Harga Gabah Cenderung Turun

????????????????????????????????????

Pemerintah akan mengendalikan harga pangan seperti beras, daging, bawang dan gula pasir. Pengendalian ini untuk menjadi agar harga pangan tersebut tidak bergejolak, sementara produksi petani dapat diserap dengan harga yang wajar.

Namun, di saat pemerintah berusaha untuk mengendalikan harga pangan, di lapangan harga gabah petani cenderung turun. Aling, Ketua Kelompok Tani Bangun Sari, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, ketika ditanya Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjawab, “Harga gabah kering panen Rp3.100/kg.”

Amran, yang saat itu sedang melakukan kunjungan kerja, langsung memanggil pihak Bulog. “Saya minta Bulog melakukan pembelian gabah kering panen (GKP) petani dengan harga Rp3.700/kg. Kalau gabah kering giling (GKG) harga beli Bulog Rp4.600/kg. Tolong catat nomer telepon Bulog,” kata Amran kepada Aling.

Produktivitas tanaman padi anggota Kelompok Tani Bangun Sari mencapai 6-7 ton/ha. Namun, pihak Bulog, kata Aling, jika mau membeli gabah petani sering menerapkan syarat-syarat tertentu seperti kadar air. Jika syarat tersebut tidak bisa dipenuhi, maka harga jual gabah petani tetap di bawah HPP.

Ketua Kelompok Tani Nurkam Dusun Mangasih, Kecamatan Cisalengka, Kabupaten Bandung, Ajang mengatakan, harga GKP di tingkat petani Rp4.300/kg dan GKG Rp5.600/kg. Produktivitas tanaman padi anggota kelompok antara 7 ton/ha-7,5 ton/ha.

“Kalau di daerah kami, belum ada pembelian gabah oleh Bulog karena harga gabah di musim gadu ini cukup bagus,” katanya. Total areal sawah di Kecamatan  Cisalengka sekitar 116,5 ha. Dari jumlah ini, sekitar 40 ha berupa lahan tadah hujan.

Sementara Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Cilacap, Waluyo yang dihubungi via telepon mengkhawatirkan harga gabah kering giling (GKG) yang cenderung menurun akhir-akhir ini. “Kondisi GKG di wilayah kami terus mengalami penurunan harga satu bulan terakhir. Saat ini harga GKG di angka Rp4.500/kg,” katanya.

Dia menjelaskan, penurunan harga gabah ini dipengaruhi peraturan Bulog yang dinilai terlalu ribet dalam penyerapannya. Ditambah lagi ada fenomena para tengkulak yang rata-rata mengaku sedang kesulitan modal.

“Ini ada yang aneh memang. Di sini, entah benar atau tidak, para tengkulak banyak yang mengaku sedang tidak ada modal. Sementara kalau dijual ke Bulog terlalu ribet aturannya, seperti kadar air dan rendemen. Sedangkan di sini fasilitas dryer sangat minim dan petani sudah sangat membutuhkan dana untuk modal tanam berikutnya,” jelas Waluyo.

Mentan Amran mengatakan, sekarang ini tidak ada lagi musim paceklik, karena tanam padi bisa dilakukan setiap bulan. “Luas tanam bulan Agustus 2016 lalu sudah mencapai 1 juta ha. Jika produktivitas 6 ton/ha, maka produksi gabah mencapai 6 juta ton,” tegasnya.

Produksi gabah 6 juta ton tersebut jika dikonversikan menjadi beras menjadi 3 juta ton beras. Sementara kebutuhan konsumsi masyarakat sekitar 2 juta ton. Jadi, pada bulan Desember 2016 nanti akan ada surplus produksi, karena yang tanam bulan Agustus lalu akan panen bulan Desember mendatang.

Mentan Kesal

Mentan Amran juga kesal saat sidak ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) karena menemukan pedagang menjual beras dengan harga yang sangat murah, di bawah HPP.

“Tahu enggak, kami sudah setengah mati angkat produksi. Tetapi begitu dengar harga beras di sini Rp7.000/kg, saya langsung turun, karena kalau terlalu murah akan bahaya,” ujarnya.

Kekesalan Mentan bermula saat berdialog dengan Sain, seorang pedagang pemilik beras yang dijual dengan harga Rp7.000/kg-Rp7.200/kg di PIBC. Awalnya, Amran belum menunjukkan kekesalannya. Namun, begitu mengetahui beras tersebut dari Bekasi, senyum Mentan seketika hilang.

