
Lolongan owa kalimantan terdengar bersahutan menyambut peserta 2nd Sub-Regional Knowledge Exchange–Promotion of a Knowledge Sharing Mechanism on Peatland Restoration and Rehabilitation in Southern ASEAN Member States Workshop yang mengunjungi hutan tanaman industri yang dikelola PT Mayangkara Tanaman Industri (MTI) di Sanggau, Kalimantan Barat, Rabu, 8 Maret 2023.
Suara primata arboreal yang punya nama lokal kalawet itu sungguh merdu memanjakan telinga rombongan yang merupakan perwakilan Negara ASEAN, perwakilan Sekretariat ASEAN, dan perwakilan Biro Kerja Sama Internasional Jerman GIZ setelah sekitar 3 jam dipaksa mendengar raungan mesin speedboat yang mengantar dari Pontianak.
Bukan hanya owa, primata flagship lain yang bisa ditemukan di konsesi PT MTI adalah orangutan kalimantan. Rombongan menyaksikan dengan mata kepala sendiri keberadaan sarang-sarang yang menjadi pertanda orangutan memang sering berkeliaran di sana.
Selain owa dan orangutan, hasil survey reguler yang dilakukan perusahaan juga mendapati keberadaan monyet ekor panjang dan bekantan. Selain itu ada juga burung rangkong, burung hantu ketupa, buaya, dan berbagai satwa liar lainnya.
Keberadaan berbagai satwa liar menunjukkan anak usaha Sumitomo Forestry itu menjaga betul prinsip dasar untuk menjaga keanekaragaman hayati dalam pengelolaan lahan gambut lestari di konsesinya. “Kami mempraktikkan bisnis berkelanjutan dalam pengelolaan hutan tanaman untuk menjaga lahan gambut tropika dan keanekaragaman hayati yang ada,” kata Presiden Director PT MTI Tomohiko Harada.
Menurut Harada, ada empat prinsip dasar yang diimplementasikan PT MTI dalam pengelolaan lahan gambut lestari. Pertama, perlindungan keanekaragaman hayati dan mencegah degradasi lahan gambut bertambah luas.
Kedua, HTI yang dikelola harus seimbang dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiga, mengimplementasikan bisnis yang menguntungkan secara berkelanjutan sehingga bisa terus mendukung pengelolaan hutan dan gambut lestari.
Keempat, menerapkan teknologi tepat guna yang bisa direplikasi secara luas di tingkat masyarakat dalam skala daerah, nasional, bahkan internasional.
Dalam praktiknya untuk menjaga keanekaragaman hayati, di dalam konsesinya PT MTI mengalokasikan area konservasi yang luasnya sekitar 30% dari konsesi. Area konservasi itu membentuk koridor hijau dalam satu lanskap bersama dengan area konservasi yang ada di dua anak usaha Sumitomo Forestry lainnya yaitu PT Wana Subur Lestari (WSL) dan PT Kubu Mulia Forestry (KMF). Semuanya menjadi benteng alami yang tangguh untuk menjaga keberadaan Hutan Lindung Mendawak di Kesatuan Hidrologis Gambut Kapuas-Jenuh.
Untuk perlindungan dan pengelolaan gambut, PT MTI bahkan melakukannya sejak perencanaan sebelum mulai menanam hutan tanaman di lahan yang terdegradasi. Survei topografi dilakukan secara manual untuk mengetahui karakteristik lahan gambut yang ada. Panjang transek survei yang dilakukan sudah mencapai 1.800 kilometer. Selain itu juga dilakukan survei kedalaman gambut.
Survei ini penting untuk menentukan area mana yang bisa dimanfaatkan untuk penanaman hutan tanaman dan mana yang harus dialokasikan untuk area hydro buffer dan perlindungan. Survei ini juga penting dalam pembuatan infrastruktur dan saluran pengaturan tata air. Melalui tata air yang tepat, kelembapan gambut bisa dijaga pada level yang bisa mendukung pertumbuhan tanaman sekaligus mencegahnya terbakar.

Rombongan workshop yang mengikuti field trip membuktikan bagaimana lahan gambut di PT MTI terjaga kelembapannya. Pengukuran di titik penaatan memperlihatkan tinggi muka air tanah (TMAT) sekitar 0,2 meter dari permukaan. Memenuhi ambang batas yang dipersyaratkan pemerintah dimana TMAT paling rendah 0,4 meter dari permukaan tanah gambut. Secara keseluruhan, ada 850 titik penaatan untuk memantau TMAT secara manual atau otomatis. Jumlah ini lima kali lipat dari yang diwajibkan oleh pemerintah.
