Tak Patuh, Sanksi Lebih Berat Menanti

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menjatuhkan sanksi kepada tiga perusahaan pemegan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) hutan tanaman industri (HTI). Sanksi diberikan karena ketiga perusahaan itu melakukan penanaman di lahan konsesinya yang sempat terbakar.

Perusahaan yang disanksi adalah PT Bumi Andalas Permai (BAP) di Sumatera Selatan dan PT Sekato Pratama Makmur (SPM) di Riau yang memasok bahan baku kayu bagi kelompok Asia Pulp and Paper (APP). Satu perusahaan lain yang dijatuhi sanksi adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) estate Pelalawan yang merupakan bagian dari APRIL Group.

Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Rasio Ridho Sani menyatakan, sanksi diberikan sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. “Kami jatuhkan sanksi administratif paksaan pemerintah,” kata Roy, panggilan akrab Rasio di Jakarta, Jumat (17/3/2017).

Sanksi kepada PT BAP ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK No 792/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/3/2017 tertangal 2 Maret 2017. Sementara sanksi bagi PT RAPP estate Pelalawan diberikan berdasarkan SK Menteri LHK No 1004/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/3/2017 tanggal 9 Maret 2017. Sedang sanksi bagi PT SPM ditetapkan berdasarkan SK Menteri LHK No 1005/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/3/2017 tanggal 9 Maret 2017.

Berdasarkan SK Menteri LHK, PT BAP telah melakukan sejumlah pelanggaran yaitu, melakukan penyiapan lahan dan penanaman di areal bekas terbakar, belum memiliki sarana dan prasarana optimal untuk penanggulangan kebakaran, dan tidak melakukan pengelolaan sampah domestik.

Sebagai sanksi, PT BAP diperintahkan untuk menghentikan seluruh kegiatan pada areal bekas terbakar, mencabut kembali tanaman yang telah ditanam pada areal bekas terbakar, menghentikan pembuatan dan menutup kanal baru di lahan gambut, melengkapi sarana dan prasarana, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dan wajib melakukan pengelolaan sampah domestik.

Sementara PT SPM dinilai melakukan pelanggaran berupa menanami konsesinya yang bekas terbakar, membuat kanal baru setelah terbit revisi Peraturan Pemerintah tentang gambut (PP No 71 tahun 20014), dan tidak menyajikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan (RKL)-Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL) semester 2 tahun 2016.

PT SPM pun dijatuhi sanksi untuk menghentikan seluruh kegiatan, termasuk menanam pada areal kerja yang sempat terbakar. PT SPM juga diperintahkan untuk mencabut tanaman akasia yang sudah ditanam serta membersihkan biomassa bekas pencabutan yang tersisa. SPM juga diperintahkan untuk melakukan penutupan atau penimbunan kanal baru serta menyampaikan laporan pelaksanaan RKL-RPL

Sementara PT RAPP estate Pelalawan dijatuhi sanksi karena melakukan pembukaan dan pembuatan kanal baru, dan melakukan penanaman di lahan konsesi yang sempat terbakar. Menteri LHK pun menjatuhkan sanksi berupa penghentian penanaman dan pada areal gambut, mencabut tanaman akasia dan membersihkan biomassa sisa pencabutan. PT RAPP estate Pelalawan pun harus menghentikan pembuatan kanal baru pada lahan gambut. Kanal baru yang terlanjur dibuka diperintahkan untuk segera ditutup.

Roy menyatakan, perusahaan yang dikenai sanksi wajib melaporkan perkembangan pelaksanaan sanksi kepada Kementerian LHK cq. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK. “Jika perintah dan kewajiban tidak dilaksanakan, maka tiga perusahan itu akan dijatuhi sanksi hukum yang lebih berat,” kata Roy.

Monitoring

Dijatuhkannya sanksi paksaan kepada tiga perusahaan tersebut adalah buntut dari aksi dramatis pencabutan akasia setinggi dada orang dewasa secara simbolis yang dilakukan Kementerian LHK pada  9 Februari 2017 di PT BAP, dan pada 4 Maret 2017 di PT SPM dan PT RAPP. Aksi pencabutan dilakukan tim monitoring spasial dan lapangan terhadap areal konsesi yang terbakar tahun 2015 yang dipimpin oleh Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Kementerian LHK San Afri Awang. Tim bekerja berdasarkan Surat Tugas dari Menteri LHK Nomor PT.30/MENLHK/SETJEN/SET.1/11/2016 tanggal 4 November 2016.

Sebelum melakukan aksi, Kementerian LHK sempat mengirimkan surat perintah agar penyiapan lahan dan penanaman kembali dihentikan. Dua kali Menteri LHK Siti Nurbaya melayangkan surat. Pertama, pada 5 Desember 2016 lewat surat bernomor S.1324/PKTL/SETDIT/KUM.5/12/2016. Kedua, lewat surat bernomor S.1092/MENLHK-PKTL/Setdit/KUM.5/12/2016 tertanggal 29 Desember 2016.

Selain PT BAP, PT SPM, dan PT RAPP estate Pelalawan, surat perintah juga dilayangkan kepada 6 perusahaan HTI lain, yang luas konsesinya total mencapai 1,1 juta hektare (ha).

Roy menjelaskan bagaimana pelaksanaan kewajiban pencabutan dan pemulihan lahan akan disupervisi Direktorat Jendral (Ditjen) PKTL Kementerian LHK dan Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian LHK. Termasuk soal luas tanaman akasia yang harus dicabut.

Dia menegaskan, perusahaan untuk tidak mengelabui kewajiban tersebut, sebab pelaksanaannya terpantau melalui satelit. “Kalau tidak dilaksanakan akan terlihat lewat satelit,” katanya. Sugiharto

Perusahaan Enggan Komentar

Menjadi sesuatu yang umum, jika anak tak melawan orangtua. Demikian juga yang terjadi saat Menteri LHK Siti Nurbaya menjatuhkan sanksi kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) HTI. Perusahaan HTI yang merupakan anak kandung, karena izinnya diterbitkan Kementerian LHK tidak bereaksi frontal dengan sanksi yang dijatuhkan.

Anderson Tanoto, Direktur Royal Golden Eagle (RGE), perusahaan yang memayungi PT Riau Andalan Pulp and Paper enggan berkomentar terhadap sanksi yang dijatuhkan pemerintah. Anderson yang merupakan “putera mahkota” kelompok bisnis Raja Garuda Emas itu menekankan, saat ini pihaknya fokus untuk bekerja di lapangan mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan baik di dalam konsesi perusahaan maupun di areal sekitarnya. “Pokoknya kami kerja saja,” kata dia, yang ditemui saat perhelatan Aliansi Bebas Api di Jakarta, Rabu (15/3/2017).

Sebelumnya, Direktur Asia Pulp and Paper Suhendra Wiriadinata, Senin (13/2/2017), menyatakan pihaknya akan secara aktif terus bekerja sama dengan para pemasoknya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan pemerintah yang ada dan terhadap komitmen perusahaan yang tertuang dalam Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP). Dua perusahaan yang disanksi Kementerian LHK, yaitu PT Bumi Andalas Permai dan PT Sekato Pratama Makmur diketahui merupakan pemasok bahan baku bagi APP.

Sementara itu Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto menyatakan, pihaknya akan mempelajari sanksi yang dijatuhkan Kementerian LHK kepada tiga perusahaan HTI. Selanjutnya APHI akan melakukan koordinasi dengan anggota tentang bagaimana kondisi sesungguhnya di lapangan. “Hasilnya nanti akan kami konsultasikan dengan Kementerian LHK,” katanya, Sabtu (18/3/2017). Sugiharto