Menteri LHK Sidak Perhutanan Sosial saat Pandemi, Begini Temuannya

Menteri LHK Siti Nurbaya (kanan) saat meninjau pelaksanaan perhutanan sosial di Kemusu, Boyolali, Jawa Tengah.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mendatangi pemegang izin perhutanan sosial di Kemusu, Kabupaten Boyolali, Sabtu (11/7/2020), untuk memastikan program tersebut berjalan baik meski di tengah pandemi COVID-19.

“Ini merupakan kali keempat saya kesini. Sebelumnya saat proses identifikasi, serta saat persiapan, dan kunjungan Bapak Presiden dalam rangka penyerahan SK Perhutanan Sosial Bulan November Tahun 2017,” tutur Menteri Siti kepada kelompok tani pemegang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) Wono Lestari I dan II,

Menteri Siti kembali menegaskan komitmen Presiden Joko Widodo mengenai keberpihakan terhadap masyarakat.

“Bapak Presiden mempunyai gagasan mulia dengan memberikan akses legal kepada rakyat untuk memanfaatkan hutan selama 35 tahun yang bisa diperpanjang sampai 70 tahun,” katanya.

Menteri Siti mengungkapkan Presiden Jokowi mempunyai cita-cita, meski usahanya dijalankan oleh rakyat, tetapi manajemen bisnisnya kelas korporat.

“KUPS ini nantinya merupakan kelompok usaha dengan manajemen kelas bisnis, jadi dalam penerapannya harus tertanam jiwa pebisnis,” katanya.

Selain manajemen yang baik, aspek lain yang perlu dikembangkan yaitu teknologi, melalui intervensi peralatan, dan pendampingan teknologi bibit unggul. Selanjutnya, KUPS ini perlu didampingi dalam pemasaran, dan permodalannya.

“Kita akan bina dan berikan pendampingan menurut spesifikasi usahanya,” ucap Menteri Siti.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto menyampaikan KTH Wono Lestari mengembangkan 5 kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) sebagai komoditas utamanya, yaitu kayu putih, jagung, bambu, ternak, dan minyak kayu putih.

Manfaat ekonomi telah dirasakan oleh Kelompok Tani IPHPS Wono Lestari dengan menjalankan komoditas utamanya yaitu produksi minyak kayu putih. Kelompok ini telah memanen tanaman daun kayu putih seluas 60 ha dengan hasil 98 ton daun kayu putih.

Dari hasil 98 ton daun kayu putih dapat diproduksi minyak kayu putih sebanyak 596 liter atau identik 554 kilogram. Hasil produksi tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi sebesar Rp157 juta per daur panen (7–9 bulan).

“Hal ini menunjukkan bahwa Program Perhutanan Sosial mampu menumbuhkan geliat ekonomi masyarakat khususnya para petani hutan serta menopang pertumbuhan ekonomi lokal,” katanya.

Sebagai catatan, perhutanan sosial menjadi salah satu program pengungkit pulihnya kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat tapak. Melalui perhutanan sosial, Pemerintah menyalurkan stimulan bantuan ekonomi produktif, peningkatan kapasitas produksi komoditas kelompok tani sekitar hutan, serta mendorong kemandirian sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan.

Sugiharto