Oleh: Pramono Dwi Susetyo (Pernah Bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Penulis Buku Seputar Hutan dan Kehutanan: Masalah dan Solusi)
Menteri LHK Siti Nurbaya pernah menjelaskan rencana KLHK untuk mengembalikan hutan tropika basah asli Kalimantan di ibukota negara (IKN) Nusantara yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Sebagai rimbawan yang pernah mendalami ekologi dan silvikultur hutan tropika basah dan pernah bermukim selama lima tahun (1999-2004) di Palangkaraya Kalimantan Tengah, saya bertanya dalam hati, mungkinkah kawasan IKN yang aslinya adalah hutan tropika basah dengan ratusan jenis pohon/tanaman dan telah menyatu membentuk ekosistem yang seimbang (equilibrium ecosystem) melalui proses ratusan tahun, kemudian diubah menjadi hutan tanaman yang monokultur akan dikembalikan lagi seperti aslinya sebagai hutan tropika humida (basah) asli Kalimantan?
IKN Sebagai Forest City
Dalam konsep Bappenas, pemerintah akan menyiapkan 75 persen kawasan IKN sebagai area hijau. Sebanyak 28,5 persen akan menjadi kawasan konservasi; 21,7 persen menjadi lahan pertanian; 15,1 persen kawasan hutan produksi; 6,6 persen perlindungan terhadap kawasan bawaan; 3,9 persen ekosistem bakau; 3,5 persen perlindungan; dan 0,3 persen area perikanan.
Secara legal formal, kawasan IKN sudah siap dan tidak menjadi masalah karena kawasan tersebut adalah bekas HTI yang 0% konflik tenurial. Tutupan hutannya pun, secara ekologis luasnya masih sangat memadai yakni 42,31%. Sebagai kota yang mengusung konsep kota hutan (forest city) dan berbasis lingkungan yang sesedikit mungkin atau tidak ada penebangan hutan, luasan tutupan hutan 42,31% ini dirasa belum cukup dan harus ditingkatkan lagi luasannya menjadi 70% – 80%.
Tanggung Jawab KLHK
KLHK sebagai institusi/lembaga pemerintah yang mempunyai otoritas merumuskan, mengatur dan melaksanakan kebijakan kota hutan tersebut pada tahap awal mengambil inisiatif untuk membangun persemaian (nursery) modern dengan luas 120 hektare yang mampu menyiapkan dan memproduksi bibit berkualitas tinggi sebanyak 15.000.000 bibit setiap tahun dan diharapkan tahun 2023 sudah dapat berproduksi untuk menyuplai kebutuhan bibit kegiatan RHL di kawasan IKN. Lokasi pembangunan persemaian modern tersebut terletak di kawasan hutan produksi Desa Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kaltim. Di samping kegiatan RHL reguler yang dilakukan seluas 1.500 hektare setiap tahun, untuk mendukung pembangunan IKN; dilakukan percepatan RHL pada tahun 2023 dan 2024 masing-masing dengan luas 15.000 hektare.
Pemerintah melalui KLHK telah merancang pembangunan IKN melalui pendekatan Forest City, berbasiskan pada dimensi lingkungan, dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya dan dimensi tata kelola yang di dalamnya terkandung 10 prinsip dasar dan 36 kriteria. Dan keempat dimensi itu; pertama dimensi lingkungan yang mengandung prinsip konservasi sumberdaya alam dan kelestarian hutan. Pengelolaan sumberdaya air secara terpadu. Prinsip berikutnya, aman dari ancaman bencana dan dampak perubahan iklim. Di dalam dimensi sosial budaya ditegaskan adanya prinsip keterlibatan masyarakat lokal dan identitas peradaban, nilai historis dan budaya. Sedangkan pada dimensi ekonomi, pengembangan ekonomi lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi hijau dan pengembangan ekonomi berbasiskan konservasi dan biodiversitas. Dimensi keempat, yakni dimensi tata kelola yang menganut pada 3 prinsip, yakni pengelolaan wilayah IKN terintegrasi, dukungan kebijakan strategis berketahanan dan responsif. Lalu, prinsip yang sangat mendasar pelibatan aktif stakeholder.
Dari empat dimensi dan 10 prinsip ini, memiliki 36 kriteria. Sebut saja misalnya pada prinsip konservasi sumberdaya alam dan kelestarian hutan, kriterianya, antara lain; habitat flora fauna tidak terfragmentasi, Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) tinggi, dan terjaga kelestariannya. Begitu juga dengan kawasan riparian sungai, dan kawasan hutannya pun terjaga kelestariannya. Kawasan hutan dan habitat pun terpulihkan. Selain terbangunnya, eco – infrastruktur yang handal. Di dalam prinsip pembangunan ekonomi berkelanjutan, kriterianya meliputi, meningkatkan penggunaan energi terbarukan, mengembangkan ekonomi digital yang inklusif, dan membuka lapangan kerja yang ramah lingkungan. Dan adanya penerapan sistem mobilitas atau pergerakan berkelanjutan 10 menit. Sudahkan konsep rancangan kota hutan yang dibuat KLHK sudah holistik dalam perspektif lingkungan?
