KLHK Kawal Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Pengukuran pohon hasil penanaman tahun 2021 program rehabilitasi hutan dan lahan di RPH Cisarua, KPH Bandung Utara, Kabupaten Bandung

Kabut tebal menyelimuti Hutan Lindung Manglayang Timur, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sumedang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (24/3/2021).

Berada di ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut, tak mudah untuk mencapai lokasi tersebut setelah hujan mengguyur semalaman. Jalurnya menanjak, dipenuhi belukar, licin, dan banyak jebakan lumpur.

Namun kondisi tersebut tak menghalangi kaki Eka Widodo Soegiri, Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TAMLHK) untuk terus melangkah menuju lokasi penanaman pohon program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) di Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Rancakalong.

Eka bersama koleganya, TAMLHK Sri Murniningtyas sedang memonitor pelaksanaan RHL yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Citarum-Ciliwung unit teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Memastikannya berdampak pada pemulihan tutupan hutan sekaligus bisa memberdayakan masyarakat.

Di RPH Rancakalong, BPDASHL Citarum-Ciliwung melakukan RHL seluas 11,7 hektare dengan Perum Perhutani KPH Sumedang sebagai pelaksana. Sebanyak 4.708 batang pohon pinus, nangka, dan alpukat telah ditanam. Sebagai tanaman sela, ditanam kopi dari varietas unggul jagur alias jarang gugur. Selain itu, petani juga menanam kapulaga sebagai tanaman di bawah tegakan.

Kepala KPH Sumedang Hery Darmawan mengungkapkan, selain tanaman kehutanan seperti pinus, jenis tanaman seperti nangka dan alpukat ditanam karena buahnya bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.

“Pohon nangka dan alpukat ditanam atas keinginan masyarakat,” kata Hery.

Sementara pohon kopi dipilih sebagai tanaman sela. Ini sebagai bagian dari strategi alih komoditas dari tanaman sayur-sayuran bagi masyarakat yang memanfaatkan lahan di Hutan Lindung Manglayang Timur. Tanaman kopi dipilih karena memiliki kemampuan konservasi tanah yang jauh lebih baik dari sayur-sayuran. Harga jualnya pun cukup baik di tengah tren minum kopi yang saat ini terus berkembang.

“Dengan penanaman kopi, maka tidak ada resistensi atas kegiatan RHL. Ini bagian dari mitigasi konflik,” kata dia.

Selain di Rancakalong, KPH Sumedang juga melaksanakan RHL di RPH Genteng dan RPH Cijambu. Total penanaman RHL tahun 2021 seluas 220 hektare. Penanaman, sepenuhnya melibatkan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar hutan, mulai dari menyiapkan bibit, penanaman, sampai perawatan.

Menurut Iskandar, Ketua Lembaga Masyarakat  Desa Hutan (LMDH) Guntur Raya, Desa Guntur Mekar, Rancakalong, Sumedang,  masyarakat senang karena dilibatkan dalam kegiatan RHL.

“Masyarakat mah kacilek (sunda=senang) karena ikut dalam penanaman RHL,” katanya.

Menurut dia, terlibat dalam kegiatan RHL menambah pendapatan 36 orang anggota LMDH Guntur Raya di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Selain itu, penanaman RHL juga memberi harapan akan kehidupan yang lebih baik karena buah dari pohon yang ditanam bisa langsung dimanfaatkan masyarakat.

Iskandar menyatakan, anggota LMDH Guntur Raya sengaja menanam kapulaga sebagai tanaman di bawah tegakan. Dengan demikian, katanya, anggota LMDH pasti akan merawat pohon yang ditanam karena tanaman kapulaga butuh perawatan rutin.

“Jadi pohonnya pasti di-coong (sunda=rawat) karena ada kapulaganya,” kata dia.

Iskandar meyakini, aroma dan rasa khas kapulaga nantinya akan menulari kopi yang ada pada tegakan di atasnya. Ini bisa menjadi komoditas andalan Rancakalong di masa depan yaitu kopi kapulaga.

Bandung Utara

Selain di KPH, monitoring RHL juga dilakukan di KPH Bandung Utara, Kabupaten Bandung, sekitar ½ hari perjalanan darat non stop dari titik awal  monitoring. Di sana penanaman RHL seluas 1.033 hektare untuk penanaman tahun 2019 dan 31,04 hektare untuk penanaman tahun 2021.

Monitoring dilakukan di RPH Lembang dan RPH Cisarua. Di RPH Lembang penanaman RHL seluas 9,92 hektare sementara di RPH Cisarua,  penanaman RHL seluas 16,11 hektare.

