Karyawan Perhutani Tuntut PHBM Diperhatikan

Karyawan Perhutani menggelar aksi unjuk rasa menuntut peningkatan kesejahteraan

Ribuan karyawan Perum Perhutani menggelar aksi unjuk rasa menuntut kesejahteraan yang lebih. Aksi juga menyelipkan pesan agar pemerintah mendukung skema Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang selama ini dilaksanakan oleh satu-satunya BUMN kehutanan itu.

Ketua Umum Serikat Karyawan Perhutani M Iksan menyatakan karyawan menuntut adanya penyesuaian penghasilan sebesar 10% dari take home pay. Ini sesuai dengan perjanjian kerja bersama (PKB) 2013-2017 yang diperpanjang sampai tahun 2018. Menurut Iksan, penyesuaian penghasilan terakhir dilakukan tahun 2013.

Dia menyatakan, karyawan meyakini soal kondisi keuangan Perhutani masih aman untuk memenuhi tuntutan tersebut.  “Setiap tahun perusahaan masih mencetak laba. Ini artinya masih bisa memenuhi permintaan karyawan,” kata Iksan yang dihubungi usai aksi, Selasa (27/3/2018).

Aksi unjuk rasa di gelar di lapangan Monas di depan Kantor Kementerian BUMN. Ribuan karyawan dari berbagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Perhutani mengikuti aksi dengan tertib. Dalam kesempatan tersebut, perwakilan karyawan sempat diterima oleh Deputi bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, bersama perwakilan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Direktur Utama Perhutani Denaldy M Mauna.

Tuntutan kesejahteraan lain adalah soal penyesuaian biaya perjalanan dinas. Karyawan juga menuntut mekanisme promosi dan mutasi yang lebih transparan.

Selain soal kesejahteraan, karyawan juga menuntut pemerintah memberi perhatian pada program PHBM yang sudah sejak lama dijalanakan oleh Perhutani. Iksan menegaskan, program tersebut terbukti sukses menjadi bagian dari pengelolaan hutan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Perhutani. Melalui PHBM, masyarakat mendapat kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya tanpa mengorbankan kelestarian kawasan hutan

Bukti keberhasilan program tersebut adalah diantaranya adalah diperolehnya sertifikat pengelolaan hutan lestari versi FSC untuk 8 KPH Perhutani.

Sayangnya, perhatian pemerintah terhadap program tersebut sangat minim. Pembiayaan untuk program tersebut seluruhnya berasal dari kocek perusahaan. Pada akhirnya hal ini berdampak pada kesejahteraan karyawan. “Pemerintah bisa menyediakan dukungan untuk izin perhutanan sosial di hutan Perhutani. Seharusnya perlakuan yang sama juga bisa untuk PHBM,” katanya.

Menurut Iksan, pemerintah bisa menyalurkan dana public service obligation (PSO) untuk setiap langkah Perhutani yang berdampak pada upaya peningkatan kesejateraan masyarakat dan perlindungan kelstarian hutan. Dia mengingatkan, jika kelestarian hutan tidak dijaga, maka yang muncul adalah bencana ekologis seperti banjir dan kekeringan yang akhirnya berdampak luas bagi masyarakat. Sugiharto