Optimis Tiga Tahun Swasembada Kedelai

Tiga tahun ke depan Kementerian Pertanian (Kementan) berjanji akan bekerja keras mencapai target swasembada pangan, terutama kedelai. Banyak pihak yang meragukan target ini bisa dicapai. Meski demikian, pemerintah selalu optimis dapat mencapai target tersebut  dengan menggenjot Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas.

Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi, Ditjen Tanaman Pangan Kementan, Maman Suherman menyatakan komitmennya untuk bekerja lebih giat mewujudkan swasembada kedelai sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah. “Kami harus kerja keras untuk mencapai target dalam waktu tiga tahun ke depan,” katanya katanya pada Agro Indonesia di kantornya, Jakarta (Kamis, 12/11/2014)

Dia mengungkapkan keyakinannya bisa melakukan swasembada kedelai setelah melihat produksi kedelai tahun 2014 — yang menunjukkan tren positif. Misalnya di Jawa Barat, yang mampu naik 100%, Jawa Tengah 23%, Aceh 20%, Jawa Timur 10%, Sulawesi Selatan 20%, Nusa Tenggara Timur  10%, demikian juga Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi.

“Kenaikan produksi kedelai tahun 2014 ini merupakan terobosan karena baru terjadi selama 5 tahun, naiknya sangat signifikan hingga 18%,” tegasnya.

Kenaikan produksi ini terjadi karena program perluasan areal tanam (PAT), di mana sampai saat ini yang final sekitar 270.000 hektare (ha) tersebar di 11 provinsi, yaitu Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat.

Menurut Maman, swasembada yang dimaksud pemerintah adalah kebutuhan dan ketersediaan poduksi dalam negeri bisa terpenuhi. Secara matematis, jika kebutuhan kedelai nasional sebesar 2,2 juta, sedangkan produksi baru sekitar 920.000 ton, maka pemerintah harus memenuhi kekurangan kebutuhan sebesar 1,28 juta ton.

Untuk menambah produksi kedelai hingga 1,28 juta ton selama tiga tahun, maka pemerintah akan melakukan tahapan kerja yang terbagi menjadi tiga tahun.

Tahun pertama, yakni 2015, melakukan penambahan areal tanam sebanyak 380.000 ha, selanjutnya tahun 2016 menambah areal tanam 500.000 ha, dan tahun 2017 menambah areal tanam sebanyak 500.000 ha.

“Dengan penambahan areal tanam tersebut, secara bertahap diharapkan produksi juga akan meningkat. Tahun pertama diharapkan terjadi peningkatan antara 1,3-1,5 juta ton, tahun kedua 1,8 juta ton dan tahun ketiga 2,2 juta ton. Untuk tahun pertama yang dibutuhkan tambahan anggaran sekitar Rp760 miliar untuk perluasan areal. Tahun berikutnya sesuai dengan penamabahan areal yang ada,” jelas  Maman.

Dia menjelaskan untuk mendapatkan areal tanam tersebut, pemerintah akan meningkatkan Indeks Pertanaman (IP). Misalnya, di lahan sawah ada luas baku lahan 300.000 ha, luas tanam hanya 400.000 ha, berartai IP hanya 1,3.

Padahal, jika dinaikan 2 kali saja, maka akan tersedia 600.000 ha pertanaman. Dari gambaran ini saja, ada peluang sebanyak 200.000 ha untuk tanaman kedelai dan tanaman lain. “Saat ini kan rata-rata IP nasional masih sebesar 1,6 kali. Kalau kita tingkatkan tentu akan memberikan nilai plus bagi upaya produktivitas kedelai,” katanya.

Selain itu, untuk menambah areal pertanaman kedelai, pemerintah juga akan memanfaatkan lahan suboptimal di lahan pasang surut dan lahan rawa lebak. Serta memanfaatkan lahan Perum Perhutani dan perkebunan.

Perhutani

Terkait dengan Perhutani, Maman mengungkapkan pihaknya sudah menjalin kerjasama dengan BUMN Kehutanan tersebut. Di Jawa Barat sudah ada 7.000 ha hutan yang dimanfaatkan untuk pertanaman kedelai. Luasan tanam ini akan ditingkatkan pada tahun 2015 menjadi 13.000 ha. Demikian juga dengan wilayah perhutani di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sudah ada kesepakatan pemanfaatan lahan untuk kedelai.

