Kapasitas Petani Rotan Perlu Ditingkatkan

Widya Wicaksana

Petani pemungut perlu difasilitasi untuk meningkatkan kapasitasnya agar bisa mengolah rotan mentah. Hal ini penting untuk memperpendek rantai perdagangan sehingga usaha rotan tetap menguntungkan meski hanya mengandalkan pasar di dalam negeri karena ekspor dilarang.

Menurut Widya Wicaksana, CEO PT Sahabat Usaha Rakyat, perusahaan rintisan bidang agroforestry, rantai perdagangan yang terlalu panjang membuat harga rotan di tingkat petani pengumpul rendah. “Rantai perdagangan ini perlu diperpendek. Sehingga usaha pemungutan rotan bisa menguntungkan bagi petani pengumpul,” katanya, Kamis (16/4/2020).

Dia menuturkan, pasar rotan mentah dan setengah jadi di dalam negeri sesungguhnya terus meningkat. Rotan mentah dan setengah jadi dibutuhkan untuk diolah oleh industri menjadi mebel rotan yang bisa diekspor. Di Cirebon, yang menjadi pusat industri mebel rotan, kebutuhan rotan di tahun 2017 sebanyak 58.140 ton, kemudian naik di tahun 2018 menjadi 66.861 ton di tahun 2018. Di tahun 2019, kebutuhan rotan mentah dan setengah jadi naik menjadi 76.890 ton.

“Jadi permintaan rotan mentah dan setengah jadi sebagai bahan baku untuk industri mebel naik terus,” katanya.

Menurut Widya, ada banyak pemain dalam perdagangan bahan baku rotan, mulai dari petani pemungut, pedagang pengepul, kemudian pengumpul lokal, lalu pengolah lokal, pedagang antar pulau, distributor, baru kemudian industri mebel rotan.

Widya menyatakan petani rotan perlu difasilitasi untuk mengolah rotan mentah menjadi setengah jadi. Kapasitas kelembagaan petani rotan juga perlu diperkuat. Dengan demikian, mereka bisa langsung menjual rotan langsung ke dsitributor atau bahkan langsung ke industri.

Widya menekankan, pemerintah bisa memainkan peran yang sangat penting untuk meningkatkan kapasitas petani dan kelembagaannya. “Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di tingkat tapak, bisa menjadi kunci,” katanya. Sugiharto