Pendekatan Lingkungan Holistik
Secara sepintas rancangan hutan kota yang akan dibangun menerapkan pendekatan lingkungan holistik. Pengertian lingkungan holistik secara umum adalah merupakan sebuah pengelolaan lingkungan dalam satu kesatuan dengan tidak memisahkan dari lingkungan hidup itu sendiri. Lingkungan holistik merupakan bagian-bagian dari holistik itu sendiri yang membentuk sebuah kesatuan yang bisa berjalan sesuai dengan bagaimana semestinya. Di dalam lingkungan holistik masing-masing bagian mendapatkan peran yang berguna untuk mendukung sebuah sistem itu. Masing-masing peran memang sangat penting. Namun lebih penting lagi tentang sistemnya itu sendiri. Dalam dimensi lingkungan yang akan diekembangkan di IKN Nusantara nanti sudah mencakup masalah prinsip konservasi sumberdaya alam dan kelestarian hutan. Termasuk didalamnya adalah pengelolaan sumber daya air secara terpadu.
Namun, secara lebih detil dan rinci (rigid) rancangan yang dibuat KLHK masih bersifat normatif dan belum dapat menggambarkan bagaimana menghutankan kembali kawasan IKN dengan pemilihan jenis-jenis vegetasi yang adaptif, cepat tumbuh (fast growing species) dan mampu menyerap air hujan kedalam tanah dalam jumlah yang besar yang diharapkan sebagai cadangan air tanah di kawasan IKN nanti. Termasuk jenis vegetasi yang mampu menghutankan kembali lubang-lubang bekas pertambangan legal maupun ilegal di kawasan pengembangan IKN yang menurut data KLHK luasnya bukaan tambangnya mencapai 1.751,7 hektar dan tersebar di Kecamatan Samboja dan Kutai Kartanegara.
Meski pemerintah mulai tahun 2022 ini sedang membangun bendungan Sepaku Semoi dengan luas 378 hektar di Kecamatan Sepaku Penajam Paser Utara Kalimantan Timur sebagai sumber air bersih ke IKN Nusantara, yang menurut rencana, 2000 liter per detik akan dialirkan ke IKN Nusantara dan 500 liter per detik lainnya untuk Kota Balikpapan, namun debit sebesar itu dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhan air sebuah kota sekelas IKN Nusantara dengan jumlah penduduk awal mencapai 1,5 juta jiwa itu. Kebutuhan air bersih untuk IKN Nusantara dengan penduduk 1,5 juta jiwa diperkirakan membutuhkan air bersih minimal 225 juta liter/per kapita/hari. Sementara bendungan Sepaku Semoi hanya mampu menyediakan air sebesar 172,8 juta liter/per kapita/hari. Itupun dalam kondisi bendungan mampu menampung air hujan secara penuh (maksimal) pada musim hujan dan belum tentu dapat menghasilkan debit sebesar 2000 liter/detik pada musim kemarau karena daya tampung bendungan akan menyusut drastis sepanjang tutupan hutannya (forest coverage) tidak/belum berfungsi dengan baik.
Ketersediaan air bersih bagi kawasan IKN Nusantara, akan lebih banyak tergantung dari bagaimana konsep kota hutan yang mempunyai tutupan hutan 70 persen dapat berfungsi secara sempurna mampu menyerap air hujan kedalam tanah sebanyak-banyaknya (secara maksimal) sebagai cadangan air tanah untuk melengkapi sumber air dari bendungan Sepaku Semoi yang debit airnya dianggap tidak mencukupi untuk kebutuhan air bersih. Membuat waduk-waduk dan embung-embung air merupakan upaya tambahan dan melengkapi untuk tabungan air disaat menghadapi musim kemarau.
Secara geografi letak dan kedudukan kawasan IKN yang mempunyai ketinggian 60-80 meter diatas permukaan laut (dpl), membuat kawasan IKN aman dari banjir rob (air pasang dari lautan) tidak seperti yang terjadi di Jakarta. Fenomena intrusi air laut yang dapat menembus sampai di bawah Monas di Jakarta tidak akan terjadi di IKN Nusantara. Karena pembangunan IKN Nusantara dimulai dari nol maka pengaturan drainase air kota akan lebih mudah merancangnya. Maka, konsep kota spons yang memiliki sistem perairan sirkuler yang menggabungkan arsitektur, desain tata kota, infrastruktur dan prinsip keberlanjutan bukanlah suatu angan-angan.
Pemilihan Jenis Pohon dan Penyiapan Bibit Berkualitas
Dalam kondisi aslinya kawasan IKN dulunya adalah sebagai hutan alam primer tropika basah yang telah mencapai tahap klimaks yang telah terbentuk ratusan tahun. Hutan Klimaks adalah komunitas hutan yang berada dalam tahap puncak pemantapan suksesi alam sesuai dengan kondisi alam setempat. Tahap klimaks dari hutan ditunjukan dengan berbagai ragam jenis yang ditemukan di dalam hutan tersebut sehingga keseimbangan ekosistem semakin baik. Termasuk didalam keseimbanmgan ekosistem adalah keseimbangan hidrologis (tata air) yang ada di dalam tanah yang membentuk ekosistem lingkungan yang holistik. Dengan adanya alih fungsi hutan alam primer menjadi hutan tanaman, pertambangan, kebun, semak belukar dan sebagainya; maka keseimbangan ekosistem yang telah tercapai akan terganggu, termasuk keseimbangan hidrologis. Untuk mengembalikan kondisi seperti semula menjadi hutan alam yang klimaks sudah tentu membutuhkan proses dan waktu serta sentuhan teknologi untuk mempercepatnya.
