Impor daging sapi jenis secondary cut oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang mendapatkan hak monopoli dari Kementerian Pertanian (Kementan), belum bisa dilakukan saat ini. Pasalnya, masalah tersebut belum dibahas Kementan dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Direktur Impor Kementerian Perdagangan, Thamrin Latuconsina menyatakan, pihak Kementan belum mengundang Kemendag untuk membahas soal adanya aturan mengenai penunjukan BUMN untuk mengimpor daging sapi jenis secondary cut.
“Masalah itu belum dibicarakan,” katanya, pekan lalu. Karena belum ada pembicaraan antara kedua instansi yang mengurusi kegiatan impor daging sapi tersebut, Thamrin mengaku tidak bisa memberikan penjelasan lebih gamblang soal kemungkinan BUMN melakukan kegiatan impor daging sapi jenis secondary cut.
Daging jenis potongan sekunder sendiri saat ini merupakan jenis daging yang tidak dikeluarkan izin impornya karena kebutuhan masyarakat terhadap daging jenis tersebut, seperti daging rendang dan semur, sudah bisa dipenuhi pelaku usaha sapi di dalam negeri.
Untuk periode Januari hingga Maret 2015, Kemendag hanya mengeluarkan izin impor daging ntuk tiga jenis daging, yakni prime cut, daging variasi serta daging industri. Untuk ketiga jenis daging sapi itu, Kemendag telah mengeluarkan izin impor sebanyak 12.246 ton. Sementara untuk daging jenis secondary cut tidak dikeluarkan izin impornya.
Selain daging sapi, Kemendag juga menerbitkan izin impor sapi hidup bakalan sebanyak 100.000 ekor. “Izin impor itu berlaku untuk periode Januari hingga Maret 2015,” ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan, pekan lalu.
Menurut Partogi, penetapan besaran kuota daging sapi dan hewan sapi untuk triwulan itu ditetapkan dengan mengacu pada stok daging sapi yang ada di dalam negeri saat ini. “Stok daging dan hewan sapi masih ada di dalam negeri,” katanya.
Dia juga meyakini kuota impor daging dan hewan sapi itu cukup untuk menghadapi lebaran nanti. Misalnya, hewan sapi bakalan yang masuk ke Indonesia tentunya akan digemukkan dulu selama beberapa bulan sehingga hewan itu akan dipotong saat mendekati hari raya lebaran.
Sementara Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan, Srie Agustina menyatakan dukungannya terhadap keterlibatan BUMN dalam memasok daging sapi ke pasar dalam negeri. “Sepanjang punya status Importir Terdaftar, boleh saja BUMN, seperti Bulog, untuk melakukan kegiatan impor,” katanya.
Bulog sendiri bukanlah pemain baru dalam kegiatan impor daging. Pada pertengahan tahun 2013, lembaga ini telah mendaptkan tugas dari pemerintah untuk mengimpor daging sapi guna membantu menstabilkan harga daging sapi di dalam negeri yang saat itu naik cukup tinggi.
Sebanyak 3.000 ton daging beku dari Australia diimpor Bulog. Namun, sayangnya, daging sapi yang diimpor Bulog tersebut tidak bisa didistribusikan ke pasar secara cepat karena harganya dinilai masih mahal.
Sebanyak 280 ton daging sapi yang diimpor Bulog terpaksa disimpan di cold storage dalam waktu cukup lama dan baru bisa dijual ke pasar menjelang hari Raya Idul Fitri tahun 2014.
Cukup
Sementara Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, keputusan pemerintah membuka peluang impor secondary cut untuk menghindari dampaknya terhadap inflasi jika kondisi ketersediaan dua jenis daging tidak bisa dipenuhi dari dalam negeri. “Langkah ini kita dilakukan untuk mengantisipasi ketersediaan jenis daging tersebut jika pasokan daging dari pulau Luar Jawa belum cukup memenuhi pasokan daging nasional,” katanya.
Meski demikian, kata Amran, rekomendasi impor daging tersebut tidak diperlukan saat ini karena ketersediaan di Jakarta dan sekitarnya cukup terpenuhi. “Produksi daging secondary cut di dalam negeri kita anggap sudah cukup. Tapi kalau masyarakat butuh, BUMN akan diperintahkan untuk mengimpor,” katanya.
Hasil monitoring Kementan terhadap seluruh kandang feedlotter di DKI Jakarta menyatakan jumlah sapi mencapai 261.000 ekor atau setara dengan 50.000 ton daging pada akhir Desember lalu. Jumlah ini dinilai mampu memenuhi kebutuhan pasokan daging sampai bulan September untuk jenis secondary cut dan jeroan saja.
Namun, Amran mengatakan pihaknya akan memberikan rekomendasi impor untuk kedua jenis itu apabila pasokan daging dari wilayah selain Jakarta tidak mampu memenuhi kebutuhan daging dalam tiga bulan tersisa. “Kebijakan ini salah satu solusinya,” kata Amran.