Di RPH Lembang  ditanam rasamala, puspa, ekaliptus, dan nangka. Lokasi itu juga merupakan sekaligus areal wisata binaan KPH Bandung Utara.  Sebanyak 36 anggota LMDH Giri Makmur  terlibat menanam dan memelihara  6.199 batang tanaman RHL sejak tahun 2019.

Di RPH Cisarua ditanam pinus, ekaliptus, nangka dan alpukat dengan jumlah tanaman 6.444 batang. Di antara tanaman pokok tersebut, juga ditanam kopi sebagai tanaman sela. Penanaman RHL sejak awal tahun 2021 melibatkan 15 anggota LMDH Mandiri.

Menurut Eka W Soegiri, KLHK serius untuk memastikan keberhasilan RHL. Itu sebabnya, atas instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, KLHK menerjunkan tim monitoring dan evaluasi ke lokasi-lokasi penanaman RHL di seluruh Indonesia.

Eka menyatakan, Menteri LHK mengarahkan agar RHL dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat. “Tujuannya agar pemulihan lingkungan bisa sejalan dengan pemulihan ekonomi,” katanya.

Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TAMLHK) Bidang Analisis Strategis, Akuntabilitas Politik dan Publikasi Eka Widodo Soegiri (kanan) mendengar penjelasan dari salah satu petani yang terlibat dalam kegiatan RHL di Hutan Lindung Manglayang Timur, Sumedang

Kualitas Bibit

Dari monitoring di KPH Sumedang dan KPH Bandung, RHL menunjukan keberhasilan tanam di atas 90%. Selain itu, RHL juga melibatkan masyarakat seperti yang diharapkan.

Meski demikian, bukan berarti pelaksanaannya mulus-mulus saja. Beberapa catatan mesti ditindaklanjuti. Soal bibit adalah satu diantaranya.

Bibit yang ditanam memang mengikuti ketentuan seperti diatur dalam Peraturan Menteri LHK No P.105/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung, Pemberian Insentif, serta Pembinaan dan Pengendalian Kegiatan RHL dan peraturan turunannya. Namun sejatinya, kualitas bibit yang dimanfaatkan masih bisa ditingkatkan.

Dari lokasi yang dimonitor, bibit yang ditanam berasal dari biji yang disemai. Walau dipilih dari pohon induk yang baik secara fisik, namun praktik ini tak menjamin pohon anakan akan sama persis dengan induknya.

Kalau pohon anakan yang dihasilkan jelek, capaian RHL tak akan sempurna. Masyarakat yang sejak awal ikut menanam, memelihara dan menaruh harapan pada pohon terutama dari jenis multiguna, juga bakal dirugikan.

“Kalau bibit alpukat atau nangka yang ditanam jelek, akan lama berbuah. Itupun belum tentu kualitas buahnya baik,” kata Eka.

Padahal, buah dengan kualitas baik bisa memberi penghasilan yang lebih baik juga bagi masyarakat. Sebagai gambaran, buah alpukat lokal saat ini dijual pada kisaran harga Rp20.000 per kg. Sementara buah alpukat varietas miki, bisa dijual dengan harga dua kali lipatnya.

Untuk itu Eka menyarankan agar masyarakat yang terlibat dalam RHL didampingi untuk bisa meningkatkan kualitas bibit. Salah satu teknik yang bisa dipakai adalah sambung pucuk. Teknik ini juga mudah dipelajari dan tidak butuh biaya besar untuk mempraktikannya.

Teknik tersebut dilakukan dengan menyambung bibit yang tumbuh dari biji dengan pucuk yang bersumber dari pohon yang terbukti memiliki buah berkualitas baik. Dengan teknik ini, kualitas pohon dan buah dari pohon anakan akan sama persis dengan induknya.

“Waktu yang diperlukan pohon untuk berbuah pun lebih cepat, cukup 3-4 tahun saja,” kata Eka.

Kepala BPDASHL Citarum-Ciliwung Pina Ekalipta menyambut positif berbagai saran dan masukan terkait pelaksanaan RHL. “Berbagai saran dan masukan bisa menjadikan pelaksanaan RHL di wilayah kerja BPDASHL Citarum-Ciliwung semakin baik ke depan,” katanya.

Wilayah kerja BPDASHL Citarum-Ciliwung mencakup 2,5 provinsi yaitu DKI Jakarta, Banten, dan sebagian besar Jawa Barat. Wilayah ini strategis karena menjadi benteng hidrologis bagi Ibukota Negara Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya. Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika KLHK mengawal pelaksanaan RHL di sini memastikan keberhasilannya secara lingkungan dan ekonomi.

Sugiharto