Kemendag: Tak Ada Impor Garam Konsumsi

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai tuduhan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal adanya impor garam konsumsi pada tahun 2013 dan 2014 tidak jelas. Hal ini dikarenakan KKP tidak memberikan klarifikasi yang jelas mengenai impor garam konsumsi.

“Pihak KKP tidak memberikan klarifikasi yang jelas kepada kami soal keberadaan garam konsumsi impor itu,” ujar Direktur Impor,Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi, kepada Agro Indonesia akhir pekan lalu.

Didi sendiri menegaskan, selama tahun 2013 tidak ada izin impor garam konsumsi yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan. Hal itu diperkuat oleh rapat koordinasi lima Kementerian, termasuk Kemendag dan KKP, yang digelar khusus untuk membahas isu tersebut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, awal pekan lalu.

Dalam rapat tersebut telah disepakati bahwa pada tahun 2013 Indonesia telah mencapai swasembada garam konsumsi karena seluruh kebutuhan garam konsumsi dapat dipenuhi dari dalam negeri.

Berdasarkan data yang disampaikan oleh kementerian teknis, ungkapnya, produksi garam rakyat pada tahun 2013 adalah sebesar 1.319.607 ton. Jumlah ini dapat mencukupi kebutuhan garam konsumsi nasional yang mencapai 1.242.170 ton.

Dengan tercapainya swasembada garam konsumsi itu, ungkap Didi, maka pemerintah tidak memberikan izin impor untuk garam konsumsi.

“Keputusan untuk tidak melakukan impor garam konsumsi merupakan hasil rapat koordinasi pada 25 Januari 2013 mengenai neraca garam yang dihadiri oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan,” ucapnya.

Menurut Didi, keputusan untuk tersebut telah sejalan dengan komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk melindungi dan memberdayakan petani garam lokal.

Didi juga menegaskan bahwa izin impor garam yang dilakukan di tahun 2013 hanya untuk garam industri yang memiliki spesifikasi tinggi (NaCl minimal 97%) yang diproses lebih lanjut sesuai dengan spesifikasi industri yang diperlukan dan belum dapat diproduksi di dalam negeri.

Disebutkan, berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian (selaku pembina industri pengguna garam industri), Kementerian Perdagangan hanya menerbitkan izin impor garam industri pada tahun 2013 kepada Importir Produsen (IP).

Adapun realisasi impor garam industri  di tahun 2013 mencapai sebesar 1.092.334 ton dan sisanya baru direalisasikan pada bulan Januari 2014 sebanyak 62.226 ton.

Dalam mengeluarkan izin impor, papar Didi, Kemendag juga berpegang pada ketentuan mengenai impor garam yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Perdagangan No.58/M-DAG/PER/9/2012 yang menetapkan bahwa garam yang dapat diimpor adalah garam konsumsi dan garam industri.

Dalam Permendag tersebut, alokasi impor garam konsumsi diputuskan melalui rapat koordinasi antar-Kementerian sehingga garam konsumsi hanya dapat diimpor apabila produksi di dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan nasional. “Selain itu, untuk setiap izin impor yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan selalu didasarkan atas rekomendasi Kementerian Perindustrian,” ujarnya.

Pensiun

Terkait hal ini, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan, Faiz Ahmad, menjelaskan bahwa industri makanan bisa menggunakan garam industri untuk keperluan operasionalnya. Namun, Faiz mengaku pihaknya bukanlah yang memberikan rekomendasi impor garam industri utuk indutri makanan.

“Rekomendasi impor diberikan oleh direktorat lain,” katanya mengacu pada Direktur Industri Kimia Hulu. Sayangnya, posisi Direktur Kimia Hulu, Kemenperin, Tony Tanduk tidak bisa dihubungi Agro Indonesia. Kabar terakhir, yang bersangkutan sudah pensiun pekan lalu.

Sementara Dirjen Basis Industri Manufaktur, Benny Wachjudi yang bertanggung jawab juga sudah pensiun, sehingga sulit mencari narasumber yang mau bicara.

