Kementan Mengejar Swasembada

Program swasembada pangan yang berkali-kali gagal dicapai kini kembali di digembar-gemborkan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Dalam waktu 3 atau 4 tahun mendatang, paling tidak Indonesia bisa mencapai swasembada beras/padi, jagung dan kedelai.

Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) terlebih dahulu merehabilitasi jaringan irigasi tersier yang rusak. Dana yang disiapkan untuk perbaikan irigasi ini mencapai Rp400 milir-Rp500 miliar.

“Untuk program ini pemerintah menyediakan anggaran yang berasal dari dana kontijensi (dana siaga) sebesar Rp1,9 triliun. Dana ini mencakup untuk benih/bibit, alat dan mesin pertanian dan pupuk,” kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjawab pertanyaan Agro Indonesia.

Dia menjelaskan alasan sektor irigasi yang mendapat prioritas diperbaiki, karena areal tiga komoditi tersebut berada di areal irigasi. ”Kita harapkan sisa waktu 2 bulan ini dapat memperbaiki jaringan tersier, sehingga dapat mengairi sekitar 460.000-500.000 ha areal tanaman,” tegasnya.

Menurut Amran, tiga komoditi yang ditargetkan berswasembada dalam waktu 3-4 tahun mendatang karena kebutuhan akan pangan tersebut terus meningkat, seperti beras tiap tahun kebutuhannya meningkat.

Begitu juga dengan jagung, kebutuhan industri masih dipenuhi oleh jagung impor. Apalagi kedelai. Dengan pertimbangan itu, Indonesia harus memacu produksi, sehingga tidak tergantung impor. Untuk daging dan gula, swasembada tetap dilanjutkan dan pencapaian dalam waktu 4 atau 5 tahun.

Amran mengatakan, untuk meningkatkan produksi, selain menambah luas areal tanam dan panen, juga dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas tanaman. Untuk peningkatan produktivitas ini, maka diperlukan benih unggul yang bersertifikat. Selain itu dilakukan melalui  Indeks Pertanaman (IP).

“Makanya kita anggap perbaikan irigasi mendesak agar kita bisa meningkatkan IP tanaman,” ungkapnya. Dia mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak Kementerian PU, mengingat pembangunan irigasi tanggung jawab PU. “Saya dengan Menteri PU kemarin sudah rapat, berkoordinasi terkait pembagian tugas untuk pembangunan jaringan irigasi,” ujar Amran.

Pembagian tugas yang dimaksud terkait teknis pengerjaan saluran irigasi di area persawahan. “Irigasi kan ada primer, sekunder dan tersier. Irigasi yang primer dan sekunder itu dikerjakan Kementerian PU Pera, yang Tersier dikerjakan kami (Kementan),” jelasnya.

Dia mengatakan, yang dimaksud irigasi primer itu adalah saluran  utama yang mengalirkan air langsung dari bendungan. Irigasi sekunder adalah saluran yang menghubungkan saluran utama dengan saluran tersier. Sementara saluran irigasi tersier adalah jaringan saluran yang menghubungan ke areal persawahan.

Sedikitnya ada 12 provinsi sentra produksi pangan yang irigasi tersiernya akan segera diperbaiki, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogjakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Bali.

Amran mengatakan, gerakan yang dilakukan Kementan ini hasinya baru akan terlihat pada peningkatan produksi pangan tahun 2016, “Dampak dari kegiatan yang kita lakukan sekarang ini baru dapat kita lihat tahun 2016,” katanya.

Menurut dia, dengan adanya perbaikan jaringan irigasi ini, maka areal tanaman padi, jagung dan kedelai tersedia dengan baik. Selama ini, katanya, kalau produksi jagung yang digenjot, maka produksi padi akan turun karena areal tanaman padi digunakan untuk tanaman jagung. Begitu juga dengan kedelai.

Menjawab pertanyaan, swasembada kedelai sulit untuk dicapai, Amran optimis produksi bisa ditingkatkan dengan peningkatan produktivitas, dan peningkatan luas areal panen. “Untuk itu, areal lahan kedelai harus kita sediakan. Beri saya waktu untuk bekerja, bekerja dan bekerja,” katanya.

Tepat

Sementara itu Direktur Budidaya Serelia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan Hasil Sembiring mengatakan, salah satu sebab penurunan produksi padi selama ini adalah menurunnya luas panen yang diikuti turunnya produktivitas tanaman padi.

“Kebijakan yang tepat kalau Kabinet Kerja memprioritaskan  memperbaiki jaringan irigasi, terutama jaringan/saluran irigasi,” katanya.

Data Kementan menunjukkan, jaringan irigasi yang rusak ada sekitar 1,418 juta ha. Irigasi yang rusak ini terdapat di sentra produksi pangan. Dampak dari perbaikan saluran irigasi adalah penambahan areal tanam seluas 1,4 juta ha. Dengan demikian, luas areal tanam akan naik, dan indeks pertanaman juga naik dari satu kali menjadi 2 kali.