Berkat tata air yang dilakukan, areal PT MTI hingga saat ini bebas dari kebakaran hutan dan lahan. Bahkan pada tahun 2015 saat El Nino terjadi dan kejadian kebakaran hutan dan lahan muncul dimana-mana, lahan PT MTI tidak terbakar.
Untuk pemantauan, PT MTI juga mengoptimalkan teknologi berbasis satelit. Memanfaatkan teknologi terbaru yang sedang dikembangkan sPOTEKA, PT MTI bisa memantau secara real time data yang dibutuhkan untuk pengelolaan gambut seperti suhu, curah hujan, tinggi muka air, kelembapan gambut, bahkan hingga subsidensi gambut.
Kagum
Apa yang dipraktikkan PT MTI memukau para peserta field trip. Senior Officer Sekretariat ASEAN Zul Hilmi Bin Saidin menyatakan apa yang dilakukan PT MTI dalam perlindungan dan pengelolaan gambut sangat baik. “Ini bagus sekali, saya belum pernah lihat sebelumnya,” katanya.
Sementara itu perwakilan Jabatan Perhutanan Negeri Pahang Malaysia Ahmad Aizuddin Bin Hashim menyatakan PT MTI melakukan hal yang luar biasa dalam perlindungan dan pengelolaan gambut. Aizuddin terutama menyoroti bagaimana PT MTI melakukan tata kelola air.
“Infrastruktur irigasinya luar biasa. Sangat baik untuk mengatur tata kelola air gambut,” katanya.
Aizuddin juga terkesan dengan pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pengaturan tata air. Misalnya pemanfaatan drum sebagai pelampung otomatis yang akan membuka atau menutup pintu air untuk mengatur keluar masuknya air gambut. “Teknologi ini bisa dimanfaatkan oleh banyak pihak,” katanya.

Direktur Pengendalian Kerusakan Gambut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan SPM Budisusanti mengingatkan, lahan gambut harus dikelola dengan baik karena menyimpan cadangan gas rumah kaca (GRK) seperti karbon yang sangat besar. “Emisi GRK dari lahan gambut bisa berdampak pada perubahan iklim,” katanya.
Menurut dia, pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) di lahan gambut bisa dilakukan dengan menjaga tutupan lahan, mencegah kebakaran, melakukan tata kelola air yang baik, dan menjaga agar tidak terjadi subsidensi.
Budisusanti menyatakan, dengan mengunjungi areal PT MTI, peserta field trip bisa melihat dengan nyata yang dilakukan oleh perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
“Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi termasuk kontribusinya dalam penurunan GRK, pengkayaan tanaman, dan menjaga biodiversitas,” katanya.
Menurut Budisusanti, pemerintah mengawasi setiap perusahaan untuk melaksanakan perlindungan dan pengelolaan gambut. Setiap perusahaan wajib memberi laporan akurat dan reguler kepada pemerintah memanfaatkan sistem informasi. “Begitu datanya tidak taat, otomatis sistem akan memberi peringatan,” katanya.
Budisusanti menjelaskan pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang kuat untuk perlindungan dan pengelolaan gambut berkelanjutan. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 71 tahun 2014 jo PP 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut) dan peraturan pelaksananya.
Melalui implementasi PP Gambut dan peraturan pelaksananya, areal gambut di perusahaan kehutanan dan perkebunan yang berhasil direstorasi sampai akhir tahun 2022 telah mencapai 3,7 juta hektare yang melibatkan 316 perusahaan. Di sana telah terbangun 28.348 sekat kanal, 926 unit stasiun pengamat curah hujan, dan 10.786 titik penaatan TMAT.
Budisusanti menyatakan, Indonesia siap membagikan pengalaman dan pengetahuan dalam perbaikan pengelolaan lahan gambut kepada perwakilan Negara ASEAN untuk mendukung pemanfaatan berkelanjutan dan aksi mitigasi perubahan iklim. “Semakin banyak yang melakukan kegiatan yang ramah gambut kita bisa mendukung kestabilan iklim,” kata dia. ***
Sugiharto