Tidak bisa dipungkiri, kehadiran ular disekitar kita sering membuat takut dan was-was. Rasa kekhawatiran itu kadang membuat orang tanpa berpikir panjang, secara spontan membunuh ular yang ditemui. Tapi sebenarnya kita tidak disarankan untuk membunuh ular.
Mengapa tidak disarankan membunuh ular? Herlina, Ketua Komunitas Reptil Yogya di Temon, Pendowoharjo RT 3 Sleman, DIY memberikan informasi, berkaitan dengan ular. Menurutnya ular itu bisa dijadikan sahabat, ular juga bisa memberi tambahan penghasilan. Dan yang tak kalah penting, ular itu bagian dari ekosistem. Ular punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Bagaimana pandangan Herlina lebih lanjut tentang ini, Agroindonesia berkesempatan mewawancarainya dalam moment edukasi reptile yang diadakan di SCH Sleman, DIY beberapa waktu lalu.
Apa yang membuat tertarik dengan reptil dan ular khususnya? Saya suka ular sejak kecil. Kebetulan di daerah saya Pagaralam banyak ular. Saya melihat banyak yang takut pada ular. Itu membuat saya penasaran, apa yang membuat ular ditakuti, kenapa ditakuti. Dari situlah saya mulai menaruh perhatian pada ular akhirnya keterusan suka. Ular itu cantik dan lembut. Jenisnya banyak, motif dan warnanya unik dan macam-macam. Pada tahun 2001 saya mulai beli ular di pasar hewan, ular reptic/ular sowo untuk saya pelihara. Keterusan ingin pelihara yang lain sampai sekarang
Mulai dirikan komunitas? Ya dari sering kumpul sama teman-teman yang punya hobi sama, kita saling berbagi pengalaman, tentang jenis-jenis ular yang kita miliki. Lalu muncul gagasan kenapa tidak bikin komunitas supaya lebih enak untuk kumpul dan sharingnya. Awalnya kita bikin Komunitas Ular Tugu Yogya yang merintis mas Ardian, Danu, Welut dan saya. Setiap malam Minggu kita buat acara bawa ular, di Tugu juga di Alun-alun Kidul Yogya. Masyarakat sangat antusias, banyak tanya, mereka foto, memberi uang seikhlasnya untuk perawatan. Kita punya base camp sendiri persis di depan Tugu. Akhirnya makin banyak yang gabung, dan bukan hanya pecinta ular saja tapi reptil lain juga, maka kita bikin Komunitas Reptil Yogya (KRY) tahun 2019. Tidak hanya satu komunitas, ada banyak komunitas dari Natrik, Animal Keeper Yogyakarta (AKY), Mbarep Bantul Reptile, Korel Kotagede Reptil, RKJ, dll. Kita kerjasama dan koordinasi.
Sekarang jumlah anggotanya KRY berapa? 82 orang
Dari anggota itu, reptil ular semua? Tidak. Ada Iguana, Biawak, jenis Landak bahkan ada juga Berang-berang, meski bukan masuk reptil, banyak yang ikut. .
Ada berapa jenis reptil ular di komunitas? Kebanyakan yang kita utamakan ular kontes. Ular-ular yang komersial, komersil. Yang dipamerkan jenis Phyton seperti Emerald, Tiger Platy, Tiger Antrax, Amel, Albino, Normalan, Suti. Kita punya juga ular yang galak, seperti ular pohon, ular sanca. Ada yang berbisa dan ada yang tidak. Karena ini untuk edukasi membedakan dan mengenalkan jenis-jenis ular.
Awal mulanya merintis ada hambatan tidak? Tidak karena berawal dari orang yang punya hobi, kadang dari yang tidak tertarik menjadi tertarik. Mesti saya tinggal didaerah kost, saya tidak mendapat halangan untuk pelihara reptil ini. Ya mungkin karena kita bisa awasi dan jaga ular dengan baik. Sehingga mereka malah tertarik. Kita banyak dapat undangan dari kampung-kampung, pramuka, outbond. Kita juga dapat undangan rutin di Suraloka, bonbin di daerah Kaliurang setiap Sabtu Minggu untuk edukasi.
Anggota dari Yogya semua? Luar kota juga ada. Seperti kawan dari Salatiga independent setiap ada event dia datang. Dia memang mengedukasi kepada masyarakat, bahwa ular bukan makanan, lebih baik mengajak ular makan daripada mengajak makan ular.
Ada syaratnya jadi anggota? Tidak ada, asal dia pecinta reptil, tidak punya ularpun mau gabung tidak masalah.
Jumlah ularnya sekarang berapa? Satu orang seperti saya punya 14 ekor, lalu teman saya punya 6 ekor. Ada yang punya lebih banyak lagi. Apalagi kalau sudah diternakkan. Kalau ada acara dibawa semua, penuh ular. Jadi kalau ada event apalagi event besar kita gantian.
Apa programnya KRY? KRY ada rescue, breeding dan edukasi. Jadi kita juga menangani kalau ada yang minta tolong yang berkaitan dengan ular atau minta informasi tentang ular, kita bantu.