Dia mengatakan, jika tidak segera diatasi, maka yang menjadi korban dan menderita adalah petani, karena harga di tingkat petani jelas lebih murah. Bahkan, nanti petaninya yang akan memukul balik, yakni  berhenti menanam.

“Jadi, ada miss-management. Ini yang harus kita perbaiki bersama dan evaluasi. Satu sisi serapan (Bulog serap gabah) kita harus kita optimalkan ke depan, walaupun stok kita ada 2,1 juta ton di gudang untuk mencukupi 9 bulan ke depan,” jelasnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir memaklumi kekesalan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang mendapati harga beras Rp7.000/kg saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di Pasar Induk Beras Cipinang (PBIC). Menurutnya, sebagai seorang menteri yang membawahi pertanian pasti mengkhawatirkan kondisi petani bila harga beras anjlok.

“Dengan harga beras sangat murah, apalagi sudah di posisi Pasar Induk Cipinang, menjadi wajar bila menteri pertanian kesal karena beliau pasti mengkhawatirkan harga gabah atau beras di tingkat petani jangan sampai terlalu murah yang berimbas pada kesejahteraan petani sehingga melemahkan semangat petani untuk berproduksi lagi,” ujar Winarno.

Meski demikian, jelas Winarno, harus diselidiki terlebih dahulu apa penyebab harga beras yang ditemukan Mentan menjadi sangat murah hingga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp7.300/kg, mengingat anjloknya harga beras bisa dipengaruhi banyak hal. “Harus dicari tahu dulu apa penyebab anjloknya harga beras itu. Bisa jadi karena produksi beras melimpah di daerah tertentu, sehingga memaksa mereka melempar ke Jakarta dengan harga murah. Bisa juga karena peran Bulog yang kurang maksimal,” katanya.

Dia mengakaui, Bulog sampai saat ini memang kurang maksimal dalam penyerapan gabah dan beras dari petani langsung karena keterbatasan yang ada di perusahaan umum ini, sehingga masih mengandalkan pasokan dari penggilingan yang menjadi mitra kerjanya.

“Bulog memang tidak atau belum dipersiapkan untuk melakukan penyerapan gabah atau beras langsung dari petani. Bulog punya banyak keterbatasan dalam hal baik itu fasilitas gudang, penggilingan maupun SDM untuk terjun langsung menyerap dari petani. Bulog sampai saat ini masih mengandalkan Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) di daerah-daerah dan penggilingan-penggilingan yang menjadi mitra kerjanya selama ini,” ungkapnya.

Bulog selama ini tunduk dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 yang menetapkan harga pembelian terendah Rp7.300/kg untuk beras. Namun, saat ini Bulog juga terikat dengan regulasi yang mewajibkan mereka membeli langsung hasil produksi dari petani.

Sementara itu Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menjelaskan, saat ini rantai pasok di Indonesia mencapai 8-9 rangkaian, maka pemerintah akan berupaya memangkas 4-5 rantai pasok sehingga harga pangan yang sampai ke Jakarta dapat ditekan tidak terlalu tinggi.

“Caranya adalah dengan melakukan penyerapan bahan kebutuhan pokok dalam jumlah besar dari petani langsung Bulog. Barang yang diserap Bulog kemudian langsung dikirim ke Jakarta dan harus diserap PD Pasar Jaya agar langsung mengisi stok bahan pangan di pasar-pasar rakyat. Di PD Pasar Jaya, Pak Ahok juga memiliki sistem tataniaga tersendiri yang bagus,” jelas Mendag.

Untuk menekan harga pangan, lanjut Mendag, pihaknya akan menetapkan floor price atau harga dasar pembelian dari petani oleh Bulog. Nantinya akan ditetapkan 14 komoditas yang akan ditetapkan floor price-nya yaitu beras, kedelai, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, serta ikan segar, dalam hal ini bandeng, ikan kembung, dan tongkol/tuna/cakalang.

“Namun saat ini baru empat komoditas yang akan diprioritaskan yakni beras, gula, bawang merah, dan daging sapi. Sementara untuk ceiling price (harga eceran tertinggi ke masyarakat) akan ditetapkan oleh Kemendag dan Kementan. Saat ini sedang digodok dan pada minggu ini juga akan segera ditetapkan. Dengan demikian akan ada intervensi di pasar di seluruh DKI Jakarta. Harga eceran akan seperti yang kita harapkan,” jelas Mendag. Jamalzen