Sementara itu, terkait dengan perkebunan, Maman mengaku masih melakukan koordinasi pada tingkat pusat dengan Dirjen Perkebunan. Untuk lahan perkebunan ini, dia menargetkan akan membidik beberapa lahan sawah dan kering.

“Untuk data penambahan lahan ini, sudah kita olah ada yang sampai tingkat kecamatan. Saya dapat data dari pusdatin dan kita olah. Kita juga realistis kalau buka lahan baru harus memerlukan waktu dan akan lebih susah apalagi kalau harus membuka areal tanam baru hingga 500.000 ha secara serentak. Karena itu, cara yang paling efektif ya dengan meningkatkan Indeks Pertanaman. Saat ini kita sudah dapat tambahan areal tanam di Jawa Barat ada 30.000 ha dan Sulawesi Selatan hampir 150.000 ha, ”katanya.

Terkait produktivitas, Maman mengaku saat ini produktivitas kedelai nasional masih sekitar 1,5 ton/ha. Jika mau swasembada tercapai, produktivitas harus ditingkatkan setidaknya 1,7 ton/ha.

“Peningkatan produktivitas ini sudah dilakukan dan akan terus dikembangkan pada tahun 2015. Saat ini ada 611.000 ha seluruh total lahan kedelai yang ada di Indonesia. Tahun 2015 diharapkan ada penambahan 380.000 ha dari program PAT sehingga menjadi satu juta hektare. Pokoknya di tempat yang menanam kedelai, akan kita lakukan peningkatan produktivitas,” katanya.

Salah satu cara meningkatkan produktivitas kedelai ini, pemerintah memastikan ketersediaan benih pada masing-masing daerah penghasil kedelai dengan menjalin kerjasama dengan penangkar produsen benih.

“Jadi, kita harus pastikan bahwa petani kedelai mendapatkan benih yang baik dan berkualitas serta mudah didapatkan. Karena itu, kita ada kerjasama dengan penangkar produsen benih di masing-masing lokasi. Misalnya saja di Aceh, Sumatera Selatan. Jadi petani bisa membeli langsung dari penangkar,” jelasnya.

Benih

Dikatakan Maman, program bantuan benih langsung ini berbeda dengan subsidi benih. Kalau subsidi benih, benih berasal dari BUMN yang kemudian dijual ke petani dengan harga murah karena ada subsidi pemerintah. Kendalanya, pada saat penyerapan, kalau proses distribusinya kurang lancar — terutama untuk daerah yang minim infrastruktur — maka benih terlambat datang ke petani. Karena itu, ada antisipasi pemerintah dengan menjalin kerjasama dengan penangkar sehingga petani lebih mudah mendapatkan benih kedelai di sekitarnya.

“Petani di masing-masing lokasi ada penangkarnya. Jadi, kalau mau beli lebih dekat. Sebenarnya ini sudah kita lakukan sejak tahun 2014. Per hektare lahan kedelai diberikan bantuan sebanyak 50 kg benih senilai Rp750.000/ha,” jelasnya.

Untuk tahun 2014, pemerintah memberikan sekitar 13.500 ton benih langsung ke petani. Sementara untuk tahun 2015, dibutuhkan sedikitnya 36.500 ton benih untuk luasan lahan kedelai nasional ditambah dengan program areal pertanaman baru sebesar 380.000 ha.

Dengan kebutuhan yang besar ini, Maman mengaku pihaknya sudah mendapatkan kepastian kesiapan para penangkar benih kedelai di beberapa wilayah, misalnya Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi, Aceh, Nusa Tenggaar Barat,Jawa Timur

“Di beberapa wilayah, bahkan pemerintah daerahnya sudah siap menganggarkan APBD untuk mendukung swasembada kedelai ini. Kerjasama inilah yang ingin kita bangun dengan seluruh propinsi di indonesia sehingga tiga tahun lagi swasembada kedelai benar-benar bisa tercapai,” tukas Maman Jamalzen/E.Y. Wijianti

Bagaimana Mencapai Swasembada Kedelai?

Dari tiga komoditi yang jadi target swasembada pemerintah dalam 3-4 tahun ke depan, nampaknya kedelai paling sulit dicapai. Sedangkan untuk padi dan jagung, tidak terlampau sulit mengingat keragaan produksi keduanya saat ini.