Ular ini dijual belikan juga? Ya di KRY ada penjualan juga, seeling. Saya ingin anggota-anggota saya yang lain, dari hobi bisa menghasilkan. Ular apapun kita belajar cara menetaskan, cara merawatnya. Begitu ada nilai jual, kita bisa menjualnya dan bisa menambah penghasilan. Jadi dari pertama sudah kita arahkan. Dan itu sudah berjalan.
Artinya sudah ada pembelian sudah terdata ada berapa jenis yang terjual? Kalau dari hasil perkawinan sudah banyak, tidak kita catat.
Seratusan ada? Lebih, karena ular sekali netes bisa 20-30 ekor. Di KRY ini yang bikin tertarik ularnya terkenal bagus. Bukan ular lokalan biasa. Seperti ular kuning ini hasil perkawinan. Harga bisa 6 jutaan. Dari jenis Phyton, segala macem ada hasil perkawinan. Harga paling murah 2,5 juta rupiah. Kalau emerald 4,5 juta bisa sampai 6 juta rupiah, motifnya bisa beda-beda. Ada hitungan sendiri. Harga tergantung gen, ada beda gen. Setiap perkawinan ular, kawin dengan gen lain, nanti keluarnya beda.
Masalah harga jual, sesama anggota, harga jual sama? Tidak ada patokan harga, harga sendiri, dibebaskan ke masing-masing, tidak ada patokan. Karena kita kadang jual beli ular dari dasar suka dan hobi, menyangkut rasa suka. Jadi harga diserahkan masing-masing dan pembelinya juga bukan hanya dari Yogya saja.
Kalau ularnya tidak laku? Dasarnya adalah hobi, cinta ular. Jadi kalau tidak ada yang beli tidak akan jadi masalah. Karena, kadang ular saya ditaksir orang, saya ingin lepas saya lepas, tapi sebaliknya mesti harga tinggi saya tidak ingin lepas ya tidak saya lepas karena dasarnya hobi. Tujuan utama kan menjaga keberlangsungan hidup ular. Dan kita juga tidak lepas jika yang beli bukan untuk dipelihara.
Ada istilah sewa indukan untuk kawinkan? Tidak disewakan, kita saling bantu saja. Hanya nanti bagi hasil. Misal saya punya betina, teman saya punya jantan, dikawinkan, kalau berhasil nanti bagi hasil anakannya.
Bagaimana cara menangani ular, kalau ketemu di jalan? Sebenarnya kita bisa melihat dari sikapnya ular itu. Ular berbisa dengan yang tidak berbisa itu dari sikapnya. Kalau ular berbisa ketemu manusia diam, malah semacam menantang. Tapi kalau ular tidak berbisa terlihat liar, ketemu orang langsung lari. Itu paling gampang,
Secara visual fisik macam-macam, harus lihat-lihat. Kalau lihat ular boleng jelas bisa. Kalau jenis ular ijo, seperti ular ijo pohon itu kan cuma beberapa ekor yang berbisa. Kalau ekornya merah, itu mematikan. Kalau ular ijo biasanya gigitannya menengah.
Jika dipatuk ular, kita tidak tahu itu berbisa atau tidak, anggaplah itu berbisa, apa yang harus dilakukan? Pertama kali imobilisasi, jadi diusahakan yang kena gigitan tidak banyak gerak. Karena jika beracun, itu larinya ke jantung. Jadi diam dulu, tenangkan diri sambil menunggu pertolongan.
Misal yang kena tangan? Kalau tangan bisa kita imobilisasi pakai kaos, kaos kita copot, digulung atau pakai papan seperti kena patah tulang itu. Misal dijalan kaki kena patuk, kita diam saja, nunggu pertolongan.
Dibalut pakai sapu tangan? Sebenarnya kalau yang dibalut potong-potongan itu tidak benar. Makanya kita butuh untuk edukasi masyarakat. Karena kebanyakan orang awam, katanya kalau digigit ular pakai bawang, itu salah, itu mitos, tidak seperti itu. Yang benar itu kita lakukan imobilisasi, larikan ke RS terdekat ke dokter. Seperti gigitan ular berbisa, bisanya cepet banget. Harus cepat- cepat ditangani.
Kalau dipatuk ular, racunnya bertahan berapa lama? Itu kalau yang pengalaman, untuk cobra, tergantung daya tubuhnya, kebanyakan seperti petani-petani itu bertahan. Yang penting jangan gegabah, tenang dulu sambal menunggu atau mencari pertolongan
Digigit langsung sedot bisanya, bolehkah? Tidak boleh. Karena takutnya yang nyedot itu mulutnya sariawan atau digigit berlubang itu otomatis racunnya masuk, lebih aman di imobilisasi.
Misal di hutan, apa yang harus dihindari? Ular-ular itu kalau kita tidak lewat teritorialnya, wilayahnya, dia akan menghindar, kecuali kalau ditantang.
Rencana ke depan? Saya ingin bikin kampung satwa atau desa wisata. Sehingga masyarakat lebih mengetahui tentang ular dan ular juga bisa lebih terlindungi.*** Anna Zulfiyah