Untuk mewujudkan realisasi kota hutan tersebut, sudah tepat apabila Menteri LHK mengundang para akademisi dan ahli kehutanan dan lingkungan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk memberi masukan dan gagasan di lokasi kawasan IKN guna menyempurnakan rancangan pembangunan Ibu Kota Negara -IKN melalui pendekatan Forest City yang digagas oleh KLHK pada Selasa (22/03/2022) yang lalu (Kompas, 24/03/2022).
Dari kunjungan di persemaian modern yang sementara dibangun di Mentawir, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, terungkap bahwa pembangunan persemaian modern yang dimaksud masih bersifat konvensional dengan jenis-jenis ala kadarnya yang berada di lokasi sekitarnya seperti meranti, belarengan, kapur, gaharu dan jambu-jambuan. Kekurangan dan belum idealnya persemaian modern yang dibangun di Mentawir, jelas tergambar dari pernyataan guru besar Fakultas Kehutanan UGM, Muhammad Naim- dari mulai ketersediaan air yang kontinyu bagi sebuah persemaian modern, ukuran polybag yang terlalu kecil, sampai kualitas bibit yang dihasilkan. Dalam pembuatan persemaian tanaman hutan apalagi persemaian modern yang menggunakan input teknologi, produksi bibit berkualitas mutlak diperlukan. Dengan bibit yang berkualitas, tanaman sudah dapat dianggap mempunyai harapan hidup 40 persen, sisanya yang 60 persen adalah persiapan lahan tanam, waktu tanam, pemupukan, pemeliharaan dan pengawalan sampai bibit pohon menjadi pohon dewasa. Paling cepat bibit tanaman jika berhasil menjadi pohon dewasa membutuhkan waktu paling sedikit 15 tahun dengan melalui tahapan sebagai anakan (seedling), sapihan (sapling), tiang (pole) dan baru menjadi pohon dewasa (trees).
Dalam konsep menanam pohon dalam suatu areal seperti kawasan IKN Nusantara, pemilihan jenis dan jumlah pohon yang ditanam tergantung dari karakteristik pohon itu sendiri, agroklimat dan fungsi kawasannya. Tidak semua bibit pohon dapat serta merta ditanam di tempat terbuka. Untuk tanaman pohon yang mempunyai karakteristik intoleran (membutuhkan cahaya yang terbatas) dalam pertumbuhannya seperti jenis meranti membutuhkan naungan (pengaturan cahaya dalam pertumbuhannya). Sebaliknya untuk jenis bibit pohon yang toleran (membutuhkan cahaya penuh), sangat cocok untuk ditanam di tempat terbuka seperti jenis pionir pinus misalnya atau beberapa jenis pohon yang masuk dalam kategori cepat tumbuh (fast growing species).
Dari penelusuran data tipe iklim menurut schmidt dan ferguson, kawasan IKN mempunyai tipe A sampai B yang berarti bulan hujan masuk katagori basah, agak basah sampai sedang. Dengan demikian menurut agroklimat, pemilihan jenis tanaman pohonnya dapat diarahkan kepada jenis-jenis yang berdaun lebar yang mampu menyerap air untuk berinfiltrasi ke dalam tanah secara penuh. Sebuah penelitian mengatakan, hutan dengan pohon berdaun jarum mampu membuat 60 persen air hujan terserap tanah. Sedangkan, hutan dengan pohon berdaun lebar mampu membuat 80 persen air hujan terserap tanah. Makin rapat pohon yang ada dan makin berlapis lapis strata tajuknya makin tinggi pula air hujan yang terserap kedalam tanah bahkan hampir 100% air hujan terserap tanah.
Dari aspek fungsi kawasan hutan, kawasan IKN Nusantara yang disiapkan untuk menjadi area hijau seluas 70 persen, diarahkan sebagai kawasan lindung untuk menjaga keseimbangan ekologis dan hidrologis kawasan IKN, khususnya ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan warganya nanti sebagai kota metropolitan. Oleh karena pemindahan penduduk ke IKN direncanakan mulai tahun 2024 secara bertahap, maka penghutanan kembali kawasan 70 persen IKN sebagai areal hijau dengan tutupan hutan harus dipercepat dan segera dapat dimulai dari tahun 2022 ini. Rekayasa dan manipulasi ruang (space), lingkungan dan juga cahaya seperti kata Prof. M. Naim sudah harus dapat digunakan sebagai salah satu intervensi teknologi untuk mempercepat realisasi kota hutan IKN Nusantara sebagaimana yang diharapkan dan dibayangkan Presiden Joko Widodo selama ini. Semoga. ***