhi. Apa saja?
Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) akhirnya menyepakati harga acuan untuk tujuh komoditas strategis, meliputi beras, kedelai, jagung, cabai, bawang merah, daging sapi, dan gula. Kini, draft harga acuan itu tinggal menunggu persetujuan Menko Perekonomian, yang akan ditindaklanjuti Kemendag dengan menerbitkan aturan baru harga acuan tersebut.
“Peraturan Menteri Perdagangannya siap ditandatangani, tinggal menunggu persetujuan Pak Menko. Karena semua kebijakan yang akan keluar di tim ekonomi harus persetujuan Kemenko dulu,” ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, Kamis (1/9/2016), di Jakarta.
Menurutnya, ada dua tipe harga acuan tersebut. Di tingkat petani, yakni penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) atau floor price, dan di tingkat konsumen melalui harga eceran tertinggi (HET) atau ceiling price. Dari informasi yang ada, harga acuan (HPP) di tingkat petani untuk komoditas beras Rp7.300/kg, bawang merah (Rp15.000/kg), jagung (Rp3.150/kg). Sementara harga acuan di tingkat konsumen (HET) untuk gula Rp12.500/kg, dan daging sapi rata-rata Rp80.000/kg. Harga ini akan dipantau tiap empat bulan. Pemerintah akan intervensi jika harga di petani di bawah HPP dengan membeli, atau melakukan operasi pasar jika harga di konsumen di atas HET.
Positif, memang. Namun, menurut guru besar IPB yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa, semua itu baru sekadar rencana dan sulit diwujudkan jika satu dari tiga syarat dasar tak terpenuhi. “Pelaksanaan kebijakan itu tergantung tiga hal, yakni kapasitas pendanaan pemerintah, infrastruktur pangan pokok yang akan dilindungi serta akurasi data. Jika salah satu tidak ada, maka tidak mungkin dijalankan,” ujar Dwi Andreas, Sabtu (3/9/2016). Apalagi, kata dia, ketiga persyaratan tersebut memang belum terpenuhi.
Jangankan infrastruktur pangan pokok dan akurasi data yang sering dikeluhkan banyak pihak, kemampuan pendanaan saja masih tanda tanya. Hal itu diakui Wakil Ketua Komisi IV DPR (F-PD), Herman Khaeron. Menurutnya, dalam RAPBN 2017 belum ada pos anggaran untuk mengawal kegiatan harga acuan terhadap sejumlah komoditas pangan strategis. “Memang belum ada, tetapi hal itu bisa dibicarakan nantinya dengan pihak pemerintah,” ujarnya.
Itu sebabnya, Dwi Andreas meminta pemerintah berupaya keras untuk mewujudkan tiga syarat tadi agar harga acuan bisa terlaksana. “Pemerintah perlu upaya keras untuk mewujudkan ketiganya,” katanya. Ya, kapan lagi konsumen dan petani bisa terlindungi dari permainan harga. AI