Jerman Kembali Desak Penundaan EUDR

Protes dan keberatan terus disuarakan industri perkayuan di internal Uni Eropa (UE) terkait penerapan Undang-undang anti-deforestasi (EUDR), yang berlaku mulai akhir Desember 2024. Pasalnya, UE sendiri dianggap belum sepenuhnya siap.

Protes terbaru datang dari Asosiasi Perdagangan Kayu Jerman (GD Holz), yang kembali meminta penundaan tanggal pemberlakuan EUDR. Alasannya, Komisi UE masih terlambat dari jadwal untuk memberikan bantuan yang sangat diperlukan. Kondisi ini tentu saja bertentangan dengan pernyataan UE sebelumnya. Terbukti sampai kini FAQ EUDR (kumpulan penjelasan yang terkait dengan pertanyaan yang sering dilontarkan terkait aturan EUDR) belum dipublikasikan, meskipun sudah diumumkan akan dipublikasikan bulan Mei pada April lalu. Selain itu rencana penerbitan panduan mengenai peraturan baru ini juga belum tersedia.

Yang juga masih jadi tanda tanya adalah apakah Komisi UE akan menuntaskan tiga tahap sistem benchmarking untuk masing-masing negara tepat waktu pada akhir tahun ini. Sepeti diketahui, EUDR akan mengklasifikasi negara dalam tiga kategori risiko: tinggi, medium (standar), dan rendah.

Baca juga: Uni Eropa Tunda Klasifikasi dalam EUDR

Benchmarking negara secara signifikan bisa menyederhanakan kewajiban uji tuntas dengan mengklasifikasikan sejumlah negara pemasok yang relevan sebagai negara ‘berisiko rendah’. Jika patokan itu tidak tersedia tepat waktu, maka semua negara harus dinilai ‘berisiko normal’ dulu. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya beban kerja birokrasi yang sebenarnya bisa dihindari dengan gampang oleh perusahaan,” ujar Sekjen Asosiasi Perdagangan Kayu Eropa (ETTF), Nils Olaf Petersen.

GD Holz berulang kali menegaskan mendesaknya pengklasifikasian tiga kategori tersebut. Bersama dengan ETTF, mereka juga menyerukan dilakukannya penundaan penerapan EUDR jika memang tidak bisa siap tepat waktu.

Desakan penundaan juga bukan datang dari industri kayu saja. Sektor lainnya serta negara pemasok untuk komoditi lainnya juga mendukung penundaan pemberlakuan EUDR. EUDR memang diberlakukan untuk tujuh komoditi, yakni kayu, kakao, kedele, karet, minyak sawit, daging sapi dan kopi.

Baca juga: Tekanan Penundaan EUDR Terus Menguat

Banyak negara marah

Contohnya, Menteri Pertanian enam negara Amerika Selatan (Argentina, Brasil, Uruguay, Paraguay dan Bolivia) baru-baru ini menulis surat ke Komisioner Maroš Šefčovič, Wakil Presiden Komisi Eropa. Isi surat meminta penundaan penerapan EUDR. Dalam suratnya bertanggal 29 Juli 2024, ketujuh negara Amerika Selatan ini mengingatkan kembali keterlibatan penting mereka dalam perdagangan Eropa dan menegaskan bahwa mereka dibuat “marah oleh keputusan sepihak UE.”

Surat mereka juga menyebutkan bahwa EUDR tidak cukup mempertimbangkan kapasitas lokal untuk menerapakan aturan tersebut.

Mereka juga menyinggung adanya risiko besar buat pengusaha kecil terpinggirkan akibat tingginya biaya mekanisme pelaksanaan EUDR. Ini juga menjadi kritik GD Holz, yang juga melihat hal yang sama terjadi pada pihak importir.

Ketika ditanyakan masalah ini pada 22 Agustus lalu, jubir Komisi UE membatasi dirinya dan hanya mengatakan “Komisi melakukan segala daya untuk memastikan bahwa semuanya siap pada waktunya.”

Namun, Direktur Pelaksana DG Wood, Thomas Goebel menyatakan, “Komisi UE sekarang harus mewujudkan ucapannya bahwa EUDR diberlakukan di seluruh perusahan sesuai rencana pada 30 Desember 2024. Jika tidak, persiapan yang tepat waktu akan dikaitkan dengan ketidakpastian besar dan pekerjaan tambahan yang mencolok,” paparnya, seperti dilansir globalwoodmarketinfo.

Austria dan Italia juga protes

Selain Jerman yang bersuara vokal, dua asosiasi kayu dari UE lainnya, yakni Asosiasi Industri Kayu Austria dan Asosiasi Industri Kayu Nasional Italia, Filiera Legno juga melancarkan protes. Pada 19 Agustus, mereka mengajukan surat resmi yang isinya menilai EUDR memberikan beban birokrasi tambahan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan realita praktis industri mereka.

Kedua asoasi besar ini mengritik EUDR karena jadwal implementasinya tidak realistis dan beban kerja administratif yang tidak proporsional yang dituntut kepada dunia usaha.

Mereka menegaskan, persyaratan yang ada dalam EUDR tidak bisa dilakukan, terutama mengingat kurangnya sistem informasi UE yang berfungsi dan secara otomatis melacak rantai pasokan, seperti yang ditunjukkan dalam tahap percontohan awal tahun ini. Di samping itu, mereka juga memperingatkan bahwa aturan EUDR bisa membahayakan daya saing internasional perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri perkayuan.

Mengingat hubungan ekonomi yang sudah terjalin lama dan signifikan antara Austria dan Italia, terutama di sektor kehutanan dan perkayuan, kedua asosiasi menekankan bahwa EUDR bisa mengganggu hubungan dagang yang vital tersebut, yang tahun 2023 bernilai 25 miliar euro (sekitar Rp430 triliun dengan kuras Rp17.000/euro).

Keduanya menyerukan dilakukannya revisi EUDR secara fundamental setelah pemilu Parlemen Eropa Juni 2024 agar lebih selaras dengan praktik industri serta untuk memperpanjang tenggat waktu implementasi aturan tersebut.

Lebih jauh lagi, mereka mendesak UE untuk menggunakan kewenangannya dalam perjanjian perdagangan internasional untuk memerangi deforestasi global secara lebih efektif, ketimbang sekadar menerapkan aturan yang memberatkan perusahaan-perusahaan swasta.

Kedua asosiasi juga mendukung dilakukannya penilaian ulang dampak EUDR terhadap industri perkayuan dan menganjurkan untuk mengeksplorasi alternatif-alternatif yang lebih praktis untuk mencapai sasaran dan tujuan lingkungan hidup dari EUDR tanpa mengorbankan kelangsungan ekonomi industri kayu. AI