Hal itu dikemukakan pengamat pertanian, Andreas Santosa. Menurut guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, dia tidak terlalu ragu dengan swasembada beras yang ditetapkan pemerintah selama konsep yang sudah ada dilakukan dengan serius. Misalnya, masalah irigasi diperbaiki, benih dan pupuk tersedia di lapangan.

“Kemungkinan pencapaian swasembada padi lebih mungkin dilakukan karena selama ini harga padi sangat dijaga,” jelas Andreas pada Agro Indonesia.

Namun, Andreas mengaku ragu untuk dua komoditi lainnya, yaitu jagung dan kedelai. Pasalnya, dua komoditi ini menggunakan lahan yang sama, sehingga dikhawatirkan terjadi “rebutan lahan” antardua komoditas ini.

“Kalau jagung meningkat, maka akan berpengaruh pada produksi kedelai. Demikian sebaliknya dengan kedelai, kalau meningkat maka jagung kemungkinan turun. Tapi yang jelas, kedelai sangat sulit, bahkan mungkin tidak akan tercapai,” jelasnya.

Jika pemerintah ngotot mencapai swasembada kedelai, maka ada dua cara yang harus dilakukan, yaitu peningkatan Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas. IP bisa dilakukan dengan perbaikan irigasi dan embung. Sedangkan untuk produktivitas, faktor benih sangat krusial. Kalau benih tidak bisa diatasi, maka pertanaman akan terancam. Apalagi, benih kedelai tidak bisa disimpan lama, 6 bulan saja disimpan akan berpengaruh pada produksi dan produktivitasnya yang tak akan maksimal.

“Kunci terbesar pembangunan pertanian kembali ke petani. Misalnya saja penyediaan benih kedelai. Daripada menunggu subsidi benih dari pemerintah melalui BUMN, lebih baik benih ini diserahkan pada petani selaku penangkar lokal. Karena petani kita sudah bisa kok. Mereka memiliki kapasitas  dan perencanaan yang baik,” jelas Andreas.

Selain IP dan produktivitas, Andreas juga mengingatkan pentingnya jaminan harga dari pemerintah. Pasalnya, selama petani tidak dapat jaminan harga yang menguntungkan, maka mereka akan malas menanam.

“Harga kedelai hanya Rp7.000/kg, sementara untuk usaha taninya butuh Rp7.500/kg. Jadi petani akan asal-asalan. Misalnya saat budidaya, biji kedelai hanya akan disebar. Istilahnya kalau panen syukur, nggak panen juga nggak apa-apa. Karena kalau budidayanya dilakukan sesuai cara yang benar, butuh biaya usaha tani yang tinggi,” jelasnya.

Dia menggambarkan, saat zaman orde baru dulu, harga kedelai 1,5 kali harga beras. Jadi, kalau harga beras Rp8.000/kg, maka kedelai paling tidak Rp14.000/kg.

Terkait dengan upaya perluasan  di lahan baru, Andreas mengaku cara ini kurang efektif untuk mendongrak produksi. Pasalnya, ketika kedelai ditanam di lahan baru, maka populasi hama di wilayah tersebut akan meledak, misalnya hama ulat grayak, belalang.

“Ekosisitemnya harus stabil dulu. Tetapi masalahnya kan siapa yang mau nunggu ekosistem tersebut stabil. Apa mungkin petani kedelai mau rugi dulu?” katanya.

Ke depan, Andreas berharap kedaulatan petani harus diperhatikan. Orientasi pembangunan pertanian harus untuk kesejahteraan petani. Hal ini tidak ditemui selama 10 tahun terakhir karena pembangunan pertanian hanya dihitung berdasarkan angka produksi sementara, importasi masih sangat tinggi.

Sementara itu anggota Komisi IV DPR (F-Demokrat), Herman Khaeron mengungkapkan optimismenya swasembada beras dan jagung tercapai. Alasannya, pemerintah sekarang hanya melanjutkan kinerja yang lalu. Di mana tatanan pembangunan pertanian sudah bagus.

Tetapi untuk kedelai, Herman menilai komoditi ini agak berat mengingat budidayanya masih belum ekonomis sehingga masih menjadi tanaman sela atau tanaman tumpang sari atau dibudidayakan di lahan kering. “Kedelai adalah tanaman subtropis, namun ke depan saya kira dengan litbang yang baik akan ditemukan varietas kedelai yang cocok ditanam di iklim tropis dan bernilai ekonomis,” pungkasnya.  E. Y Wijianti