Kementan Optimalkan Irigasi Perpompaan dan Perpipaan

Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menggencarkan optimalisasi irigasi. Langkah ini ditempuh demi meningkatkan produksi sekaligus mencapai misi Indonesia menjadi lumbung pangan dunia tahun 2045.

Jenis irigasi yang saat ini dikembangkan Kementan adalah Irigasi Perpompaan dan Perpipaan. Cara kerja Irigasi Perpompaan dan Perpipaan adalah mengambil air dari sumber (diverting), kemudian mengalirkan air ke lahan pertanian (conveying), mendistribusikan air kepada tanaman (distributing), dan mengatur dan mengukur aliran air (regulating and measuring).

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, tujuan dari kegiatan Irigasi Perpompaan dan Perpipaan adalah memanfaatkan potensi sumber air permukaan sebagai suplesi air irigasi bagi komoditas tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan serta budidaya ternak.

“Meningkatkan intensitas pertanaman dan atau luas areal tanam, meningkatkan produktivitas pertanian, pendapatan dan kesejahteraan petani, memanfaatkan potensi sumber air permukaan sebagai air irigasi, baik di daerah irigasi maupun non daerah irigasi,” jelas Sarwo Edhy di Jakarta, Selasa (11/2/2020).

Irigasi Perpompaan tahun ini dialokasikan sebanyak 1.000 unit di 32 provinsi dan 285 Kabupaten/Kota. Untuk Irigasi Perpipaan alokasi sebanyak 138 unit di 25 Provinsi dan 59 Kabupaten/Kota. “Luas layanan minimal 20 hektare (ha) untuk tanaman pangan, dan 10 ha untuk hortikultura, perkebunan, dan peternakan,” ungkapnya.

Dia mengatakan, kunci utama dari jenis Irigasi Perpompaan adalah terdapatnya sumber air. Meski posisi air berada di bawah permukaan lahan pertanian, tidak jadi masalah. Ini karena menggunakan pompa untuk pemanfaatannya.

“Dengan demikian, lahan pertanian yang tidak terjangkau dengan irigasi waduk dan bendung, yang umumnya secara gravitasi tak terjangkau, masih bisa mendapatkan air irigasi,” ujarnya.

Kegiatan Irigasi Perpompaan dan Perpipaan diprioritaskan pada lokasi kawasan pertanian yang sering mengalami kendala atau kekurangan air irigasi, terutama pada musim kemarau.

Output dari kegiatan ini adalah adalah terlaksananya kegiatan Kegiatan Irigasi Perpompaan dan Perpipaan, sehingga tersedia sumber air yang dapat dimanfaatkan oleh petani, baik sebagai suplesi atau conjunctive use di daerah irigasi maupun sebagai irigasi utama di non daerah irigasi (tail end).

“Program ini diharapkan dapat menambah luas areal tanam baru dan meningkatkan produksi atau produktivitas,” tegasnya.

Selain Irigasi Perpompaan dan Perpipaan, selama ini Kementan juga terus memperbaiki Jaringan Irigasi Tersier (JIT). Data Agro Indonesia mencatat, dalam empat tahun (2015-2018) Kementan sudah merehabilitasi JIT seluas 3,12 juta ha. Realiasi terbesar terjadi tahun 2015 yang mencapai 2,45 juta ha.

Kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi dari luasan 3,12 juta ha itu mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton.

Dengan  peningkatan IP 0,5, maka akan terjadi peningkatan produksi sebesar 8,18 juta ton, sehingga total produksi padi selama empat tahun pada lahan rehabilitasi jaringan mencapai 24,37 juta ton gabah kering panen (GKP).

Irigasi Tersier

Selain rehabilitasi JIT, Ditjen PSP juga mempunyai program/kegiatan pengembangan sumber-sumber air dengan fokus kegiatan mengoptimalkan sumber-sumber air permukaan seperti sungai, mata air dan run off untuk dapat digunakan sebagai suplesi irigasi di lahan pertanian.

Dalam waktu tiga tahun (2015-2017), Direktorat Irigasi Pertanian, Ditjen PSP telah melaksanakan program pengembangan bangunan konservasi air, yakni embung, dam parit, dan long storage sejumlah 2.785 unit.

Untuk Irigasi Perpompaan, Ditjen PSP mencatat hingga 5 November 2018 telah membangun 2.978 unit. Dengan estimasi luas layanan per unit 20 ha, maka luas oncoran atau yang dapat diairi saat musim kemarau mencapai 59,78 ribu ha.

Jika berdampak pada peningkatan IP 0,5, maka akan terjadi penambahan luas tanam 29,78 ribu ha dan penambahan produksi padi 154,85 ribu ton.

Tahun 2014, Kementan sukses membangun sebanyak 9.504 unit embung di 30 provinsi. Sementara tahun 2015, embung yang dibangun 318 unit di 16 provinsi.

Pengembangan embung, dam parit, long storage dalam empat tahun terakhir (2015-2018) mencapai 2.956 unit, untuk realisasi per 5 November 2018. Dengan estimasi luas layanan 25 ha/unit, maka mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73,90 ribu ha.

“Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, maka potensi penambahan produksi pertanaman mencapai 384,28 ribu ton,” kata Sarwo Edhy. PSP