Sementara itu Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Syukur Iwantoro mengatakan, impor secondary cut bisa dilakukan jika ada kondisi yang di luar prediksi, misalnya bencana alam dan lain sebagainya. “Jika ini terjadi, maka pemerintah mempunyai instrumen untuk hal-hal emergency. Di samping itu, kita tetap mengandalkan pasokan lokal,” katanya. B. Wibowo/Jamalzen
Aturan ‘Abu-abu’ Memicu Kartel
Harga daging sapi di pasar dalam negeri, terutama wilayah Jabodetabek, hingga kini masih tingi. Walaupun pasokan terus digelontorkan, namun harga jual daging sapi masih tetap stabil tinggi. Pada pekan lalu, harga daging sapi di pasaran masih berada di kisaran Rp95.000 hingga Rp101.000/kg.
Lonjakan harga telah terjadi sejak pertengahan tahun 2013 dan terus berlanjut tahun 2014. Data Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan, harga daging sapi nasional pada Januari 2014 rata-rata sudah mencapai Rp98.317/kg. Sementara di bulan selanjutnya tetap dan turun-naik dengan angka yang tidak terlalu tajam.
Pada Februari 2014, rata-rata harga daging sapi Rp98.975/kg, Maret 2014 Rp98.477/kg, Mei 2014 Rp97.928/kg, Mei 2014 Rp97.945/kg, dan Juni 2014 Rp98.447/kg.
Sementara di bulan Juli 2014, rata-rata harga daging sapi nasional mencapai Rp100.879/kg, Agustus 2014 Rp100.835/kg, September Rp 99.896/kg, Oktober Rp100.148/kg, dan November 2014 Rp99.797/kg. Sedangkan bulan Desember, harga daging sapi terus melonjak lagi, di mana minggu kelima (28-29 Desember 2014) mencapai Rp101.164/kg.
Terus tingginya harga daging sapi memunculkan dugaan adanya kartel dalam perdagangan daging sapi di dalam negeri. Indikasi adanya kartel pun telah ditemukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Menurut perkiraan KPPU, kelangkaan dan lonjakan harga daging sapi di DKI diduga karena permainan kartel. Indikasi kartel itu ada pada tahap produksi. Perkiraan ini muncul karena KPPU melihat kesulitan pasokan daging ini hanya terjadi di DKI Jakarta. Sedangkan di daerah luar Jakarta, pasokan daging melimpah. Distribusi yang tidak merata ini menjadi penyebab melonjaknya harga daging.
Rumah Potong Hewan (RPH) tak luput dari pengamatan tim KPPU. Pasalnya, KPPU menduga RPH memiliki potensi kartel dalam pengendalian pasokan. Soalnya, RPH adalah pintu untuk memperlancar dan menghambat stok daging.
Terlebih lagi, tim investigasi KPPU juga menemukan sejumlah RPH dimonopoli perusahaan daging. Bentuk monopoli yang dilakukan adalah penggelontoran dana yang dilakukan perusahaan daging ke RPH. Dana diberikan untuk perawatan mesin-mesin dan kebersihan RPH agar bebas dari penyakit pada sapi yang hendak dipotong. Sehingga, pengusaha daging menjual daging lebih mahal.
Meski dugaan kartel telah ada, namun hingga saat ini KPPU belum menetapkan keputusan apakah ada kartel dalam kegiatan perdagangan daging sapi di dalam negeri.
Komisioner KPPU, Munrokhim Misanam menegaskan, hingga kini investigasi terhadap dugaan kartel daging sapi di dalam negeri terus dilakukan KPPU. “Sudah ada laporan dari investigator soal dugaan kartel daging sapi dan kami akan segera membahasnya pada akhir bulan Februari ini,” kata Munrokhim.
Menurutnya, hingga saat ini, berdasarkan laporan investigator di lapangan, KPPU tetap melihat adanya dugaan kartel dalam perdagangan daging sapi. “Dugaan adanya kartel masih tetap ada,” ujarnya. Dia berharap investigasi mengenai dugaan kartel daging sapi segera tuntas hingga KPPU bisa mengambil keputusan apakah ada atau tidak kegiatan kartel di komoditi ini.
Munrokhim menilai, munculnya aksi kartel sekitar 50% disebabkan adanya regulasi yang tidak proper sehingga bisa dipermainkan oleh pelaku usaha. Sedangkan 50% lagi disebabkan prilaku pengusaha itu sendiri yang sejak awal memang berniat melakukan kartel.
Untuk itu, guna mencegah munculnya aksi kartel dalam perdagangan komoditi pangan di dalam negeri, Munrokhim meminta pemerintah segera menyempurnakan regulasi-regulasi yang bersifat abu-abu. “Regulasi-regulasi itu harus segera disempurnakan agar tidak ada celah bagi kegiatan kartel,” paparnya. B Wibowo