Ketergantungan akan pasokan impor di sektor bahan pangan akhirnya masih harus dialami Indonesia hingga tahun 2016. Hal itu tercermin dengan adanya kebijakan pembukaan kran impor untuk sejumlah bahan pangan.
Dalam rapat kordinasi yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, diputuskan kalau pemerintah akan melakukan impor sejumlah bahan pangan di tahun 2016 nanti.
Dengan alasan untuk berjaga-jaga kalau harga tak stabil, pemerintah akan membuka kran impor gula kristal putih di tahun 2016 sebanyak 200.000 ton yang akan dilakukan oleh Perum Bulog.
Kran impor juga tetap dibuka untuk komoditi kedelai. Adapun volume impor komoditi ini bergantung pada daya serap importir trhadap produk kedelai lokal. Perbandingan daya serap lokal dengan impor adalah 50:50. Pemerintah juga memutuskan untuk mengimpor 600 ekor sapi yang akan dibagi dalam tiga kuartal.
Masih bergantungnya pasokan impor menunjukkan kalau kita msih harus bekerja lebih giat lagi dalam meningkatkan produksi bahan pangan. Selain itu, kita juga harus berhati-hati dengan ancaman terjadinya krisis pangan.
Masih adanya ancaman El Nino atau kekeringan berkepanjangan harus diwaspadai pemerintah karena hal itu akan menurunkan produksi pangan. Ancaman krisis pangan tersebut tentu dapat menghambat pertumbuhan perekonomian 2016.
El Nino berpengaruh besar terhadap inflasi, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi. Konsumsi kuncinya ada pada daya beli dengan salah satu indikatornya inflasi, dan inflasi ditentukan oleh harga pangan.
Salah satu komoditas pangan yang rentan terhadap gejolak harga adalah beras. Tanaman padi membutuhkan air yang banyak, sehingga produksi padi terancam merosot apabila terjadi kekeringan. Produksi beras yang turun bisa menyebabkan harga tinggi jika tidak bisa dikelola secara baik, sehingga mendorong inflasi. Memang untuk mencegah terjadinya krisis pangan di komoditi beras, pemerintah telah membuka kranimpor beras sebesar 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand.
Bagi negara agraris seluas Indonesia, impor beras, kedelai dan gula bukan semata mengurangi devisa. Ada martabat bangsa yang dipertaruhkan. Apalagi negara ini pernah menjadi eksportir beras pada dekade 1990-an.
Karena itu, pembukaan kran impor, walaupun ditujukan untuk mengantisipasi krisis pangan, merupakan suatu tantangan yang hars dihadapi pemerintah di tahun 2016 ini. apalagi pemerintah telah mencanangkan target swasembada pangan untuk komoditi beras, jagung dan kedelai.
Untuk memacu produksi pangan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, tentunya dibutuhkan kerjasama antar instansi. Tidak boleh hanya bergantung pada salah satu kementerian saja. Kordinasi antar instansi amat penting. Misalnya saja soal keberadaan data akuran tentang produksi bahan pangan nasional.
Saat ini, ada kesan data yang muncul simpang-siur. Padahal, data produksi pertanian yang tak akurat bisa memicu krisis pangan karena pemerintah akan mengalami kesulitan untuk mementukan berapa produksi dan kebutuhan masyarakat.