Direktur Pengelolaan Air Irigasi, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian, Tunggul Iman Panudju mengatakan, pembangunan irigasi dilakukan sebagai upaya mensukseskan swasembada pangan yang ditetapkan pemerintah.

Fakta di lapangan, banyak bendungan dan irigasi baik primer, sekunder maupun tersier yang mengalami kerusakan. “Padahal, menurut riset, kondisi irigasi sangat berpengaruh terhadap produktivitas pertanian antara 20% hingga 30%,” katanya kepada Agro Indonesia.

Menurut dia, untuk membangun irigasi yang baik, pihaknya telah memiliki kriteria lapangan/lokasi pembangunan irigasi. Antara lain lokasi irigasi tersier tersebut harus tersambung dengan irigasi primer dan sekunder milik Kementerian Pekerjaan Umum, baik yang berada di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten kota.  “Jadi, harus ada integrasi antara Kementan dengan Kementerian PU,” katanya.

Selain itu, untuk mendukung swasembada pangan, wilayah yang berhak mendapatkan bantuan pembangunan irigasi harus memiliki Indeks Pertanaman (IP) di bawah 1,5. IP adalah berapa kali dalam setahun suatu lahan dapat ditanami.  “Kalau lokasi itu IP-nya 2 atau lebih dari 1,5, maka percuma diperbaiki karena dampaknya nggak akan ada,” kata Tunggul.

Syarat lain agar suatu lokasi bisa dibangun saluran irigasi adalah produktivitas lahannya harus di bawah rata-rata produktivitas padi nasional yang kisarannya sebesar 5,2 ton/ha.

Lebih lanjut, Tunggul mengatakan, Kementan berencana membangun saluran irigasi tersier seluas 3 juta ha di seluruh wilayah Indonesia dalam tiga tahun. Sebagai tahap awal, rencananya pada tahun 2015 pembangunan jaringan irigasi tersier akan dilakukan pada 16 sentra pertanian, antara lain Pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Sulawesi selatan, Bali dan Nusa Tenggara Barat.

Selain pembangunan irigasi tersier, rencananya pemerintah juga akan mengadopsi teknologi pivot. Teknologi ini mampu mengaliri lahan yang sangat luas dengan penggunaan jumlah tenaga kerja manusia lebih efektif. Selain itu, dengan irigasi pivot dapat menjangkau lahan di dataran tinggi yang selama ini tidak terjangkau jaringan irigasi gravitasi.

“Memang dengan teknologi pivot, tenaga manusia dan sumber daya air bisa dihemat hingga 40%. Meskipun di sisi lain teknologi ini butuh biaya investasi lebih besar dibandingkan irigasi gravitasi,” jelas Tunggul.

Subsidi benih

Kegiatan pembangunan irigasi tersier merupakan salah satu bentuk komitmen Kabinet Kerja Jokowi membangun Pertanian Indonesia. Setidaknya, pemerintah akan menghentikan subsidi BBM dan akan dialihkan ke sektor pertanian. Misalnya menambah subsidi pupuk dan benih serta infrastruktur irigasi dan bendungan.

Sementara itu, Direktur Perbenihan Tanaman Pangan Kementan, Bambang Budhianto mengatakan, tahun 2015 pemerintah menyiapkan subsidi benih senilai Rp974 miliar. Subsidi tersebut sebagai salah satu upaya menggenjot laju produksi komoditas pangan yang ditargetkan bisa swasembada, yaitu padi, jagung dan kedelai.  “Tahun depan pemerintah akan memberikan subsidi benih kepada petani. Nilainya sekitar Rp974 miliar,” katanya.

Menurut dia, dua komoditas yang akan mendapatkan subsidi adalah padi dan kedelai dengan perbandingan subsidi untuk padi lebih besar dibandingkan kedelai. Dari Rp974 miliar subsidi yang akan dikucurkan, Rp700 miliar untuk subsidi benih padi, sedangkan sisanya atau sekitar Rp226 miliar dialokasikan untuk kedelai.

“Hanya dua komoditas yang mendapatkan subsidi benih, yaitu padi dan kedelai. Perbandingannya, padi sekitar Rp700 Miliar dan sisanya untuk kedelai,” jelasnya.

Terkait dengan komoditas jagung yang tak mendapatkan subsidi, Bambang mengatakan bahwa komoditas jagung memang agak unik karena jagung banyak dikembangkan oleh swasta dan petani menengah atas yang secara teknik dan kualitas sudah bagus. Para petani jagung tersebut sudah tahu budidaya dan pemilihan benih yang bagus. Biasanya mereka kurang suka kalau diberikan benih gratis.

“Dulu pernah kita kasih subsidi jagung tetapi dirasakan nggak efektif. Makanya pada tahun 2015 nanti, jagung hibrida tidak diberikan subsidi karena yang banyak mengembangkan adalah petani maju. Biasanya mereka kalau dikasih (benih) nggak mau, dikasih yang murah nggak mau,” katanya.  Jamalzen/E.Y Wijianti