Indonesia dan Uni Eropa mengaku puas dengan implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu yang telah memasuki 10 tahun. Sistem yang dikembangkan Indonesia dan kemudian diakui oleh Uni Eropa itu dinilai berhasil mempromosikan perdagangan kayu legal dari Indonesia.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rufi’ie menyatakan ekspor produk kayu secara keseluruhan meningkat sejak SVLK diterapkan. “Peningkatan terjadi karena kepercayaan pasar terhadap legalitas produk kayu Indonesia meningkat,” kata dia saat Refleksi Implementasi 10 tahun Implementasi dan 3 Lisensi FLEGT di Jakarta, Senin (18/11/2019).
SVLK dirancang multi pihak untuk mendukung upaya pemberantasan pembalakan liar, meningkatkan perdagangan kayu legal, dan mendukung pelestarian hutan Indonesia. SVLK kemudian mendapat pengakuan oleh Uni Eropa dalam kerangka perjanjian kemitraan sukarela untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola dan perdagangan sektor kehutanan (VPA FLEGT). SVLK pun kemudian disetarakan sebagai lisensi FLEGT.
SVLK diberlakukan secara wajib sejak 1 Januari 2013. Sejak saat itu, Indonesia telah menerbitkan 1,15 juta dokumen V Legal sebagai bukti legalitas produk kayu Indonesia senilai 64,9 miliar dolar AS. Jumlah tersebut termasuk 117.000 lisensi FLEGT yang diterbitkan untuk ekspor ke pasar Uni Eropa sejak 15 November 2016 dengan nilai lebih dari 3,5 miliar dolar AS.
Dilihat secara tren, data KLHK menunjukan ekspor produk kayu bersertifikat legal meningkat secara signifikan sejak tahun 2013. Pada tahun 2018 ekspor produk kayu tercatat 12,13 miliar dolar AS. Catatan tersebut sudah lebih dari dua kali lipat dibandingkan catatan tahun 2013 yang hanya 6,05 miliar dolar AS.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket menyatakan apa yang sudah ciapai menunjukan kerja sama Indonesia-Uni Eropa berada di jalur yang tepat. “Kerja sama ini sudah matang dan terus melaju kencang,” katanya.
Dia menyatakan, ada dua tujuan yang ingin dicapai dari kerja sama Indonesia-Uni Eropa. Pertama adalah bagaimana kerja sama tersebut bisa membantu meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan, pelaku usaha kehutanan kecil dan industri kehutanan. Manfaat kedua adalah bagaimana agar pemanfaatan sumber daya alam bisa dilakukan secara berkesinambungan.
“Keduanya harus berjalan beriringan,” katanya. Sugiharto
