Produk berbasis minyak ekaliptus viral beberapa waktu belakangan setelah Kementerian Pertanian memperkenalkan produk berbentuk kalung. Produk tersebut diklaim sebagai antivirus corona.
Ada salah pemahaman umum kalau minyak ekaliptus dan kayu putih adalah produk yang sama. Padahal, keduanya adalah produk yang berbeda karena dihasilkan dari tanaman yang berbeda.
Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Benih Tanaman Hutan (Biotifor) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr Nur Sumedi mengungkapkan, dalam taksonomi, ekaliptus dan kayu putih memang berada dalam family yang sama yaitu Myrtaceae meski demikian spesies keduanya berbeda.
“Kayu putih punya nama latin Melaleuca cajuput,” katanya saat diskusi virtual Pojok Iklim, Rabu (17/6/2020).
Sementara nama latin tanaman ekaliptus adalah Eucalyptus sp. Ada beberapa spesies ekaliptus yang bisa dimanfaatkan untuk diambil minyak atsiri. Diantaranya adalah Eucalyptus globulus.
Minyak atsiri dari Eucalyptus globulus memiliki kandungan 1,8 cineole, paling tinggi dibandingkan dengan spesies ekaliptus lain. Senyawa 1,8 cineole adalah senyawa yang berdasarkan hasil penelitian bisa menghambat virus corona.
Menurut Nur Sumedi, Eucalyptus globulus merupakan tumbuhan asli Australia yang sayangnya karena perbedaan iklim tak cocok tumbuh di Indonesia.
Soal kandungan 1,8 cineole, Nur Sumedi mengungkapkan sesungguhnya minyak atsiri yang dihasilkan kayu putih memiliki kandungan 1,8 cineole yang tinggi.
“1,8 cineole juga banyak ditemukan di tanaman kayuputih, yang merupakan tanaman asli Indonesia. Ini penting karena kita mencari tanaman menjanjikan yang asli biodiversitas kita sendiri,” katanya.
Sugiharto