Didi juga menjelaskan bahwa dalam rapat kordinasi di kantor Kemenko, telah ditetapkan beberapa langkah pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan garam konsumsi dan industri di dalam negeri.

“Pemerintah akan melakukan penguatan data produksi, stok dan kualitas, serta data kebutuhan garam konsumsi dan garam industri,” ujarnya.

Selain itu juga akan dilakukan pengawasan dari seluruh stakeholder agar penyaluran garam industri tepat sasaran dan tidak merembes ke pasar. “Jika ditemukan adanya pelanggaran, maka diambil tindakan sesuai peraturan yang berlaku,” ucapnya.

Menurutnya, pemerintah juga akan meningkatkan kerjasama antarlembaga penelitian untuk pengembangan garam sesuai spesifikasi yang dibutuhkan untuk berbagai industri di dalam negeri.

Tak bisa dikonsumsi

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Bachrul Chairi mengklaim, temuan garam impor sebesar 255 ribu ton oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan masuk kategori garam industri. Garam tersebut masuk ke dalam garam industri untuk kelompok aneka pangan.

Bachrul mengungkapkan, selama 2013 realisasi garam industri sebesar 1,01 juta ton. Sebesar 30%-nya merupakan garam industri untuk kelompok aneka pangan yang salah satunya dipakai untuk penyedap rasa. Adapun selama waktu berjalan 2014, garam industri yang masuk sebesar 62.000 ton.

Soal dugaan adanya garam industri yang merembes ke pasar konsumsi, Bachrul mengakui hal tersebut masih dalam penyelidikan. Menurutnya, memang ada celah dari penggunaan garam industri untuk kelompok aneka pangan yang mempunyai spesifikasi NaCL 97%. Namun,  garam tersebut tidak bisa dikonsumsi.

“Memang melihat spesifikasi NaCL 97%, maka itu bukan untuk konsumsi dan disepakati diimpor klasifikasi untuk industri. Toh tidak bisa dipakai makan,” ucapnya. B Wibowo

Swasembada Garam Industri 2015

Industri pengguna garam di dalam negeri sampai saat ini masih harus mengandalkan pemenuhan kebutuhan garam dari impor. Hal ini dikarenakan produksi garam industri di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan industri pengguna garam.

Menurut data Kementerian Perindustrian, setiap tahun industri di dalam negeri membutuhkan garam industri sekitar 1,8 juta ton. Adapun industri pengguna garam jenis itu antara lain adalah industri pulp, kertas, penyamakan kulit dan sebagainya.

Sedangkan produksi garam industri di dalam negeri hingga tahun 2013 baru mencapai sekitar 6.000 ton sehingga kekurangannya sekitar 1,2 juta ton harus diimpor.

Swasembada garam industri diperkirakan baru bisa dicapai pada 2015 jika investasi di sektor garam industri bisa berjalan dengan baik. Terutama oleh PT Garam dan PT Cheetam Garam Indonesia.

PT Garam sedang menyiapkan produksi garam industri di Kupang. Di sana tersedia 7.800 hektare (ha) lahan yang dalam pengerjaannya akan dibagi dua, meliputi lahan inti seluas 5.000 ha yang digarap langsung PT Garam dan 2.800 ha untuk lahan plasma yang dikelola rakyat. Dari lahan tersebut diproyeksikan lahan inti sebanyak 600.000 ton dan lahan plasma sekitar 300.000 ton.

Sementara PT Cheetam Garam Indonesia juga tengah menyiapkan operasional pabrik garamnya di wilayah Nagekeo, NTT. Pabrik yang akan dibangun investor asal Australia itu memiliki kapasitas produksi 120 ton/ha. Jika saja lahan yang dikelolanya minimal 2.000 ha, maka akan ada produksi sekitar 250.000 ton garam industri setiap tahunnya.

Jika kedua produsen garam itu bisa berproduksi sesuai rencana, maka swasembada garam industri bisa dicapai pada tahun 2015 atau awal 2016. B Wibowo